Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Bolehkah Minum Obat Bahan Alam dan Obat Kimia Bersamaan?

15 November 2019   14:27 Diperbarui: 12 Mei 2024   18:14 3637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya ampun, lo gak salah minum obat sekarang? Lo kan barusan minum jamu" tegur saya pada seorang teman.
"Emang kenapa? Jamu kan dari bahan alami, pastinya aman dong," balasnya tak mau kalah.

Pernah melihat orang yang minum jamu bersamaan dengan obat kimia seperti ini? Atau mungkin pembaca pernah juga melakukan hal yang sama? Obat kimia yang saya maksud adalah golongan obat keras, obat bebas terbatas, dan obat bebas.

Setiap obat, baik yang berbahan alami maupun hasil sintesis kimia memiliki mekanisme kerja masing-masing, begitu juga dengan efek farmakologi yang ditimbulkan.  Sangat dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi obat bahan alam bersamaan dengan obat kimia karena berisiko memberikan efek yang berlawanan yang mungkin berbahaya bagi kesehatan. 

Konteks 'bersamaan' yang dimaksud di sini adalah diminum dalam jarak waktu yang pendek, misal berselang beberapa menit hingga 1 jam, termasuk jika diminum bersama-sama. Kenapa sih kita tidak boleh sembarangan minum obat bahan alam bersamaan dengan obat kimia? Berikut alasannya:

1. Obat bahan alam tidak berarti aman 100%

Seperti yang sudah sering saya tuliskan bahwa Obat Bahan Alam (OBA) di Indonesia dibagi menjadi 3 jenis yakni Jamu, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka.

Well, ketiga jenis obat bahan alam ini sesuai namanya pastilah dibuat dengan bahan-bahan alami (umumnya tumbuhan). Biasanya obat ini berbentuk ekstrak maupun senyawa tertentu hasil isolasi dari bagian-bagian tanaman seperti daun, akar, batang, buah, dan lainnya. Bisa jadi karena hal inilah masih ada banyak orang yang beranggapan bahwa OBA jauh lebih aman daripada obat yang disintesis dari bahan-bahan kimia. Bahkan tidak sedikit yang percaya bahwa obat bahan alam tidak memberikan efek samping.

Tentunya pandangan tersebut tentunya salah kaprah. Meskipun terbuat dari bahan-bahan alami, OBA tetap mempunyai risiko efek samping yang membahayakan kesehatan bila tidak digunakan dengan benar.

Misalnya cara penyimpanan yang salah yang menyebabkan perubahan sifat fisik dan kimia OBA, penggunaan dalam jangka panjang, atau bahkan tanpa diketahui OBA tersebut dicampur Bahan Kimia Obat (BKO).

Idealnya, OBA tidak akan memberikan khasiat secepat obat kimia. Oleh sebab itu perlu dicurigai jika ada OBA yang memberikan efek 'cespleng' setelah dikonsumsi, karena bisa jadi OBA tersebut dicampur BKO. Sebagai contoh, jamu Pasak Bumi yang memiliki khasiat untuk mengatasi disfungsi ereksi dicampur dengan Sidenafil, sehingga efek yang diinginkan dapat cepat dirasakan. Atau jamu pegel linu yang dicampur Parasetamol. Padahal OBA tidak boleh dicampur BKO sedikitpun.

Untuk memastikan bahwa produk OBA yang kita konsumsi adalah produk yang legal, pastikan produk tersebut memiliki Nomor Izin Edar (NIE) dari Badan POM.  Ciri NIE dari Badan POM untuk obat bahan alam, sebagai berikut :

- Kode TR untuk obat tradisional dalam negeri,

- Kode TI untuk obat tradisional impor,

- Kode TL untuk obat tradisional lisensi,

- Kode HT untuk Obat Herbal Terstandar, dan

- Kode FF untuk Fitofarmaka.

Masing-masing mode tersebut diikuti 9 digit angka. Kalau sedang beli obat berbahan alam, coba deh sekali-sekali perhatikan NIE-nya. Masuk kategori manakah produk tersebut?

2. Interaksi obat

Dalam dunia kefarmasian ada istilah Interaksi Obat. Saya tidak akan menjelaskan secara detail tentang interaksi obat karena tentu tidak akan cukup jika dituliskan semua di sini. Intinya, interaksi obat terjadi ketika dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu bersamaan. Ada dua jenis interaksi obat yakni Interaksi Farmakodinamik dan Interaksi Farmakokinetik.

Interaksi Farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang mempunyai khasiat atau efek samping yang serupa atau berlawanan. Bisa memperkuat atau memperlemah, memperpanjang atau memperpendek kerja obat kedua, atau bahkan menimbulkan efek samping yang lain.

Sedangkan Interaksi Farmakokinetik adalah interaksi yang terjadi apabila suatu obat mempengaruhi proses Absorpsi/Penyerapan, Distribusi, Metabolisme dan Eksresi/pengeluaran (ADME) obat lain. 

Misal obat A akan mengurangi penyerapan obat B jika dikonsumsi bersamaan, sehingga kadar obat B dalam darah berkurang dan tidak bisa memberikan efek/khasiat yang diinginkan.

Atau obat C akan menghambat eksresi obat D jika dikonsumsi bersamaan sehingga hasil metabolisme obat D akan menumpuk dan berisiko menjadi toksik terhadap tubuh.

Contoh Interaksi Obat Bahan Alam dan  Obat Kimia

Ada begitu banyak contoh interaksi yang terjadi antara Obat Bahan Alam dan Obat Kimia, dan tentunya juga tidak bisasaya tuliskan semua di sini. Namun saya coba ambil beberapa contoh interaksi antara obat yang namanya lebih familiar. Berikut beberapa contohnya:

Allium sativum (Bawang Putih) dan Warfarin
Bawang putih umumnya digunakan sebagai bahan tambahan pada makanan atau suplemen untuk mengurangi kolesterol, antioksidan dan lainnya. Namun penelitian juga menunjukkan bahwa Bawang Putih dapat memicu pembekuan darah sehingga berpengaruh pada orang yang sedang meminum obat pengencer darah seperti Warfarin dan Clopidogrel.

Tanaman Echinacea (Sumber: rhs.org.uk, by Joanna Kossak)
Tanaman Echinacea (Sumber: rhs.org.uk, by Joanna Kossak)

Echinacea dan Kafein
Echincaea yang juga dikenal dengan nama Cone Flower dan Black Susan ini memiliki khasiat sebagai immunomodulator (immune booster). Jika dikonsumsi bersama dengan Kafein, Echinacea dapat menghambat metabolisme Kafein sehingga berpotensi menimbulkan efek sakit kepala atau insomnia.

Ginkgo biloba dan Omeprazole
Ginkgo biloba sudah sejaklama dikenal memiliki khasiat untuk mengatasi gejala demensia dan membantu memelihara daya ingat. Namun jika dikonsumsi bersama Omeprazole (obat tukak lambung), Echinacea dapat mengubah metabolisme Omeprazole pada hati.

Ginseng dan Warfarin
Ginseng telah lama digunakan sebagai obat karena khasiatnya untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan vitalitas. Namun jika dikonsumsi Bersama Warfarin, Ginseng dapat menurunkan khasiat Warfarin dan meningkatkan risiko pembekuan darah.

Green Tea dan Asam Folat
Siapa yang tidak kenal khasiat Green Tea (Teh Hijau) sebagai antioksidan, mengatasi gangguan pencernaan, dan lainnya. Namun jika dikonsumsi dengan Asam Folat, Teh Hijau dapat mengurangi kadar Asam Folat dalam darah. Selain itu, kandungan Vitamin K (faktor pembekuan darah) dalam Teh Hijau juga dapat menghambat kerja obat pengencer darah seperti Warfarin.

Tanaman St. John's Wort (Sumber : nccih.nih.gov)
Tanaman St. John's Wort (Sumber : nccih.nih.gov)

St. John's Wort dan Alprazolam
Sudah pernah dengar St. John's Wort? Tanaman yang memiliki bunga warna kuning nan syantik ini dikenal memiliki khasiat untuk mengatasi gejala depresi. Namun nyatanya tanaman ini memiliki banyak interaksi dengan obat kimia, seperti Alprazolam dan Atorvastatin.

St. John's Wort dapat mengurangi konsentrasi Alprazolam (anti-anxietas) dalam darah sehingga menurunkan efek Alprazolam. Selain itu, St. John's Wort juga mengurangi khasiat Atorvastatin (penurun kolesterol).

Jadi, apakah ini berarti kita sama sekali tidak boleh mengkonsumsi obat kimia jika sedang menjalani pengobatan dengan OBA? Tentu saja tidak.

Namun hal yang perlu diingat adalah:

  1. Beritahukan pada dokter yang meresepkan obat, bahwa kita sedang mengkonsumsi OBA (termasuk vitamin jika ada). Maka dokter akan mempertimbangkan apakah ada obat tertentu yang harus dihentikan/tidak diberikan.
  2. Obat kimia umumnya memiliki waktu kerja selama 30-40 menit. Pastikan ada jarak waktu paling tidak 2 jam sebelum atau sesudah mengkonsumsi obat dokter.
  3. Jangan sembarangan mengkonsumsi OBA dan obat resep tanpa dikonsultasikan kepada praktisi kesehatan lebih dulu.

So, be smart dalam menggunakan obat ya! Tanya obat, tanya apoteker!

Referensi: Karger.com | PIONAS | kemkes.go.id | pom.go.id

-Artikel ini telah diperbaharui tanggal 12 Mei 2024 -

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun