Jika melihat situasi dan kondisi belakangan ini, entah kenapa suka muncul pikiran random di benak saya. Terutama ketika melihat suasana di tempat umum seperti stasiun, minimarket, angkutan umum, jalan tol, restoran dan lainnya.Â
Terlepas dari dampak negatif yang dibuatnya, terkadang saya suka merasa amaze bagaimana Pandemi Covid-19 ini mampu memaksa masyarakat untuk mengubah gaya hidup dan rutinitasnya.
Salah satu yang paling terlihat mencolok adalah 'memaksa' orang-orang untuk berperilaku hidup bersih (sanitasi diri). Mulai dari sering-sering mencuci tangan, menggunakan masker atau face shield, hingga menjaga jarak aman demi menghindari terpapar droplet yang merupakan cara utama penularan Covid-19.Â
Berbagai aturan kebiasaan yang baru atau dikenal dengan istilah New Normal memang terkadang membuat seseorang lebih repot, meski tujuannya baik.
Usai masa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dilonggarkan, masyarakat yang tadinya cuma bisa berdiam di rumah, kini berangsur-angsur mulai bisa beraktivitas seperti biasa, namun tetap harus mematuhi dan melaksanakan protokol kesehatan.Â
Selain itu, satu hal yang pasti adalah masyarakat kini mulai concern dalam hal menjaga sistem kekebalan tubuhnya (imunitas) dengan baik. Tujuannya tak lain supaya terhindar dari berbagai macam penyakit.
Menjaga imunitas dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, mulai makan teratur dengan gizi seimbang, melakukan aktivitas fisik secara rutin (olahraga), tidur yang cukup dan berkualitas, hingga mengkonsumsi Suplemen Kesehatan baik yang berbahan aktif alami maupun sintesis. Tapi kalau diperhatikan sih, masyarakat kini lebih memilih bahan-bahan yang organik maupun alami.
Sekilas Tentang Imunitas
Saya rasa sudah banyak yang tahu apa itu imunitas. Tapi mungkin masih ada yang belum paham betul bagaimana sistem imunitas bekerja dalam tubuh seseorang. Jadi saya akan coba jabarkan secara singkat dan sederhana saja ya.
Sistem kekebalan tubuh dibagi menjadi dua yaitu Sistem Kekebalan Alami/Bawaan (Innate Immune) dan Kekebalan Adaptif (Adaptive Immune).
Sistem Kekebalan Bawaan
Sistem Kekebalan Bawaan berfungsi untuk menghalangi masuknya penyakit, tapi tidak secara spesifik. Oleh sebab itu disebut juga Sistem Kekebalan Non-spesifik.Â
Benda asing yang masuk ke dalam tubuh, akan melewati pertahanan lapis pertama lebih dulu. Contohnya kulit/membran mukosa, kelenjar keringat yang mengeluarkan zat kimia yang bersifat bakterisid (membunuh bakteri), rambut pada lubang hidung hidung, dan flora normal.Â
Yang termasuk dalam sistem kekebalan non-spesifik misalnya reaksi inflamasi/radang (sel/jaringan yang rusak oleh mikroba akan mengirimkan sinyal berupa pelepasan senyawa kimia histamin yang menyebabkan radang), protein Interferon yang dikeluarkan oleh sel yang terinfeksi virus untuk mengganggu replikasi virus, Natural Killer Cell (Sel NK).
Sistem Kekebalan Adaptif
Sistem Kekebalan Adaptif akan menghasilkan pertahanan yang spesifik ketika ada benda asing (misal virus/bakteri) yang masuk ke dalam tubuh, dengan cara menghasilkan antibodi yang spesifik untuk melawan antigen tertentu yang dimiliki oleh virus/bakteri tersebut.
Karena sistem kekebalan ini memiliki kemampuan mengenali antigen tertentu, konsep inilah yang diaplikasikan pada imunisasi/vaksinasi, yakni dengan memasukkan bakteri/virus yang dilemahkan untuk merangsang tubuh menghasilkan antibodi yang dapat mengenali dan melawan antigen dari vaksin tersebut. Sel yang berperan dalam proses ini adalah Leukosit jenis Limfosit (T & B).
OBA untuk Memelihara Daya Tahan Tubuh
Keamanan dan khasiat suatu Obat Bahan Alam (OBA) dibuktikan dengan Data Empiris dan Data Ilmiah. Data Empiris diperoleh dari penggunaan secara turun-temurun oleh masyarakat (misal dari orangtua, kakek-nenek).Â
Sedangkan Data Ilmiah diperoleh dari hasil Uji Pre-Klinik yaitu uji in-vitro (skala laboratorium) dan in-vivo (menggunakan hewan coba), dan Uji Klinik (uji ke sukarelawan manusia).
Dan berdasarkan pembuktian tersebut, Obat Bahan Alam di Indonesia dibagi menjadi tiga yakni, Jamu, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. Untuk mengetahui apa perbedaannya, silakan baca di sini.
Untuk dapat dinyatakan berkhasiat sebagai immunomodulator (meningkatkan daya tahan tubuh), suatu Obat Bahan Alam selain harus memiliki Data Empiris, tentunya juga harus memiliki Data Ilmiah sebagai pendukung. Tapi kalaupun hanya memiliki Data Empiris, OBA tersebut tetap dapat digunakan untuk membantu memelihara daya tahan tubuh.
Obat Bahan Alam dapat diperoleh dengan cara mengolah Simplisia Nabati maupun Hewani. Tapi kali ini saya akan lebih fokus ke Simplisia Nabati saja.
Simplisia Nabati dapat berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan (misal akar, rimpang, umbi, batang, kulit batang, bunga, daun, buah, atau biji), atau eksudat tumbuhan (isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau sengaja dikeluarkan dengan cara tertentu).
Nah, Simplisia Nabati ini dapat dibagi menjadi dua kategori yakni, Simplisia Nabati Segar (tumbuhan segar yang belum dikeringkan) dan Simplisia Nabati Kering (tumbuhan yang telah dikeringkan dan belum mengalami pengolahan). Kecuali dinyatakan lain, suhu pengeringan tidak lebih dari 60 derajat C dan bisa dijadikan serbuk.
Beruntungnya Indonesia karena dianugerahi kekayaan alam berupa varietas tanaman yang melimpah. Berikut beberapa contoh tumbuhan yang dapat digunakan untuk memelihara daya tahan tubuh: Sambiloto (Andrographis paniculata Burm.f), Kunyit (Curcuma longa L.), Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), Jahe (Zingiber officinale), Jambu Biji (Psidium guajava L.), dan Meniran (Phyllanthus niruri).
Mengolah Sendiri Obat Bahan Alam
Tanaman-tanaman ini bisa kita konsumsi dalam bentuk produk Suplemen Kesehatan seperti tablet atau kapsul. Tentunya kita harus memastikan keaslian dan kualitas produk tersebut loh ya.Â
Caranya dengan membeli di tempat-tempat yang resmi seperti di toko swalayan, toko obat atau apotek. Kalaupun mau membeli secara online, pastikan di official store-nya atau di website resmi.Â
Jangan lupa juga untuk selalu mengecek tanggal kedaluwarsa, Nomor Izin Edar (NIE), kondisi kemasan, serta memperhatikan aturan pakai, kondisi penyimpanan, peringatan/perhatian dan kontraindikasinya.
Tapi jika kita ingin mengolahnya sendiri pun tidak masalah. Mengolah sendiri yang saya maksud disini umumnya dilakukan dengan cara perebusan atau penyeduhan, karena hanya memerlukan peralatan yang sederhana.
1. Memastikan kebenaran identitas simplisia nabati. Misalnya dengan melakukan pengamatan organoleptik. Pengamatan ini meliputi penampilan, ukuran, warna, bau dan rasa (jika memungkinkan).
2. Melakukan sortasi/memilih simplisia yang tidak tercampur tumbuhan lain, bersih dari tanah, tidak rusak karena penyakit tanaman atau serangan hama, dan tidak terkontaminasi kapang (beberapa jenis kapang dapat menghasilkan senyawa toksik/beracun yang dapat merugikan kesehatan).
3. Memastikan peralatan yang digunakan dalam keadaan bersih. Bila perlu menggunakan peralatan berbahan stainless steel.
4. Setelah proses sortasi, simplisia nabati dicuci dengan air bersih mengalir. Bila perlu dibantu dengan sikat yang lembut atau semprotan air untuk membersihkan bagian-bagian yang sulit. Jangan lupa tiriskan untuk menghilangkan air sisa pencucian.
5. Setelah proses pencucian dan penirisan, dilakukan perajangan yakni dengan cara pemotongan atau pengirisan untuk memperkecil ukuran. Tujuannya supaya hasil penyarian lebih optimal.
6. Proses perebusan atau penyeduhan dilakukan dengan air bersih secukupnya, dengan menggunakan wadah berbahan logan nirkarat atau keramik hingga mendidih. Lama perebusan tergantung simplisia nabati yang digunakan. Biasanya bunga atau daun lebih cepat dibandingkan akar, rimpang, kulit batang dan lainnya.
Simplisia nabati segar/kering umumnya direbus dalam air mendidih (100C) selama 15-30 menit, sedangkan serbuk kering dapat diseduh selama sekitar 5 menit.
7. Larutan hasil rebusan disaring dan diminum dalam kondisi hangat.
8. Untuk penyimpanan dapat menggunakan wadah yang bersih dan sesuai, kondisi sejuk dan tidak terlalu lama. Dan sebelum dikonsumsi kembali, pastikan tidak terjadi perubahan organoleptik (warna, bau dan rasa).
Tradisi nenek moyang dalam menggunakan bahan-bahan alam sebagai obat perlu kita lestarikan sebagai bagian dari kearifan lokal. Namun seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, meskipun kita mengolahnya sendiri, kita tetap harus aware dengan cara mengkonsumsi sesuai indikasi (jangan asal konsumsi), serta menerapkan cara pengolahan, penggunaan, dan penyimpanan yang baik dan benar.
Referensi:
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI