Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

[Resensi] Lebih Aware dengan Konflik Rumah Tangga melalui "Lebih Senyap Dari Bisikan"

6 Mei 2022   07:00 Diperbarui: 9 Mei 2022   19:30 935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Di akhirat nanti, kalau aku ketemu Tuhan akan kutanyakan kenapa Dia bikin tubuh perempuan seperti makanan kaleng. Kubayangkan di bawah pusar atau pantatku ada tulisan: Best before: Mei 2026." - Lebih Senyap dari Bisikan.

Petikan kalimat di atas langsung membuat saya penasaran ketika membaca sinopsis di bagian belakang sampul buku. Dan saya pun jadi berpikir bahwa pertanyaan semacam itu ada benarnya juga sih..

Blurb

Buku ini menceritakan kisah pasangan suami istri, Baron dan Amara, yang tengah dihujani pertanyaan bercampur tekanan dari orang-orang di sekitar mereka "Mengapa mereka belum punya anak?"

Awalnya Amara dan Baron tidak terlalu menganggap serius. Tapi lama kelamaan keduanya merasa gerah juga. Ketika tanpa disadari Amara sudah berkali-kali mengikuti acara baby shower teman-temannya. 

Ketika di setiap pertemauan keluarga, mereka justru merasa lampu sorot selalu diarahkan kepada mereka dan dihujani pertanyaan macam 'Kok belum jadi juga sih? Kurang ahli kali bikinnya?' atau 'Sudah cek ke dokter belum, atau program saja ke dokter' atau 'Ambil anak angkat saja untuk pancingan' dan ujung-ujungnya 'Kurangin dulu kerjaan, kamu pasti kecapekan'.

Dan mereka semakin merasa waswas ketika menyadari bahwa ada risiko yang mengintai ketika wanita mengalami kehamilan pertama di usia 40an ke atas. 

Amara pun mulai melakukan cara-cara yang boleh dibilang obsesif demi bisa hamil. Bahkan ia mengatur jadwal secara ketat dengan suaminya demi memperoleh timing yang pas.

Ketika akhirnya usaha keduanya berhasil, rupanya ada masalah lain yang sudah menanti. Diceritakan bahwa Amara mulai kesulitan beradaptasi dengan peran barunya sebagai seorang ibu. Ia bahkan akhirnya memilih resign karena perannya sebagai seorang ibu tidak bisa maksimal jika sambil bekerja.

Tekanan lain datang dari ibu Amara yang mengambil alih kontrol, seakan menyindir Amara bahwa ia tidak becus mengurus anak. Amara dan ibunya sempat putus hubungan sejak Amara bersikeras menikah dengan baron yang berbeda keyakinan dengannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun