Coba ingat-ingat, dulu waktu kalian masih kecil kalau ditanya "Sudah besar nanti mau jadi apa?" pasti jawabannya tidak jauh-jauh dari nyanyiannya Susan feat Kak Ria Enes zaman dulu. "Susan, Susan, Susan, besok gede mau jadi apa? Aku kepingin pinter, biar jadi dokter!" Atau mungkin profesi lainnya yang beken-beken macam Pilot, Polisi, Artis, Guru, sampai jadi Presiden.
Saya gak tahu sih, anak-anak zaman sekarang seleranya sudah berubah atau belum. Tapi yang jelas, baik dulu maupun sekarang, saya rasa tidak ada yang jawab mau jadi Apoteker.
Sebelum saya lanjutkan, boleh dibilang tulisan saya kali cerita tentang pengalaman saya saat mengalami titik terendah (setidaknya hingga saat ini). Dan sejujurnya saya belum pernah cerita kepada siapapun soal ini karena saya malu. Tapi setelah dipikir-pikir, tidak ada salahnya saya cerita.Â
Apalagi kebetulan juga berkaitan dengan awal pendidikan saya di dunia farmasi. Jadi lumayan pas juga dengan momen lulus-lulusan saat ini.
Siapa tahu di luar sana ada adik, kakak, sepupu, keponakan, atau bahkan Kompasianer sendiri yang merasakan hal yang kurang lebih sama, mungkin ada baiknya baca tulisan saya kali ini supaya lebih semangat. Tulisan kali ini lumayan panjang, semoga tidak bosan. Hehehe...
Maksud Hati Kepingin Jadi Dokter, Tapi...
Kembali ke topik. Saya sendiri dulu kalau ditanya soal cita-cita, jawaban saya lumayan random dan sering berubah-ubah, tergantung apa yang menginspirasi saya pada saat itu.Â
Mulai dari mau jadi penulis setelah suka baca buku Goosebumps karya R.L. Stine, lalu berubah ingin menjadi wanita karir gara-gara nonton film telenovela, hingga mau jadi arkeolog setelah baca buku sejarah. Tak sekalipun kata 'apoteker' tercetus dari pikiran maupun mulut saya.
Begitu beranjak remaja saat saya masuk SMP, cita-cita saya berubah lagi yakni ingin menjadi seorang psikolog karena terdengar keren, sampai akhirnya cita-cita saya berakhir untuk menjadi seorang dokter (lagi) dan bertahan terus hingga menjelang masuk SMA.Â
Dan dengan demikian, saya mulai serius mempersiapkan diri demi bisa mengikuti ujian masuk Fakultas Kedokteran.
Saya bahkan menjadi salah satu siswi favorit guru Biologi karena prestasi saya itu dan selalu menjadi panutan untuk teman-teman lainnya. Dan karena itulah saya merasa telah memenuhi syarat untuk memiliki cita-cita sebagai dokter. Tapi rupanya pikiran saya ini terlalu polos.