"Maka kali ini Genghis Khan menghunus pedangnya, mengambil cangkir itu, dan mengisinya kembali, satu matanya tertuju pada air yang menetes-netes dan satunya lagi pada si burung rajawali. Setelah cangkirnya cukup banyak terisi air dan dia sudah siap meminumnya, si burung rajawali lagi-lagi melesat terbang ke arahnya. Dengan satu tusukan, pedang Genghis Khan menancap di dada burung itu." -- Seperti Sungai yang Mengalir.
Blurb & Moral Cerita
Well, buku yang mau saya share kali ini bukan bercerita mengenai Genghis Khan dan burung rajawalinya. Paragraf di atas adalah penggalan dari salah satu cerita pendek yang dituturkan oleh si penulis, Paulo Coelho.
Saya rasa nama Paulo Coelho sudah tidak asing lagi bagi para penggemar dunia perbukuan. Beliau adalah seorang novelis dari Brasil yang sudah banyak sekali menerbitkan buku yang sangat menginspirasi pembacanya. Meskipun saya bukan penggemar beratnya, saya memiliki beberapa buku karya Paulo Coelho. Dan saya akui kisah-kisahnya menarik untuk direnungkan oleh pembaca-pembacanya. Salah satunya yang berjudul "Seperti Sungai yang Mengalir" dengan judul asli "Like the Flowing River" yang telah diterjemahkan ke 23 bahasa.
Buku ini boleh dibilang merupakan kumpulan cerita atau renungan berdasarkan pengalaman penulis dengan berbagai topik dan setting. Dari sekitar 90 cerita pendek yang disajikan dalam buku ini, ada sepuluh cerita yang sangat menyentuh dan cukup relate dengan diri saya. Saya akan bagikan beberapa diantaranya.
Kisah Sebatang Pensil
Cerita ini berisi tentang nasihat seorang nenek kepada cucunya dengan perumpamaan sebatang pensil kayu. Ada lima nasihat yang bisa dipetik dengan mengibaratkan diri sebagai pensil kayu.
Pesan yang bisa dipetik dari cerpen ini adalah bahwa ketika kita sanggup melakukan hal-hal besar, maka harus diingat bahwa selalu ada tangan yang membimbing dan membantu kita, yakni tangan Tuhan.
Selain itu, ibarat pensil yang perlu diraut supaya lebih tajam dan nyaman digunakan untuk menulis, kita pun perlu sesekali merasakan sakit dan menanggung beban dan kesedihan, untuk bisa menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih kuat. Dan ada kalanya hasil tulisan sebuah pensil dihapus karena salah. Sama halnya dengan kita yang mungkin sesekali melakukan kesalahan dalam menjalani hidup. Kita boleh menghapus untuk memperbaikinya supaya apa yang kita jalani tetap pada jalurnya.
Mungkin kita tidak menyadari, bahwa yang paling penting dari sebuah pensil kayu adalah grafit di bagian dalamnya. Oleh sebab itu kita pun tidak boleh hanya mementingkan apa yang tampak dari luar diri kita semata, melainkan apa yang berada di dalam diri kita.
Dan pastinya, pada akhirnya pensil akan selalu meninggalkan bekas, yakni guratan tulisan atau gambar. Oleh sebab itu dalam menjalani hidup, kita harus selalu menyadari agar berhati-hati sebelum berkata-kata, berperilaku, dan bertindak untuk meminimalisir penyesalan di kemudian hari.
Pedoman Mendaki Gunung
Dalam cerita ini, gunung diibaratkan sebagai impian dan cita-cita yang ingin kita raih. Dan untuk mencapainya, kita perlu lebih dulu mengenali 'gunung' yang ingin kita daki dan bukannya hanya ikut-ikutan atau terpengaruh oleh omongan orang lain.
Setelah mengenali 'gunung' tersebut, kita harus mempelajari bagaimana cara mencapainya. Seperti ungkapan 'Banyak jalan menuju Roma', kita harus memilih rute mana yang akan kita tempuh. Pertimbangkan juga waktu tempuh dan hambatan apa saja yang mungkin akan kita temui, sehingga kita bisa mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan untuk mengatasinya.
Selain itu, jangan pernah merasa gengsi untuk belajar dari orang lain yang berpengalaman. Mereka mungkin bisa memberikan tips tertentu yang bisa jadi akan sangat membantu kita di dalam perjalanan.
Saat mendaki gunung, bisa jadi pemandangan di sekitar kita berubah-ubah. Tidak ada salahnya kita berhenti sejenak untuk melihat-lihat. Pun dalam perjalanan kita mencapai impian, bisa jadi kita menemukan hal-hal baru yang menarik. Tidak ada salahnya kita menyisihkan waktu untuk menikmati dan mengamatinya. Namun yang penting, kita tidak boleh lupa dengan tujuan kita yang sebenarnya, yakni mencapai puncak.
Dan yang tak kalah penting, dalam usaha mendaki 'gunung' kita juga harus memperhatikan kesejahteraan tubuh dan jiwa kita. Menjaga asupan yang bergizi, bergerak aktif, dan memotivasi diri, penting untuk dilakukan untuk mendukung usaha kita.
Dan ketika akhirnya mencapai puncak, tentunya kita boleh merayakan keberhasilan kita sebagai bentuk apresiasi atas perjuangan dan jerih payah yang sudah kita lakukan. Rasakan hembusan angin sejuk dan nikmati pemandangan indah dari atas.
Oh ya, jangan lupa juga untuk membagikannya kepada orang lain (bukannya menyombongkan loh ya), supaya orang lain juga terinspirasi untuk menemukan dan mendaki gunung mereka masing-masing.
Genghis Khan dan Burung Rajawalinya
Penggalan kisah yang saya tulis di atas, berasal dari cerita berjudul Genghis Khan dan Burung Rajawalinya. Genghis Khan merupakan seorang pejuang terkenal di Mongolia karena dialah yang mempersatukan bangsa Mongolia dan mendirikan Kekaisaran Mongolia.
Dikisahkan ia memiliki seekor burung rajawali yang dianggap seperti sahabatnya sendiri. Burung rajawali ini selalu bertengger di bahunya dan mengikuti Genghis Khan di setiap perburuannya. Rajawali ini mampu terbang tinggi dan melihat segala sesuatu yang tidak bisa dilihat manusia.
Suatu hari ketika Genghis Khan dan rombongannya gagal dalam perburuan mereka, Genghis Khan pergi berkuda seorang diri bersama rajawalinya. Tibalah ketika ia merasa haus, Genghis Khan melepaskan rajawalinya dan mengeluarkan cangkirnya lalu mengisinya dengan tetesan air dari sebuah batu karang.
Tak disangka burung rajawalinya bolak-balik menyerang Genghis Khan dan menumpahkan isi cangkirnya setiap kali telah terisi. Meskipun ia sangat menyayangi rajawalinya, ia tidak bisa memaklumi perilaku tidak hormat seperti itu dan khawatir ia akan dicemooh prajuritnya karena tidak mampu menjinakkan seekor burung.
Maka pada upaya terakhir kalinya untuk minum, Genghis Khan menghunuskan pedangnya ke dada burung rajawali kesayangannya ketika burung itu kembali menyerangnya.
Namun karena tetesan airnya sudah habis, Genghis Khan mencari sumber mata airnya. Tapi tak disangka, ia justru menemukan bangkai seekor ular yang sangat berbisa di genangan air tersebut. Seandainya tadi ia meminum air tersebut, pastilah kini ia sudah mati.
Pada akhirnya Genghis Khan membangun sebuah patung rajawali berukuran besar dan terbuat dari emas. Dan di salah satu sayapnya terukir kalimat: "Saat seorang sahabat melakukan hal yang tidak berkenan di hatimu sekalipun, dia tetaplah sahabatmu".
Well, itu hanya sepenggal kisah dan moral dari 3 cerita pendek di antara 10 kisah lainnya yang sangat relate dengan saya. Dan mungkin masing-masing pembaca akan menemukan inspirasi mereka masing-masing pada cerita-cerita lainnya dari buku ini.
Rekomendasi
Tidak seperti novel Paulo yang lain, ketika membaca buku ini, saya merasa si penulis sendiri yang sedang berbagi cerita dengan saya. Tentu dengan gaya bahasa yang santai dan ringan, seperti seorang teman yang menceritakan pengalaman hidupnya. Jadi rasanya tidak bosan meskipun isinya berupa renungan-renungan kehidupan.
Dan karena buku ini merupakan kumpulan cerita pendek, membacanya di saat waktu luang yang sempit pun rasanya cukup untuk memberikan hiburan dan relaksasi sejenak. Beda dengan novel yang bisa membuat pembacanya penasaran dengan kisah selanjutnya. Buku ini mengajak kita untuk menghayati setiap aliran kehidupan yang kita jalani dan mungkin juga salah satu dari ceritanya akan mengingatkan diri kita akan sesuatu?
Who knows...
Judul buku: Seperti Sungai yang Mengalir (Buah Pikiran dan Renungan)
Penulis: Paulo Coelho
Penerbit & tahun terbit: Gramedia Pustaka Utama, 2017
Jumlah Halaman: 303 halaman
Rekomendasi pribadi: 4.5 (skala 5).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H