Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama FEATURED

Menghindari Pemikiran Toxic Positivity dalam Fenomena Generasi Sandwich

6 Desember 2020   18:07 Diperbarui: 29 Juli 2022   07:43 1873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: www.istockphoto.com)

Kalau saya googling, ada beberapa contoh cara menyiasati keuangan yang bisa diterapkan oleh Generasi Sandwich. Tenang, saya tidak akan membahas cara-cara mengelola keuangan Generasi Sandwich karena saya bukan seorang pakar di bidang finansial dan saya juga tidak ingin berlagak sok tahu dengan mengajari ini-itu. 

Saya yakin setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang tidak sama dengan kondisi keluarga lainnya. Namun sebaiknya semua itu dibicarakan dengan mempertimbangkan kondisi keuangan masing-masing.

Ilustrasi: indianhealthyrecipes.com
Ilustrasi: indianhealthyrecipes.com
Usahakan untuk berhenti di kita
Saya setuju kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan orangtua yang tidak mempersiapkan masa pensiunnya dengan matang. Bisa jadi, dulu persiapan masa pensiun bukan jadi prioritas mereka, karena justru yang menjadi prioritas mereka saat itu adalah kita. Seluruh dana yang ada, digunakan untuk mendukung biaya hidup dan pendidikan kita. Bahkan tak jarang berhutang sana-sini bila diperlukan. 

Apakah kita tega menyalahkan orangtua di saat mereka dulu justru banting tulang memperjuangkan kesejahteraan kita? Apakah kita tega mengabaikan dan melihat orangtua kesusahan di masa tua mereka? Pastinya tidak kan. Pertanyaan selanjutnya, apakah kita mau terus-terusan menjalani kondisi finansial yang terhimpit seperti itu?

Setelah melakukan komunikasi dua arah dan tercapai kesepakatan, ada baiknya Generasi Sandwich memutus rantai tersebut hanya sampai di mereka. Contoh, jika kita sudah memahami bahwa tidak mempersiapkan dana pensiun adalah salah satu penyebab orangtua kita tidak bisa mandiri di masa tuanya, maka kita harus memutus rantai dengan mulai mempersiapkan dana pensiun. Misalnya dengan berinvestasi di bidang saham, emas, hingga properti.

Yah, situ sih gampang kalau ngomong. Apalagi kalau punya penghasilan bulanan yang rutin yang bisa disisihkan untuk dana pensiun.

Saya tahu di mana-mana kalau cuma ngomong atau ngasih saran doang memang gampang. Tapi balik lagi, kalau kita tidak mau memikirkan jalan keluar dan mulai melakukan perubahan, fenomena Generasi Sandwich tetap saja akan terus menurun ke generasi-generasi berikutnya. Mau seperti itu?

Fenomena Generasi Sandwich bisa mengubah tren prioritas kaum muda
Tekanan finansial yang dialami Generasi Sandwich sedikit banyak menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan atau pergeseran prioritas kaum muda masa kini. 

Kalau dulu pernikahan termasuk dalam salah satu prioritas utama setiap orang ketika ingin melangkah ke jenjang kehidupan berikutnya, kini pernikahan dan berkeluarga bukan lagi menjadi prioritas. 

Apalagi ketika seseorang telah melihat banyak contoh di mana kehidupan berkeluarga nyatanya tidak membuat keadaan menjadi lebih baik karena adanya tekanan finansial.

Mereka jadi berpikir, untuk apa menikah dan berkeluarga kalau ujung-ujungnya harus hidup pas-pasan karena menanggung biaya hidup tiga generasi? Mereka tidak lagi peduli dengan omongan orang terutama yang menganut kultur ketimuran seperti orang Indonesia, di mana seakan-akan ada step-step tak kasat mata yang seharusnya ditempuh oleh setiap orang. Mulai dari lulus sekolah, bekerja beberapa tahun, menikah, punya anak, merawat orangtua dan seterusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun