Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

MDR-TB Tak Kalah Mengerikan Dibanding COVID-19

6 Maret 2020   10:15 Diperbarui: 30 April 2022   23:17 5379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wabah COVID-19 memang belum berakhir dan masih menjadi fokus seluruh dunia mengingat efeknya begitu luar biasa terhadap segala aspek. Mulai dari kesehatan, sosial, pariwisata hingga ekonomi. Kalo Mbak Wikwik bilang, AMBYAR!

Tapi cobalah kita berpaling sejenak dari COVID-19. Saya tahu penularan dan penyebaran virus ini sedang jadi momok menakutkan bagi semua orang. Tapi menurut saya, penyakit menular yang lebih menakutkan adalah MDR-TB alias Multi Drugs Resistant Tuberculosis.

Bulan Maret, lebih tepatnya setiap tanggal 24 Maret kita memperingati World TB Day (Hari Tuberculosis Sedunia). Perlu diingat bahwa hingga saat ini, penyakit TBC masih menjadi salah satu dari 12 penyakit paling mematikan di dunia menurut WHO.

Selain itu masih menurut WHO, Indonesia merupakan negara dengan beban TBC terbesar ketiga di dunia. Tapi kelihatannya level paniknya tidak seheboh COVID-19 ya?

Sekilas Tentang TBC
Berbeda dengan COVID-19 yang disebabkan oleh virus corona, Tuberculosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Bakteri yang berhasil ditemukan dan diisolasi pertama kali oleh seorang ilmuwan asal Jerman, Robert Koch, ini merupakan bakteri berbentuk batang lurus atau sedikit bengkok. Karena sifatnya yang tahan terhadap kondisi asam, M. tuberculosis juga dikenal dengan Bakteri Tahan Asam (BTA).

M. tuberculosis paling sering menyerang paru-paru sehingga salah satu cara untuk memastikan keberadaan kuman ini adalah dengan kultur bakteri melalui pemeriksaan sputum (dahak).

Meski begitu, pemeriksaan juga bisa dilakukan terhadap darah, urin dan sumsum tulang belakang. Itulah mengapa terkadang kita mendengar ada penyakit TB Tulang. Namun tulisan saya kali ini hanya terbatas pada infeksi TB paru.

Ketika bakteri ini menyerang paru-paru, dia akan merusak jaringan organ yang diinfeksinya. Penderita TBC umumnya mengalami gejala seperti batuk yang tak kunjung sembuh dan kadang disertai darah pada dahak, demam, berat badan menurun/anoreksia, kelelahan, berkeringat di malam hari, rasa sakit pada dada dan sesak nafas.

Ilustrasi: health.detik.com
Ilustrasi: health.detik.com

Penyakit TBC bisa menular lewat udara, droplet saat bersin atau batuk, penggunaan bersama alat makan (yang terkontaminasi) dengan penderita. Mereka yang kebetulan sedang dalam kondisi tidak fit (imunitas lemah) sangat mungkin tertular. Dan jika tidak segera diobati pastinya dapat menyebabkan kematian.

Dibandingkan dengan COVID-19 yang belum ada obat maupun vaksinnya, saat ini berbagai macam obat TBC sudah tersedia. Bahkan vaksinnya pun ada yakni vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin) yang umumnya diberikan pada bayi.

Namun karena pemakaian obat yang lama dan berkelanjutan tanpa boleh terputus, pengobatan TBC sangat membutuhkan tingkat kepatuhan dan kedisiplinan tinggi jika ingin sembuh.

Sayangnya, banyak juga pasien yang pengobatannya gagal karena tidak disiplin. Selain itu karena mereka juga tidak ingin mengalami banyak efek samping untuk waktu yang lama.

Beberapa efek samping Anti-TB misalnya urin/keringat berwarna kemerahan, anoreksia, mual, sakit perut (Rifampisin); nyeri sendi (Pirazinamid); rasa panas di kaki (INH); ketulian, pusing, vertigo (Streptomisin); gangguan penglihatan (Etambutol); dan lainnya.

Pengobatan TBC umumnya terdiri dari kombinasi beberapa antibiotik (Anti-TB) yang harus diminum selama 2, 6 bahkan 8 bulan setiap hari tanpa boleh terputus. Jika sampai lupa minum satu hari pun, maka pengobatan harus diulang dari awal.

Anti-TB dibagi menjadi dua klasifikasi yakni Anti-TB Lini 1 (Rifampisin, Isoniazid (INH), Etambutol, Pirazinamid dan Streptomisin) dan Anti-TB Lini 2 (antibitik golongan Fluorokuinolon, Etionamid, Kapreomisin, Kanamisin, Sikloserin, Asam Paraaminosalisilat). Diantara kedua lini tersebut, Anti-TB Lini 1 adalah obat yang paling poten.

MDR-TB dan XDR-TB
Apa sih MDR-TB itu? Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) adalah Tuberculosis yang resisten terhadap minimum dua Anti-TB Lini 1 yaitu Rifampisin dan INH secara bersama-sama atau disertai resisten terhadap Anti-TB Lini 1 lainnya.

Sedangkan Extensively Drug Resitant Tuberculosis (XDR-TB) adalah MDR-TB yang disertai dengan resistensi terhadap Anti-TB Lini 2.

Konsepnya kurang lebih sama dengan resistensi antibiotik seperti yang sudah pernah saya tulis sebelumnya di sini. Bakteri TBC juga bisa resisten (kebal) terhadap Antibiotik Tuberculosis (Anti-TB) sehingga meningkatkan kegagalan pengobatan.

Penularan MDR-TB dan XDR-TB juga sama seperti penularan TBC pada umumnya yakni melalui udara.

Ilustrasi: cdc.gov
Ilustrasi: cdc.gov

Lalu apa yang menyebabkan terjadinya MDR-TB? Kuman TBC dapat menjadi resisten ketika pasien tidak disiplin/patuh untuk menyelesaikan pengobatannya (misal karena lupa atau tidak ingin mengalami efek samping yang terlalu lama), petugas kesehatan memberikan pengobatan yang tidak tepat (misal kombinasi obat, dosis, dan lama pengobatan), atau ketersediaan obat yang tidak memadai.

MDR-TB dapat dialami oleh siapapun, namun yang paling berisiko adalah mereka yang tidak patuh menyelesaikan pengobatan, mengalami sakit TBC berulang dan mempunyai riwayat pengobatan TBC sebelumnya, kontak erat dengan pasien MDR-TB atau XDR-TB.

Sama seperti resistensi antibiotik, ketika bakteri TB resisten terhadap obat akan ada banyak kerugian yang dialami pasien seperti:

1. Pasien akan semakin lama dan sulit sembuh. Pasien MDR-TB membutuhkan 18-24 bulan untuk sembuh dengan catatan penggunaan obat tanpa terputus. Jika terputus, pengobatan harus diulang dari awal lagi.

2. Biaya pengobatan yang dikeluarkan semakin besar. Karena waktu pengobatan semakin lama, maka obat yang digunakan juga semakin banyak. Belum lagi harga Anti-TB Lini 2 biasanya lebih mahal.

3. Efek samping obat juga semakin berat karena penggunaan obatnya juga semakin lama. Dan keberhasilan pengobatan juga bergantung pada imunitas pasien.

Jadi terbayang kan gawatnya kalau sampai menderita MDR/XDR-TB?

Jujur saya tidak akan menjelaskan detail pengobatan MDR/XDR-TB karena pastinya kombinasi obat yang digunakan semakin banyak daripada pengobatan TBC biasa, dengan lama pengobatan bisa mencapai 1-2 tahun.

Kombinasi obat (Lini 1 dan Lini 2), regimen dosis dan lama pengobatan akan ditentukan dokter, tergantung riwayat dan tingkat keparahan MDR-TB yang diderita pasien. Penggunaan Anti-TB Lini 2 juga tidak boleh sembarangan supaya tidak memicu XDR-TB.

TOSS TBC
Temukan Tuberkulosis, Obati Sampai Sembuh (TOSS TBC) adalah salah satu pendekatan yang dipromosikan oleh Kementerian Kesehatan untuk menemukan, mendiagnosis, mengobati dan menyembuhkan pasien TBC, dengan tujuan menghentikan penularan/penyebaran penyakit.

Adapun langkah-langkahnya antara lain:

1. Temukan Gejala TBC di Masyarakat
Bila kita atau melihat keluarga/teman mengalami gejala yang mirip dengan gejala-gejala TBC, segera periksakan diri / merujuk mereka ke fasilitas kesehatan terdekat untuk memperoleh penanganan yang tepat.

2. Obati TBC dengan Tepat
Lakukan langkah-langkah pemeriksaan sesuai anjuran tenaga kesehatan (termasuk foto toraks dan pemeriksaan sputum) untuk mendapatkan hasil yang optimal (apakah negatif atau positif TBC).

Jika hasil positif, pahami betul pengobatan yang dijelaskan oleh dokter dan farmasis. Mulai dari obat apa saja yang digunakan, dimana mendapatkannya, kapan dan bagaimana cara meminumnya, obat atau makanan apa saja yang harus dihindari untuk mencegah interaksi obat, serta berapa lama penggunaan obatnya.

Hal ini penting sekali untuk dimengerti supaya pengobatan tidak gagal dan menyebabkan resistensi bakteri.

3. Pantau Pengobatan TBC Sampai Sembuh
Ada baiknya pasien didampingi oleh orang terdekat selama mereka menjalani pengobatan. Tujuannya tak lain supaya pengobatan pasien bisa terus terpantau, tidak lupa/terlewat minum obat. Meski begitu, pendamping pasien juga harus menjaga diri dan imunitasnya supaya tidak ikut tertular.

Selain itu pasien juga harus terus memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan (misal di bulan ke-2, bulan ke-4, bulan ke-6 hingga sampai pengobatan selesai), untuk memastikan apakah pasien benar-benar telah bersih.

Mencegah Penularan TBC / MDR-TB / XDR-TB
Saya memahami bahwa pasien TBC sering mendapat stigma buruk. Oleh sebab itu mereka sering dikucilkan dari komunitasnya. Dengan demikian, pasien juga banyak yang merasa minder dan malu jika mereka menderita TBC.

Namun demikian, pencegahan tetap harus terus digalakkan untuk menekan penyebaran penyakit. Pencegahan penularan MDR/XDR-TB kurang lebih sama dengan pencegahan TBC pada umumnya, yang perlu kerjasama dari pasien itu sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

1. Baik pasien maupun orang-orang di sekitar pasien perlu mengenakan masker mengingat penularan TBC melalui udara dan droplet.

2. Selain itu, pasien juga harus memiliki kesadaran diri untuk melindungi orang sehat di sekitarnya. Misalnya menutup mulut dan hidung saat batuk/bersin, membuang tisu bekas pakai ke tempat sampah tertutup (usahakan masukkan ke dalam plastik tertutup sebelum dibuang ke tempat sampah).

Sumber: tbindonesia.or.id
Sumber: tbindonesia.or.id

3. Pisahkan penggunaan bersama alat makan, tempat menyimpan sikat gigi, untuk mencegah penularan ke anggota keluarga lainnya. Selain itu usahakan untuk tidak tidur sekamar dengan orang lain sampai dinyatakan bersih oleh dokter.

Memang hal ini terkadang membuat pasien agak tersinggung dan tidak nyaman, tapi perlu dimengerti bahwa ini merupakan langkah yang cukup efektif untuk melindungi anggota keluarga yang lain supaya tidak tertular.

4. Terapkan kebiasaan hidup bersih dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir.

Bagaimana dengan hand sanitizer? Penggunaan hand sanitizer sah-sah saja, tapi cara ini sebaiknya jika dalam kondisi darurat saja, dimana kondisi untuk mencuci tangan dengan air dan sabun tidak memungkinkan. Penggunaan hand sanitizer yang berlebihan juga tidak baik bagi kulit karena dapat menyebabkan kulit kering hingga iritasi.

5. Kondisikan supaya rumah memiliki sirkulasi udara yang baik. Sering-sering membuka pintu dan jendela rumah supaya sinar matahari dan udara segar bisa masuk.

Jadi, sudah siapkah kita memproteksi diri dan orang-orang terdekat dari ancaman MDR/XDR-TB?

Referensi: TB-MDR

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun