Mengenai peralatan keamanan berupa sabuk ini, awalnya saya agak bingung karena hanya dipasangkan di pinggang kita tanpa dikaitkan ke mana-mana. Tapi setelah saya melihat bentuk jembatannya, pengait pada sabuk tersebut berfungsi untuk kita kaitkan sendiri ke besi jembatan, jika kebetulan ada hempasan angin saat kita berada di bagian tengah jembatan.
Ada beberapa informasi menarik mengenai jembatan ini antara lain, Situgunung Suspension Bridge diklaim sebagai jembatan gantung terpanjang se-Asia Tenggara yang melintasi hutan. SSB memiliki panjang 243 meter dan tergantung 161 meter dari atas tanah. Keren kan! Lalu bagaimana dengan aspek keamanannya?
SSB terbuat dari material Kayu Ulin yang berasal dari tanaman khas Kalimantan yakni pohon Ulin. Kayu Ulin sangat kuat dan tahan terhadap serangan serangga maupun rayap, serta tahan terhadap air, perubahan suhu dan kelembaban. Karena kekuatannya inilah Kayu Ulin dikenal juga sebagai Kayu Besi.
Selain itu, jembatan yang rupanya baru diresmikan oleh Bapak Luhut Binsar Pandjaitan tanggal 9 Maret 2019 ini, menggunakan 5 sling tali baja sementara jembatan gantung lainnya rata-rata menggunakan 3 sling tali baja. Biaya pembuatannya pun konon mencapai 4 miliar. So, saya percaya dengan keamanannya karena pembangunannya saja "seniat" itu!
Awalnya saya mengira tidak akan terlalu merasakan goyang saat melintas di atas jembatan setelah melihat struktur jembatannya. Tapi ternyata baru melintasi sepertiga jembatan saja, saya mulai kesulitan menjaga keseimbangan untuk berjalan di tengah. Ya jelas saja sih, yang melintas di atas jembatan kan juga banyak. Pastinya ayunan dan goyangannya sungguh terasa.Â
Sensasinya sungguh luar biasa ketika kita berjalan di atas jembatan gantung sepanjang dan setinggi itu, dikelilingi pepohonan hutan dan diterpa udara dingin. Tapi mungkin akan lebih luar biasa lagi jika kondisinya tidak terlalu ramai. Jadi saya menyarankan untuk mengunjungi tempat ini pagi-pagi atau sore menjelang tutup setelah penjualan tiket terakhir.
Danau Situgunung
Setelah puas bolak-balik di atas jembatan gantung, kami segera menuju Danau Situgunung. Sebagai informasi, letak danaunya berseberangan dari lokasi jembatan jadi kami tidak keluar di ujung jembatan. Untuk menjangkau Danau Situgunung, kami memilih untuk masuk dari gerbang utama.
Dari gerbang utama sebenarnya tidak terlalu jauh, hanya kontur jalannya agak naik turun tapi sudah diratakan dengan cor. Bagi yang tidak kuat jalan, bisa menggunakan jasa ojek yang ditawarkan di sana.
Namun untuk kalian yang masih berjiwa muda, saya sangat menyarankan untuk berjalan kaki saja. Selain karena jalannya sudah rapi dan nyaman, kita bisa menikmati udara sejuk dan oksigen secara perlahan dan sepuas-puasnya, hingga melihat Danau Situgunung yang akan tampak di sela-sela pepohonan Pinus.
Kami sampai di lokasi danau sekitar pukul lima sore, jadi sudah tidak terlalu ramai oleh pengunjung. Pinggiran danau sudah dirapikan sedemikian rupa sehingga pengunjung bisa menikmati pemandangan danau sambil duduk-duduk menikmati keheningan dan burung-burung yang berterbangan di atas danau. Foto-foto disini juga oke banget. Ciamik sekali pokoknya!
Sebenarnya ada satu spot lagi yang populer untuk dikunjungi yakni Curug Sawer. Namun mengingat keterbatasan waktu, kami sudah cukup puas mengunjungi jembatan gantung dan danau saja. Dan pukul 6 sore, kami pun meninggalkan TNGGP.