Toko snack dan manisan pun tidak kalah heboh. Salah satu toko snack yang saya lewati, terlihat super hectic dari luar. Para pengunjung berjubel memborong berbagai macam snack, permen, dan manisan yang dijual per ons (100 gram), sementara penjaga toko melayani pelanggan sambil berteriak menawari pengunjung yg lewat. Bingung nggak tuh lihatnya.
Puas membakar mata dengan pemandangan serba merah menyala, kami pun mulai berburu kuliner. Saya sampai sengaja tidak makan banyak sebelum berangkat karena memang sudah berencana jajan ini-itu.
Sebelum menikah, kebetulan saya memang tinggal di perumahan yang mayoritas penghuninya orang Tionghoa. Oleh sebab itu, lidah saya pun sudah sangat akrab dengan cita rasa kuliner khas Tionghoa.
Jadilah saya jajan macam-macam di sana. Kuliner yang paling bikin saya kangen adalah Chicongfan! Pernah dengar makanan ini?
Chicongfan sejatinya adalah camilan gurih yang terbuat dari adonan tepung beras. Katanya sih, kuliner ini berasal dari Guangdong, Tiongkok. Tapi di Medan pun Chinese Food ini lumayan terkenal loh. Pedagang Chicongfan biasanya naik sepeda membawa dagangannya dalam boks alumunium.
Nah, Chicongfan ini bentuknya seperti kwetiau tapi lebih lembut. Kalau di restoran dimsum biasanya diisi daging. Sementara di pedagang kaki lima biasanya disajikan bersama camilan gorengan lain seperti lumpia, uyen, dan siomay/dimsum. Digunting menjadi potongan kecil lalu diberi saus pedas-manis dan kecap asin, lengkap dengan topping wijen dan bawang goreng. Rasanya? Hao chi shen jing bing lah pokoknya!
Nah, kira-kira seperti itulah meriahnya suasana di Chinatown Glodok satu minggu sebelum Imlek. Tiga tips dari saya untuk kalian yang mau cek ombak di kawasan Chinatown menjelang Imlek. Pakai outfit & alas kaki yang nyaman, bawa air minum, dan jangan lupa foto-foto!
Sebelum saya pulang, rasanya kurang afdol kalau tidak membawa pulang sesuatu dari lokasi belanja yang bersejarah ini. Akhirnya saya pun membeli selusin angpao untuk kenang-kenangan. Sayang, tidak ada isinya! Hihih..