Karena seorang ibu adalah teladan bagi anak-anaknya, jika ia menjadi teladan yang berkualitas, maka kualitas anak juga akan meningkat.
Kalau ada yang bertanya, "Apa kabar jadi seorang ibu rumah tangga di zaman dulu? Meskipun tidak tamat SMA apalagi kuliah, tetap saja banyak anak-anaknya yang berhasil".
Well, memang seorang Ibu yang berpendidikan tinggi tidak menjamin anak-anaknya juga akan berkualitas dalam hal budi pekerti maupun akademis. Tapi jika seorang ibu memiliki pendidikan yang memadai, bukankah menjadi suatu nilai tambah dalam mendidik anak-anaknya?.
3. Mengatur keuangan rumah tangga
Sudah bukan rahasia lagi kalau istri memiliki peran sebagai 'menteri keuangan' rumah tangga, meskipun kini banyak juga sang suamilah yang justru bisa menjalani peran tersebut dengan lebih baik dari istrinya.
Seorang istri diharapkan untuk cerdik dalam mengelola keuangan, tapi bukan berarti juga seorang wanita harus memiliki pendidikan akunting demi bisa menjalankan perannya dalam mengatur keuangan rumah tangga.
Ketika seorang wanita memperoleh pendidikan yang memadai, dia akan memiliki lebih banyak pengalaman dan pengetahuan (bahkan mungkin trik tertentu) dalam merencanakan, membelanjakan dan menginvestasikan dana.
Kapan dia bisa 'royal' dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga, kapan ia harus 'mengetatkan ikat pinggang'. Tapi dengan catatan sang istri juga harus disiplin loh ya.
4. Kehidupan rumah tangga tidak selalu mulus tanpa masalah
Ini sih sudah jamak lah ya. Kalau dengar nasihat dari orangtua yang pernikahannya sudah berjalan belasan hingga puluhan tahun, yang namanya menjalani kehidupan rumah tangga tak selalu lurus dan semulus jalan tol. Pasti ada kerikil hingga badai yang harus diterjang.
Menjadi seorang istri dan ibu, tentunya harus berani dan mampu berpikir dengan sistematis dalam menginvestigasi (cieileh), menyelesaikan masalah, hingga bagaimana mencegah supaya masalah tersebut tidak terulang.
Selain itu, menjadi seorang ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang berat. Mengapa? Sebagai contoh saja, seorang ibu rumah tangga kalau dihitung-hitung, jam kerjanya pasti lebih dari jam kerja normal yakni 8 jam.
Bangun pagi menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anak, mengantar anak sekolah, membersihkan rumah, mencuci, memasak, menjemput anak pulang sekolah, memberi makan anak, menyetrika, menyiapkan makan malam, menemani suami dan lain sebagainya. Rutinitas tersebut terus terulang setiap hari.