Salah satu efek pandemi Covid-19 yang membuat saya agak kesal adalah ketika kita jadi lebih sulit untuk jalan-jalan ke luar kota, ke luar pulau, apalagi ke luar negeri. Alhasil saya saya cuma bisa buka foto-foto lama dan merencanakan ke mana saja saya akan pergi jalan-jalan begitu semuanya back to normal (bukan New Normal). Eh, tapi mungkin gak ya?
Bali, pulau eksotis yang tak pernah membuat bosan para pengunjungnya termasuk saya. Saking terkenal akan keeksotisannya, orang-orang di luar sana lebih mengenal Bali daripada Indonesia. Hu..hu..
Seingat saya, sudah empat kali saya mengunjungi Bali dan terakhir tahun 2017. Meski begitu, saya belum bosan sama sekali. Begitu saya punya kesempatan lagi untuk menginjak Bali, saya berencana untuk mengeksplorasi tempat-tempat lain yang belum pernah saya kunjungi, misalnya pura-pura yang termasuk dalam Pura Kahyangan Jagat.
Pura Kahyangan Jagat ini adalah pura-pura yang mengelilingi Pulau Bali dan dipercaya oleh masyarakat Hindu di Bali sebagai stana 9 dewa penguasa 9 mata angin, yang disebut juga Dewata Nawa Sanga. Sembilan pura tersebut antara lain, Pura Lempuyang, Pura Besakih, Pura Uluwatu, Pura Goa Lawah, Pura Andakasa, Pura Batukaru, Pura Bukit Pengelengan, Pura Pasar Agung dan Pura Ulun Danu.
Berhubung saya baru mengunjungi dua pura, yaitu Pura Uluwatu dan Pura Ulun Danu, dan saya sudah pernah cerita tentang Pura Uluwatu, jadi cerita saya kali ini adalah tentang Pura Ulun Danu.
 Pura Eksotis di Tepi Danau Beratan
Pura Ulun Danu Beratan termasuk salah satu pura terbesar di Bali dan lokasinya terletak di tepi Danau Beratan. Letaknya lumayan jauh dari Denpasar, sekitar 50 km ke utara di jalan utama Bedugul-Singaraja. Menurut kisah yang tercantum dalam Lontar Babad Mengwi, Pura Ulun Danu didirikan sekitar tahun saka 1556 (tahun 1634 M) oleh I Gusti Agung Putu, Raja Mengwi, setelah kemenangan melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng.
Kunjungan terakhir saya ke Pura Ulun Danu ya di tahun 2017 itu. Saya ingat betul pergi ke sana dengan tiga teman saya dengan mengendarai motor sewaan selepas kunjungan kami ke Tanah Lot. Jauh benar rasanya, pinggang jadi terasa kaku! Mana udaranya semakin lama semakin dingin.
Tapi nyatanya lelahnya pinggang kami terbayar dengan keindahan Pura Ulun Danu. Kunjungan saya pertama kali ke tempat ini adalah ketika saya ikut study tour kelas 3 SMP dan ingatan saya tentang pura ini sudah menguap saking lamanya. Saya cuma ingat bentuk pura yang khas berdiri di tengah air.
Keeksotisan pura menjadi salah satu ikon wisata Pulau Bali dan diabadikan sebagai gambar dalam lembar mata uang pecahan 50,000 rupiah. Untungnya saat itu saya punya uang pecahan 50,000 jadi saya bisa foto ala-ala kekinian.
Ternyata Terdiri dari Lima Kompleks Pura
Pura Ulun Danu sebenarnya digunakan untuk upacara persembahan kepada Dewi Danu (dewi air, danau dan sungai), karena Danau Beratan merupakan salah satu danau penting untuk irigasi.
Satu hal yang baru saya tahu (dan mungkin juga pembaca sekalian), bahwa Pura Ulun Danu sejatinya merupakan kompleks dari lima pura dan satu stupa. Jadi Pura Ulun Danu bukanlah nama pura yang ada di pecahan 50,000 tadi.
Lima kompleks pura tersebut antara lain:
1. Pura Penataran Agung
Pura ini menghadap ke selatan dan dapat kita lihat setelah memasuki Candi Bentar menuju Beratan, dan ditujukan untuk memuja Tri Purusha Siwa yakni Siwa, Sadha Siwa dan Parama Siwa.
Pura ini dapat kita lihat setelah melewati ticket box dan masuk ke area Ulun Danu Beratan, dan difungsikan sebagai istana Bhatari Durga. Penanda utama pura ini adalah adanya pohon beringin yang berukuran besar.
3. Pura Dalem Purwa
Di dalam Pura Dalem Purwa terdapat tiga pelinggih (tempat pemujaan) utama yaitu Pelinggih Dalem Purwa sebagai tempat persemayaman Bhatari Durga dna Dewa Ludra yang dipuja sebagai sumber kemakmuran, Bale Murda Manik dan Bale Panjang. Berhubung tempat ini termasuk tempat suci sebagai tempat upacara, wisatawan tidak diperbolehkan masuk. Jadi saya hanya bisa melihat dari luar gerbang.
Pura ini difungsikan sebagai tempat melaksanakan Upacara Melasti (penyucian diri untuk menyambut hari raya Nyepi) oleh masyarakat sekitar. Letaknya berada di sisi timur Hotel Enjung Beji, namun karena keterbatasan waktu, saya tidak sempat melihat area ini.
Nah pura yang sering kita lihat di lembar uang Rupiah pecahan 50,000 dan sekaligus menjadi salah satu ikon terkenal Bali adalah Pura Lingga Petak ini. Sama seperti bentuk pura pada umumnya, Pura Lingga Petak memiliki 11 atap yang didesikasikan untuk Siwa dan istrinya, Parwati (Dewi Danu).Â
Selain kelima pura itu, ada juga 1 buah Stupa Buddha yang terletak di luar area utama kompleks Pura Ulun Danu, dan menjadi simbol keselarasan dan harmoni beragama.
Sayang sekali karena hari sudah mulai sore, kami harus segera kembali ke Denpasar dan menikmati warna-warni senja di Pantai Double Six sambil minum cocktail. Ahay!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H