Case 1
Saya: "Ngopi yuk" (Maksudnya di pantry kantor)
Teman: "Eh ya ampun, lo tau gak ada kafe kopi baru deket kantor kita. Gue liat sih tempatnya cozy-gitu, nyobain yuk. Pengen tau enakan mana sama St***ucks yang biasa gue minum".
Case 2
Teman: "Lo mau ikut gak besok? Gue mau ngantri beli HP S****ng yang baru itu"
Saya: "Gile, handphone lo kan masih bagus. Belom juga setahun lo pake kan?"
Teman: "Ya boleh dong. Biar update. Katanya yang model ini tahan air bahkan kalo lo cemplungin ke air seember! Ini penjualan perdana nih di Indonesia"
Saya: "Oh gitu ya.."
Bagi para generasi milenial seperti saya, tentunya sering menemui atau mungkin mengalami sendiri topik pembicaraan seperti di atas. Budaya generasi milenial yang fokus dalam memperoleh pengalaman-pengalaman baru dan pengembangan diri, membuat mereka mengerti betul bagaimana harus mempergunakan uangnya untuk menikmati hidup.
Contoh, kebiasaan ngopi-ngopi cantik di kafe-kafe kekinian sudah menjadi suatu hal yang lumrah bagi para generasi milenial. Mereka yang awalnya tidak suka minum kopi akhirnya jadi suka demi mengikuti tren terkini. Padahal mereka juga gak ngerti-ngerti amat mengenai ilmu tentang biji-biji kopi, cara roasting atau brewing yang baik dan benar.
Setiap weekend nge-mall (apalagi kalau ada mall yang baru), nonton dibioskop lengkap dengan camilan yang harganya lumayan mahal karena beli di counter biskop, ngumpul di kafe-kafe kekinian dan beli makanan atau minuman yang instagenic kalau difoto, beli gadget terbaru, sampai sering-sering traveling ke luar negeri (kalau cutinya masih cukup).
Dan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman tersebut tak jarang harus merogoh kocek juga. "Justru karena hidup cuma sekali, makanya kita tuh cari duit supaya bisa menikmati hidup". Kira-kira begitulah dalihnya.