Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Urgensi Ilmu Distribusi Obat dalam Pendidikan Profesi Apoteker Indonesia

22 April 2024   07:00 Diperbarui: 23 April 2024   05:32 921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber : dokumentasi pribadi
Sumber : dokumentasi pribadi

Mengapa Ilmu Distribusi Obat Sangat Penting?

Menurut Pedoman Teknis CDOB tahun 2020, definisi CDOB adalah cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Esensi dari pengelolaan distribusi obat dan/atau bahan obat ada dua :

1. Bagaimana fasilitas distribusi dapat mempertahankan integritas dan mutu obat/bahan obat yang dihasilkan industri farmasi tetap stabil hingga sampai ke tangan pelanggan/pasien.

2. Bagaimana fasilitas distribusi dapat menjaga jalur distribusi atau rantai pasoknya dari masuknya obat ilegal, dengan memastikan pengadaannya berasal dari sarana yang yang terjamin dan menyalurkannya ke pelanggan yang berwenang.

Dua hal ini dapat dicapai dengan memastikan implementasi 12 aspek yang telah ditetapkan dalam standar CDOB dengan konsisten. Sarana distribusi harus memiliki sistem mutu yang mumpuni untuk mencegah penyimpangan selama proses distribusi. Mulai dari proses pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyaluran bahan obat/obat hingga sampai ke tangan pelanggan/pasien.

Masalahnya dalam konteks distribusi, banyak sekali titik kritisnya. Baik dalam proses internal (penerimaan dan penyimpanan), maupun proses eksternal / rantai pasoknya (pengadaan dan penyaluran) karena melibatkan tiga atau lebih entitas perusahaan (bahkan lintas negara). 

Dengan demikian, proses distribusi obat/bahan obat boleh dibilang sangat rentan terjadinya penyimpangan. Apalagi secara kuantitas, jumlah barang yang disalurkan adalah partai besar. Berbeda dengan proses produksi, dimana kontrol pada setiap titik kritisnya masih lebih mudah untuk dijamin karena sebagian besar prosesnya berada dalam satu entitas perusahaan.

Bicara tentang PBF, ada dua kategori PBF di Indonesia berdasarkan komoditas yang disalurkannya yakni PBF Obat dan Bahan Obat. Merujuk pada data Direktorat Pengawasan Distribusi Obat BPOM RI, ada sekitar 130an PBF Bahan Obat dan 2400an PBF obat. 

Obat merujuk pada produk jadi yang siap diserahkan langsung ke pasien, sementara bahan obat merujuk pada bahan baku obat (zat aktif maupun zat tambahan) yang akan digunakan untuk produksi obat. Ini berarti, pelaku usaha di bidang distribusi obat cukup besar. Keduanya sama-sama mengadopsi CDOB sebagai standar mutu, namun demikian penerapannya tentu sedikit berbeda. Misal dalam aspek kualifikasi/seleksi pemasok dan pelanggan, penanganan komplain, recall, dan lainnya.

Saya tidak akan menjabarkan hal-hal yang berbau teknis dalam artikel ini. Tapi saya ingin menekankan bahwa pengelolaan distribusi obat/bahan obat bukan hanya sekadar oper-operan barang, apalagi yang disalurkan ini adalah obat yang merupakan komoditas berisiko tinggi bagi kesehatan jika tidak ditangani dengan benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun