Hal ini dilakukan untuk membatasi jumlah penumpang yang masuk ke dalam gerbong kereta, karena setiap gerbong jumlah penumpang yang bisa naik hanya 60 orang saja. Jadi supaya penumpang dari stasiun-stasiun berikutnya kebagian, mulai dari Bogor, jumlah penumpang yang naik dibatasi.Â
Alhasil kebijakan ini membuat pengguna kereta harus berangkat lebih pagi, supaya tidak terlambat sampai di tempat kerja.Â
Apalagi jam keberangkatan pertama dan terakhir Commuter Line juga harus ikut disesuaikan sedemikian rupa, supaya bisa memenuhi aturan jam operasional kendaraan umum selama PSBB yakni dimulai pukul 6.00 pagi hingga 18.00 sore.
Untungnya, jumlah total pengguna Commuter Line sudah jauh berkurang sejak diberlakukannya kebijakan WFH. Terbayang chaos-nya seperti apa jika jumlah penumpang yang naik Commuter Line masih normal, tapi yang boleh naik dibatasi.
Bagaimana dengan saya? Jujur, saya menghargai usaha pemerintah dan pihak KCI yang mengeluarkan kebijakan ini. Meskipun bagi saya agak annoying karena harus antre saat pagi-pagi buta.
Namun ketika saya mendengar informasi bahwa tanggal 18 April lalu operasional Commuter Line akan dihentikan, saya panik luar biasa. Oke, mungkin saya terkesan barle (barlebihan; dibaca dengan logat Batak) karena lebih mengkhawatirkan tidak bisa naik Commuter Line daripada mengkhawatirkan kesehatan.Â
Tentu saya khawatir dengan kesehatan saya ketika saya terpaksa harus keluar rumah, begitu juga dengan keluarga saya di rumah karena mereka juga terekspos oleh saya. Tapi perlu diingat, PSBB adalah pembatasan, bukan pelarangan total. Lain ceritanya jika yang terjadi adalah lockdown.
Itu sebabnya pemerintah masih mengizinkan perusahaan yang bergerak di 8 sektor tertentu untuk tetap beroperasi.Â
Kedelapan sektor usaha tersebut antara lain kesehatan, pangan, energi, komunikasi, keuangan dan perbankan, logistik dan distribusi barang, retail, serta industri strategis yang beroperasi di Jakarta. Dan kebetulan, perusahaan tempat di mana saya bekerja termasuk dalam 8 sektor tersebut.
Jadi para netijen yang budiman, kalau ditanya pribadi, mungkin saya lebih memilih bekerja di rumah. Tapi karena alasan tersebut di atas dan kebetulan memang ada pekerjaan saya yang tidak sepenuhnya bisa dilakukan di rumah, maka mau tidak mau, suka tidak suka, saya tetap harus ke kantor walaupun tidak setiap hari.