kesehatan lainnya ramai membicarakan instastory yang di-post oleh pemilik akun (yang katanya) apoteker. Dalam story si mbak apoteker tersebut menyebutkan bahwa Diazepam termasuk Narkoba dan oleh sebab itu tidak seharusnya diberikan kepada anak walaupun dengan resep dokter.
Beberapa waktu yang lalu salah satu akun Instagram yang followers-nya didominasi oleh dokter dan profesiBahkan postingan lainnya dari pemilik akun yang sama menyatakan pemberian insulin yang berasal dari pankreas manusia (human insulin) pada pasien DM, menunjukkan kesan tidak etis dengan statement "secara tidak sadar ibu itu sudah memasukkan manusia ke dalam manusia".
Alhasil dua postingan ini pun menuai komentar nyinyir para netizen (yang berprofesi tenaga kesehatan tentunya). Tahu sendiri kan, level nyinyir para netizen di dunia maya itu seperti apa? Lebih tajam dari scalpel alias pisau bedah!
Kalau pembaca sekalian kebetulan adalah tenaga kesehatan, mungkin memahami kejanggalan dari kedua postingan ini. Namun bagi pembaca sekalian yang kebetulan awam, akan saya jelaskan secara singkat mengapa postingan ini janggal dan mengundang banyak cibiran dari netizen.
Kelas Terapi Diazepam dan Potensi Penyalahgunaan
Diazepam adalah salah satu obat yang termasuk golongan Benzodiazepine, sama seperti Alprazolam, Bromazepam, Lorazepam dan lainnya. Obat ini bekerja pada sistem saraf pusat dan digunakan sebagai pengobatan jangka pendek untuk mengatasi pasien dengan ansietas (gangguan kecemasan) berat dan insomnia.
Efek samping Diazepam antara lain mengantuk, depresi pernafasan, kepala terasa ringan, kelemahan otot dan lainnya. Terkadang juga terjadi hipotensi, vertigo, ganguan saluran cerna, gangguan penglihatan dan lainnya.
Cara kerjanya yang mempengaruhi SSP dan memberi efek menenangkan inilah yang menyebabkan Diazepam berpotensi tinggi untuk disalahgunakan (drug abuse) oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Pemakaian jangka panjang dengan aturan dan dosis yang salah tentunya akan menimbulkan adiksi (ketagihan) bagi penggunanya.
Jadi, memang mayoritas obat-obat yang bekerja pada sistem saraf pusat berpotensi disalahgunakan sebagai narkoba (narkotika dan obat-obat berbahaya) jika digunakan sebagaimana mestinya.
Penggunaan Diazepam untuk Kejang Demam
Lalu apakah pemberian Diazepam pada anak sama saja membahayakan anak? Nyatanya, hingga saat ini Diazepam masih menjadi pilihan utama untuk mengatasi kejang demam akut pada anak.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh 38 derajat Celcius atau lebih yang disebabkan proses di luar otak (ekstra kranial). Kejang demam ini biasanya terjadi pada anak berusia 6 bulan -- 5 tahun. Demam itu sendiri biasanya disebabkan karena infeksi bakteri atau virus atau sebab lainnya. Dan karena kejang ini bisa saja menimbulkan trauma pada otak, maka para orangtua umumnya akan sangat cemas jika anaknya mengalami demam tinggi.
Meski demikian setiap anak memiliki batas ambang kejang yang berbeda. Pada anak yang memiliki ambang kejang rendah, kejang bisa terjadi pada suhu 38 derajat Celcius, namun pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang bisa saja baru terjadi pada suhu 40 derajat Celcius atau lebih.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya bisa berhenti sendiri dan tidak berbahaya. Namun jika kejang berlangsung lama, memungkinkan terjadinya kerusakan sel saraf selama kejang tersebut berlangsung.
Pemberian Diazepam oleh dokter  pada anak yang mengalami kejang demam juga harus dimulai dengan dosis terkecil (tergantung berat badan) melalui suntikan intravena atau rektal (melalui dubur dengan sediaan suppositoria) supaya memperoleh efek yang cepat. Ada atau tidaknya riwayat kejang dan faktor genetik juga perlu diperhatikan.
Kejang terjadi ketika adanya penghantaran impuls (rangsangan) yang berlebihan dalam sel saraf. Untuk menjaga keseimbangannya, adalah neurotransmiter (senyawa yang membawa sinyal di antara sel saraf) bernama GABA (Gamma-Aminobutyric Acid), yang berfungsi untuk menghambat penghantaran impuls di serabut saraf. Dalam pengobatan kejang demam, Diazepam bekerja dengan menekan sistem saraf pusat dengan meningkatkan aktivitas GABA tersebut.
Pelajaran bagi rekan sejawat
Informasi yang salah pada story yang dibuat oleh mbak apoteker tersebut (saya tidak akan menyebutkan namanya) mengundang banyak hujatan dari pengguna Instagram yang notabene berprofesi sebagai dokter, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya.
Usai mengundang banyak respon negatif, si mbak apoteker langsung memprivate akun Instagramnya. Dan jujur saya merasa agak malu. Mengapa? Karena hal-hal yang seperti inilah yang membuat profesi apoteker suka dipandang sebelah mata oleh profesi lainnya.Terlalu gegabah dalam memberikan informasi yang bisa menyesatkan orang awam. Janganlah mengesampingkan pengetahuan yang sudah dipelajari demi memperoleh apresiasi di media sosial.Â
Informasi apapun yang kita sebarkan di media sosial harus bisa dipertanggungjawabkan. Oleh sebab itu, selalu kroscek validitas informasi yang akan kita sebarkan (apalagi jika terkait kesehatan), supaya tidak menimbulkan mispersepsi pada orang yang membacanya.
Pada akhirnya si mbak apoteker sudah meminta maaf atas tindakannya tersebut dan kelihatannya hingga saat ini tidak ada tanda-tanda perpanjangan topik tersebut. Meski demikian, saya juga menyayangkan attitude netizen (yang notabene mayoritas adalah tenaga kesehatan) dalam memberikan komentar dan respon yang tidak beretika.Â
Saya tidak perlu memberi contohnya, yang pasti level nyinyirnya sungguh kelewatan untuk seseorang yang berpendidikan tinggi. Alhasil saya menegur admin pemilik akun yang mem-posting screenshot story tersebut, untuk mengingatkan followers-nya supaya berkomentar bijak terhadap topik-topik semacam ini. Tujuannya tak lain supaya tidak ada sikap underestimate terhadap profesi kesehatan tertentu.
Bagaimanapun semua tenaga kesehatan memiliki etika profesi untuk melayani pasien, serta menghargai dan menghormati rekan sejawatnya. Jadi jika ada rekan sejawat yang salah menyampaikan informasi, sebaiknya ditegur dan dikoreksi dengan benar. Bukannya menghina dan men-general-kan pandangan negatif terhadap satu profesi kesehatan.
Referensi : PIONAS | MEDSCAPE | Tata Laksana Kejang Demam pada Anak (Melda Deliana, 2002)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H