Perlu diketahui bahwa tulisan ini bukan bermaksud untuk 'mereview perilaku orang' alias nge-ghibah, tapi murni hanya untuk berbagi pengalaman. Syukur-syukur kalau orang yang merasa demikian, bisa segera sadar. Tapi kalau tidak merasa, ya nggak majalah juga sih.. Tak perlu merasa benci apalagi dendam, karena semuanya untuk kepentingan dan kenyamanan bersama.
Jadi ceritanya sudah hampir 5 tahun saya jadi anker alias 'anak kereta'. Apa boleh buat, saya terpaksa beralih dari Sahabat TiJe (sebutan pengguna bus Transjakarta) menjadi Anker karena jarak lokasi domisili dan tempat saya bekerja lumayan jauh.
Pastinya dengan menggunakan KRL (Kereta Rel Listrik), mobilitas saya jadi lebih praktis dan terhitung cepat. Meski demikian, saya juga harus pintar-pintar mengatur waktu berangkat supaya saya tidak ketinggalan kereta dan bisa tiba di stasiun tujuan sesuai dengan waktu yang ditargetkan.
Selain soal waktu, biaya transportasi KRL terhitung sangat terjangkau dibanding transportasi publik lainnya, apalagi kendaraan pribadi. Maka tidak heran KRL menjadi pilihan utama bagi para pejuang rupiah dalam hal transportasi massal. Terutama bagi mereka yang tinggal jauh di luar kota Jakarta.
Nah sebagai pengguna transportasi publik, tentunya ada banyak cerita yang saya alami. Baik suka maupun duka, dari yang bikin girang sampai yang bikin hipertensi.
Kebiasaan Buruk Anker Saat Rush Hour
Namanya transportasi massal, tentu sudah terbayang seperti apa penuhnya KRL di jam-jam sibuk (rush hour)?
Saat pagi hari, ratusan ribu penumpang bergerak masuk ke Jakarta dari kota-kota satelit di sekitarnya. Sebaliknya saat sore hari, ratusan ribu penumpang tersebut bergerak keluar dari Jakarta untuk kembali ke rumahnya masing-masing.
Belum lagi jika mereka harus berpindah rute di stasiun transit semacam Manggarai. Maka ada benarnya jika Stasiun Manggarai saat rush hour diidentikkan dengan film zombie Train to Busan saking penuhnya dengan penumpang KRL yang akan transit. Horor lah pokoknya!
Kondisi padat dan berdesakan di dalam KRL tentunya membuat anker merasa tidak nyaman. Namun ketidaknyamanan ini mau tak mau harus ditahan setidaknya selama kurang lebih 30 - 90 menit perjalanan, karena umumnya anker tidak punya alternatif transportasi publik lain yang lebih baik dari KRL dalam hal efisiensi waktu dan biaya.
Sayangnya sudah tahu kondisinya tidak nyaman saat rush hour, tetap saja ada sejumlah anker yang bersikap annoying. Kebiasaan buruk mereka membuat penumpang lain makin tidak merasa nyaman selama perjalanan. Penumpang model beginilah yang paling sering bikin jengkel dan memancing hipertensi.
1. Malas Pegangan
Handle untuk berpegangan pastinya disediakan di dalam gerbong KRL untuk membantu penumpang yang berdiri, supaya tidak jatuh saat KRL berjalan. Handle ini biasanya dipasang di sepanjang kedua sisi gerbong, jadi seharusnya bisa dimanfaatkan oleh penumpang yang berdiri.
Tapi herannya, saat kondisi penuh, ada saja penumpang yang malas berpegangan dan malah sibuk menggunakan kedua jempolnya untuk scrolling medsos di ponsel. Mereka merasa tidak perlu berpegangan karena toh kondisi gerbong sedang penuh, jadi tidak mungkin jatuh karena tertahan oleh tubuh penumpang lain.
Helaw! Menahan beban tubuh orang lain saat kereta melaju atau mengerem itu sakitnya luar biasa loh. Saya pernah mengalami hal ini dan akhirnya badan dan kaki saya sakit semua keesokan harinya. Apakah mereka semalas itu untuk berpegangan dan menahan tubuhnya sendiri?
2. Tidak Sadar Diri
Tidak sadar diri yang saya maksud disini bukan pingsan ya. Tapi lebih ke sikap pura-pura tidak tahu. Saya paham betul bahwa semua penumpang KRL berhak untuk duduk karena sama-sama bayar. Tapi dalam transportasi publik, biasanya ada kursi-kursi yang diprioritaskan untuk penumpang tertentu. Misalnya lansia, ibu hamil, dan penumpang disabilitas.
Saya suka heran, ada saja orang yang tidak sadar diri. Mereka biasanya suka pura-pura tidur, atau menutup telinganya sambil nonton atau main game, padahal dia duduk di kursi prioritas sementara di depannya ada penumpang yang lebih membutuhkan kursi tersebut.
Itu baru soal kursi prioritas. Ada lagi sudah tahu berdiri di depan pintu, tapi tidak mau keluar sebentar untuk memprioritaskan penumpang yang akan turun. Akibatnya sering terjadi dorong-dorongan karena penumpang yang akan turun terhalang orang yang tidak sadar diri tadi. Hal ini tentunya akan membahayakan dirinya sendiri dan penumpang lain.
Satu lagi. Saya paham betul smartphone adalah pembunuh bosan dan lelah yang paling digemari para anker saat di kereta. Jadi untuk yang suka main ponsel, please lihat-lihat sikon ya.Â
Saat rush hour semua orang pasti terburu-buru. Jangan bikin anker lain naik darah karena kita keasyikan main hp di dekat pintu masuk kereta / tangga / eskalator.
3. Mengganggu Penumpang Lain
Biasanya anker punya gerbong favorit. Jadi setiap hari ia selalu memilih gerbong di urutan tertentu. Dan karena itu pula beberapa penumpang jadi saling kenal karena selalu bertemu di gerbong yang sama.
Saya ingat betul pernah beberapa kali bertemu dengan beberapa orang yang sama di gerbong tertentu saat jam berangkat kantor. Dan sepertinya mereka janjian dengan yang lain karena mereka naik dari stasiun yang berbeda.
Memang seru kalau kita bisa saling mengobrol dengan orang yang kita kenal, sehingga perjalanan jadi tak terasa melelahkan. Tapi masalahnya, mereka ini ributnya minta ampun. Jelas mengganggu sebagian penumpang yang masih mengantuk karena kurang tidur.
Tak hanya ribut, mereka bahkan sampai oper-operan sarapan pagi, padahal sudah jelas di dalam gerbong tidak diperbolehkan makan dan minum. So pasti perilaku ini sangat mengganggu penumpang lainnya.
Itu baru soal ribut. Ada juga penumpang yang sengaja duduk di kursi lipat yang dibawanya sendiri. Ya paham sih mungkin dia lelah. Tapi tindakannya jelas mengganggu penumpang yang berdiri.
4. Tidak Menjaga Kebersihan
Ada alasan mengapa penumpang dilarang makan dan minum di dalam gerbong KRL, yakni untuk menghindari gerbong menjadi kotor karena remahan makanan / tumpahan minuman / sampah.
Tapi ada saja penumpang yang cuek dan terang-terangan nyampah di dalam gerbong. Hal ini jelas akan membuat penumpang lain merasa tidak nyaman. Meskipun di dalam gerbong ada petugas kebersihan yang selalu membersihkan gerbong menjelang tiba di stasiun akhir, alangkah baiknya jika para penumpang KRL juga turut menjaga kebersihan gerbong.
5. Mencuri hingga Berbuat Asusila
Dua kelakuan minus ini seringkali dijumpai justru di saat jam sibuk. Jujur saya tak habis pikir bahwa si pelaku seberani itu mengambil risiko diamuk massa akibat melancarkan aksinya.
Maka tak heran Pak Masinis selalu memberikan peringatan melalui mikrofon supaya penumpang selalu waspada terhadap barang bawaan atau orang-orang yang mencurigakan, terutama disaat kondisi gerbong padat penumpang.
Untungnya sampai saat ini saya tidak pernah (dan semoga tidak akan) menemui orang yang melakukan kedua hal ini.
Pentingnya Ketertiban & Toleransi di Transportasi Publik
Well, kewajiban menjaga ketertiban & bertoleransi tidak hanya di KRL, tapi juga transportasi publik lainnya. Setiap penumpang wajib mematuhi aturan yang sudah ditetapkan oleh pengelola transportasi publik. Semua aturan itu tentunya untuk kenyamanan dan keamanan bersama.
Kita sering mengeluhkan bahwa transportasi publik kurang nyaman sehingga sampai saat ini masih banyak orang yang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Ujung-ujungnya, banyaknya volume kendaraan dijadikan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kemacetan dan polusi udara.
Sebelum kita berkoar-koar soal transportasi publik yang tidak nyaman, sudahkah kita bercermin apakah kita telah menjadi penumpang yang tertib sehingga membuat orang lain ikut merasa nyaman saat menggunakan tranpsortasi publik?
Cherio!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H