Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

AMR, Mungkinkah Menjadi Silent Pandemic Berikutnya?

18 November 2022   07:00 Diperbarui: 18 November 2022   18:20 1570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi uji sensitivitas antibiotik. Biakan bakteri digores pada media agar lalu diletakkan disc antibiotik. Area jernih menunjukkan tidak adanya pertumbuhan bakteri / bakteri tidak resisten. (Sumber: en.wikipedia.org)

Tidak sesuai yang disini bisa karena salah penggunaan (misuse) atau penggunaan berlebih (overuse). Salah penggunaan misalnya ketika seseorang sakit flu, dia malah minum antibiotik, padahal flu disebabkan oleh infeksi virus.

Sedangkan penggunaan berlebih (overuse) bisa terjadi ketika seseorang terus menerus mengkonsumsi antibiotik dalam jangka waktu yang lama karena penyakitnya tak kunjung sembuh, padahal penggunaan antibiotik umumnya hanya 3 hingga 7 hari.

Lain cerita jika pasien terinfeksi TBC loh ya. Jika sakit tak kunjung sembuh, sebaiknya pasien menghubungi dokter untuk meminta penggantian jenis antibiotik atau terapi pengganti lainnya.

Selain karena penggunaan antimikroba yang tidak tepat, faktor ketidakpatuhan pasien juga bisa menjadi salah satu penyebab risiko resistensi antimikroba.

Misal ketika seharusnya pasien menggunakan antibiotiknya selama 5 hari, kemudian ia menghentikan pengobatannya dihari ketiga karena merasa sudah sembuh dan tidak ada gejala. Atau ketika pasien TBC tidak patuh meminum antibiotiknya setiap hari.

Hal ini akan menyebabkan mikroba tidak mati dengan tuntas, melainkan menyesuaikan diri dengan 'serangan' antimikroba tersebut. Risiko AMR akan semakin tinggi jika hal tersebut terjadi berulang.

Residu Antibiotik pada Hewan

Pernah dengar bahwa penggunaan antibiotik tertentu pada pakan hewan unggas seperti ayam dapat meningkatkan pertumbuhan? Pemberian Antibiotic Growth Promotor (AGP) ini dulunya bertujuan untuk mengelimir bakteri pada saluran pencernaan hewan, supaya hewan dapat tumbuh dengan baik dan memperoleh bobot yang lebih besar.

Namun pada akhirnya penggunaan AGP ini seringkali tidak terkontrol dan menyebabkan menumpuknya residu antibiotik pada tubuh ayam. Akibatnya ketika ayam-ayam tersebut dikonsumsi oleh manusia, maka manusia akan ikut terpapar residu antibiotik dan berisiko menyebabkan resistensi antibiotik.

Apa yang selanjutnya terjadi? Resistensi antibiotik akan menyebar lebih luas dan menyebabkan antiobiotik tertentu tidak lagi bisa efektif dalam mengobati penyakit infeksi pada manusia. Ngeri ya?

Layanan Kesehatan yang Tidak Memadai

Tidak bisa dipungkiri bahwa ketersediaan layanan kesehatan saat ini masih belum memadai dan merata di wilayah-wilayah tertentu. Jangan dulu bicara ke negara-negara miskin dan penuh konflik.

Di Indonesia sendiri layanan kesehatan maupun akses terhadap obat-obatan masih belum merata. Entah karena jarak yang jauh, akses transportasi yang tidak memadai, hingga kurangnya ketersediaan tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun