Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Kala Terjebak di Antara Konflik Para Atasan

7 Juni 2021   07:00 Diperbarui: 7 Juni 2021   08:41 1108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terjebak konflik atasan (Sumber: istockphoto.com)

Terlibat dalam konflik dengan rekan kerja? Ah, biasa.

Punya konflik dengan atasan? Pasti banyak.

Kalau terjebak di antara konflik para atasan? Hmmm...

Oke, mungkin tulisan saya kali ini cocoknya untuk mereka yang bekerja di kantoran dan memiliki atasan ya. Tapi kalau pembaca sekalian ada yang sudah jadi bos, ya boleh juga lah dibaca-baca tulisan saya ini, supaya memahami apa yang kira-kira dialami oleh para rakyat jelata (baca: bawahan).

Hingga tulisan ini saya publikasikan, saya sudah bekerja sebagai pegawai kantoran selama 8 tahun. Dan selama 8 tahun itu, frekuensi saya pindah kantor bisa dihitung jari. Lumayan awet memang, padahal boleh dikatakan atasan saya sering bikin saya hipertensi, capek hati capek jantung. 

Saya harus berusaha panjang sabar dan tidak baperan, supaya bisa betah. Ya maklumlah, sekarang ini tidak mudah memperoleh pekerjaan kan. Jadi tidak semua orang bisa dengan mudah resign setiap kali bertemu rekan atau atasan yang tidak cocok.

Meskipun saya pernah punya atasan yang "unik" seperti itu, saya bersyukur masih bisa menikmati jobdesc yang dibebankan kepada saya dan sejauh ini hubungan dengan rekan kerja juga kondusif.

Tapi meskipun hubungan kerja antara kita dengan atasan atau rekan lainnya baik, tapi kalau kebetulan atasan kita memiliki konflik dengan pimpinan lain, tentu akan menimbulkan suasana tidak nyaman bagi bawahannya.

Ditambah lagi jika atasan langsung kita mewanti-wanti supaya kita behati-hati terhadap personil tertentu karena konflik yang terjadi di antara mereka. Tentu para bawahan yang seharusnya mengikuti arahan dan ritme atasan langsungnya, jadi suka merasa tidak enak dan dilema. Apalagi jika pekerjaan kita bersinggungan dengan personil-personil di bawah para pimpinan yang sedang bersitegang. Mau berdiskusi takut dicurigai, tapi kalau diam-diam saja lebih salah lagi.

Kebetulan saya lumayan sering berada dalam situasi seperti ini. Dan rasanya betul-betul tidak nyaman. Tak jarang saya merasa menjadi messenger di antara para atasan yang sedang berkonflik, padahal ada hal-hal tertentu yang seharusnya dibicarakan langsung oleh mereka karena merekalah yang menjadi eksekutor (pengambil keputusan). Akibatnya beberapa pekerjaan saya yang membutuhkan keputusan dari mereka malah jadi terhambat karena masalah komunikasi. Kalau sudah begitu, bawahan lagi yang kena getahnya karena dianggap lambat menyelesaikan pekerjaan. Pengen garuk-garuk tembok rasanya!

Tapi tetap saja dalam bekerja profesionalitas harus selalu diusahakan, bukan? Saya pernah iseng-iseng googling mencari tips dan trik yang bisa saya tiru jika menghadapi situasi seperti ini, tapi saya tidak menemukan jawaban yang memuaskan. Alhasil saya hanya bisa mengamati situasi dan tukar pikiran dengan rekan kerja yang bisa saya percaya.

Menurut saya ada tiga sikap yang bisa kita ambil dalam memposisikan diri ketika terjebak di antara konflik para atasan:

1. Berusaha bersikap netral

Ingat, yang berkonflik adalah atasan-atasan kita. Baik itu konflik terkait pekerjaan maupun pribadi. Sangat wajar bila dalam hati kita memihak salah satu dari mereka, tapi sebaiknya usahakan tidak (terlihat) memihak siapapun.

Apa yang sering terjadi jika kita memihak salah satu dari mereka, kita cenderung mengabaikan SOP tertentu. Misal melewati atau mengabaikan hal-hal yang seharusnya kita koordinasikan dengan personil atau pimpinan tertentu. Jadi usahakan kita tetap menjalani pekerjaan kita sesuai SOP yang ada.

Saya yakin betul mereka yang berkonflik, menyadari bahwa para bawahannya aware dengan konflik yang terjadi, meskipun mereka tidak menceritakannya pada kita secara langsung.

Apabila salah satu dari mereka mengetahui ke mana kita memihak, justru akan membuat posisi kita semakin tidak nyaman dan mungkin tidak aman. Maksudnya gimana tuh?

Tentu kita tidak tahu ke mana politik kantor mengarah. Tidak menutup kemungkinan justru atasan kita yang tersingkir. Dan pada saat itu terjadi, bisa saja posisi kita jadi berbahaya karena orang lain tahu ke mana kita memihak. Males banget kan kalau kita ikut terseret konflik yang sebenarnya kita pun tidak terlibat di dalamnya?

2. Jangan jadi "kompor"

Beberapa atasan mungkin ada yang curcol kepada bawahannya mengenai konflik yang terjadi, baik secara sengaja maupun tidak. 

Satu hal yang perlu kita ingat adalah jangan jadi "kompor", tapi berkomentarlah dengan wajar dan jika memang diperlukan.

Yah memang pada dasarnya manusia suka bergosip sih. Tapi sebaiknya kita menahan diri jika berada dalam situasi seperti ini. Tidak perlu memanas-manasi atasan kita supaya suasana tidak semakin keruh. Tipikal atasan yang temperamental dan tidak mau disalahkan, akan mudah sekali dipanasi-panasi.

Tapi lain halnya jika tipe atasan kita tidak konservatif, melainkan memiliki pemikiran yang luas dan terbuka terhadap kritik dan saran. 

Sumber: geralt via pixabay.com
Sumber: geralt via pixabay.com
Jika kita dimintai pendapat, berikanlah komentar yang objektif. Bagaimana cara kita memandang akar permasalahan di antara mereka dan kira-kira sikap seperti apa yang harus diambil.

3 . Keep your mouth

Tidak menutup kemungkinan ada pihak-pihak lain yang "kepo" dan bergunjing di belakang para pimpinan yang sedang berkonflik. 

Jika ada rekan kerja yang bertanya-tanya pada kita, tidak perlu kita gembar-gemborkan apa permasalahannya, siapa yang menurut kita salah, siapa yang seharusnya minta maaf, sikap apa yang seharusnya diambil para atasan, dan lain sebagainya.

Well, kita juga tidak perlu bersikap pura-pura tidak tahu seakan keadaannya baik-baik saja. Tapi usahakan agar menjaga mulut kita untuk tidak mengomentari hal-hal yang tidak perlu. Apalagi kalau kita tidak tahu detail masalahnya. Sekali lagi ingat, yang berkonflik bukanlah kita.

Dari ketiga sikap di atas mungkin ada yang berpikir, "Ih, lo cari aman banget sih! Gak usah munafik lah"

Saya memaklumi kalau ada yang berpikir seperti itu. Tapi poin saya bukan perkara cari aman, tapi sikap apa yang seharusnya kita ambil supaya kita tetap bisa menjalankan pekerjaan kita secara profesional dan tetap berhubungan dengan baik dengan rekan kerja satu tim maupun di luar tim. 

Saya sendiri masih berusaha untuk menjaga sikap apabila berada dalam situasi tersebut. Susah-susah gampang memang, karena konflik akan selalu ada kemungkinan untuk muncul. Tapi yang penting adalah bagaimana kita menyikapinya supaya konflik tersebut tidak berkepanjangan atau melebar ke mana-mana.

Cherio!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun