Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Trip

Geliat Tourism 4.0 di Jogjakarta

9 Juni 2019   17:59 Diperbarui: 25 Juni 2019   09:32 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Istilah Revolusi Industri 4.0 sedang naik daun, dan boleh dikatakan saat ini Indonesia sudah memasuki era revolusi industri tersebut. Awalnya saya agak bingung dengan istilah ini, namun seiring dengan banyaknya pembahasan dalam forum-forum diskusi publik yang mengaitkan Revolusi Industri 4.0 dengan segala aspek (terutama bisnis dan ekonomi), saya jadi mulai paham.

Revolusi Industri Pertama terjadi pada abad ke-18 yang ditandai dengan kemajuan pesat mesin uap sebagai mesin pengganti tenaga manusia. Saya ingat pernah mempelajari ini melalui buku sejarah saat masih di bangku sekolah. Revolusi Industri Kedua terjadi di abad ke-19 yang ditandai dengan kemajuan energi listrik dan sistem produksi massal. Sedangkan Revolusi Industri Ketiga dimulai tahun 1960an yang ditandai dengan kemajuan elektronik, ICT (Information and Communication Technology) dan otomatisasi. Bagaimana dengan Revolusi Industri Keempat (4.0)?

Industry 4.0 Step (World Economic Forum - Kemenpar)
Industry 4.0 Step (World Economic Forum - Kemenpar)

Menurut World Economic Forum (WEF), Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan lahirnya "Cyber-Physical System" yang menggabungkan kemampuan manusia dan mesin (robot). Teknologi dalam Revolusi Industri 4.0 ini meliputi Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT), big data analytics, augmented reality, cloud computing, blockchain dan lainnya. Dan teknologi-teknologi ini mempengaruhi berbagai sektor dalam kehidupan manusia seperti transportasi, perdagangan dan retail, olahraga dan rekreasi, agen pariwisata, dan sebagainya.

Salah satu sektor yang sangat dipengaruhi penerapan Teknologi 4.0 adalah pariwisata. Tren gaya hidup kaum milenial (yang saat ini boleh dikatakan mendominasi kelompok usia produktif) yang sangat mencolok adalah traveling.

Kalau dulu orang berpendapat bahwa bahwa membeli logam mulia dan properti adalah investasi yang sangat menjanjikan, beda halnya dengan pandangan kaum milenial saat ini. Mereka berpendapat bahwa traveling juga termasuk investasi. Karena melalui traveling, mereka akan lebih banyak memperoleh pengalaman yang unik, sehingga tak jarang kaum milenial lebih mengutamakan traveling dibanding yang lainnya. Bahkan sengaja menabung demi bisa mengunjungi tempat-tempat  yang sudah diimpikan sejak lama.

Aspek Revolusi Industri 4.0 (monitordelloite - Kemenpar)
Aspek Revolusi Industri 4.0 (monitordelloite - Kemenpar)

Namanya juga kaum milenial yang sangat melek dalam mengikuti cepatnya perkembangan teknologi, gaya hidup traveling mereka pun juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi tersebut. Berbagai macam gadget dapat dimanfaatkan untuk mendukung gaya hidup traveling ini. Sebut saja smartphone terkini, tablet, laptop, kamera hingga drone. Asal ada jaringan internet, lengkap sudah.

Mulai dari mencari inspirasi dan membuat itinerary liburan (destinasi yang dituju dan aktivitas apa yang akan dilakukan di tempat tujuan wisata), mengatur pemesanan tiket pesawat dan akomodasi, membeli tiket rekreasi, menggunakan jaringan transportasi umum lokal, dokumentasi (foto dan vlog), bahkan hingga setelah liburan selesai. Semua dapat dijalankan hanya dalam satu genggaman tangan yakni menggunakan smartphone dan jaringan internet. Dengan demikian, seperti yang dikatakan oleh Menteri Pariwisata Dr. Ir. Arief Yahya, M.Sc., Tourism 4.0 adalah Millennial Tourism.

Saya sebagai salah satu bagian dari kaum milenial, juga melakukan hal yang sama ketika akan traveling ke suatu tempat. Saya ingat betul ketika berpelesir ke Jogjakarta terakhir kali yakni di tahun 2018 lalu, saya dan adik saya mengatur semua rencana perjalanan dari Jakarta. Dengan demikian begitu tiba di Jogjakarta, waktu libur kami yang cukup singkat dapat kami manfaatkan maksimal untuk menjelajahi Jogjakarta dan sekitarnya. Tujuan utama kami saat itu adalah mengikuti festival lampion dalam perayaan waisak dan merasakan pengalaman Borobudur Sunrise.

Mulai dari memesan tiket pesawat, booking hotel, membuat jadwal (itinerary) kunjungan wisata hingga dokumentasi, semua kami atur sedemikian rupa hanya dengan mengandalkan smartphone dan internet. Kadang saya berpikir, betapa mudahnya jadi generasi milenial. Mau traveling kemanapun, semuanya bisa diatur melalui genggaman tangan.

Jogjakarta sebagai salah satu destinasi yang paling banyak dikunjungi wisatawan saat berlibur, rupanya telah mulai menerapkan konsep tourism 4.0 dalam industri pariwisatanya untuk mempermudah para wisatawan memperoleh pengalaman yang tak terlupakan saat berkunjung ke Jogjakarta. Tentu saja hal ini akan semakin menarik para wisatawan lokal maupun mancanegara untuk datang berkunjung.

Well, untuk memesan tiket pesawat dan hotel kami melakukannya melalui salah satu aplikasi berwarna biru yang terkenal itu. Kebetulan sekali pas ada promo sehingga kami bisa membayar dengan harga lebih murah. Kemudian untuk menentukan tempat wisata yang akan kami kunjungi kami mengandalkan aplikasi pariwisata yang dikembangkan oleh Pemda DIY sendiri yang namanya sesuai dengan tagline Jogjakarta sendiri, yakni "Jogja Istimewa". Aplikasi ini nyatanya cukup membantu kami mencari rekomendasi tempat wisata yang cocok dengan keinginan. Tentunya selain itu kami juga membaca blog-blog traveller lainnya sebagai referensi.

Aplikasi Jogja Istimewa (Dokpri)
Aplikasi Jogja Istimewa (Dokpri)

Saya sendiri pertama kali mengetahui tentang aplikasi berbasis Android ini ketika sedang browsing di internet. Setelah saya coba download, ternyata tampilannya cukup menarik dan cara penggunaannya pun sangat mudah tanpa harus membuat akun lebih dulu.

Begitu mode GPS dinyalakan, ada beberapa menu dalam aplikasi tersebut yang bisa kita gunakan. Semuanya telah dikelompokkan menurut kategorinya sehingga kita bisa dengan mudah mencari tempat dan lokasi ingin dituju.

Menu-menu tersebut antara lain Jogja Wisata (untuk mencari lokasi tempat wisata dan hotel), Jogja Budaya (untuk menemukan lokasi dan situs-situs budaya), Jogja Bisnis (untuk mencari lokasi perbelanjaan), Jogja Kuliner (untuk mencari tempat-tempat kuliner), Jogja Event (berisi kalender beserta detail event yang akan diadakan), Jogja Transportasi (berisi jadwal keberangkatan dan kedatangan pesawat, kereta api, dan bus).

Bahkan kalau mau mencari lokasi ATM, SPBU, klinik, hingga rumah ibadah terdekat, bisa menggunakan menu Jogja Layanan Publik. Atau jika ingin berkunjung ke universitas-universitas di Jogjakarta yang juga terkenal dengan julukan Kota Pelajar, menu Jogja Belajar bisa diandalkan.

Selain itu, aplikasi ini juga dilengkapi dengan menu Galeri, yang bisa memberikan kamu inspirasi untuk swafoto dengan spot foto yang menarik dan pastinya instagramable.

Untuk dokumentasi perjalanan saya pun tetap menggunakan smartphone, hingga sharing foto dengan menggunakan media sosial Instagram dan artikel melalui blog Kompasiana.

Borobudur Sunrise (Dokpri)
Borobudur Sunrise (Dokpri)

Beberapa tempat yang saya kunjungi misalnya wisata candi-candi seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Bubrah, Candi Lumbung, dan Candi Sewu. Kemudian ada Situs Ratu Boko, Keraton Jogjakarta, Taman Sari dan Tebing Breksi. Hingga Jalan Malioboro yang ikonik dan tentunya menikmati eksotisnya matahari terbit dari atas Candi Borobudur.

Tourism 4.0 tentunya masih menjadi tantangan tersendiri bagi industri pariwisata Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki sekitar tujuh belas ribuan pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Masih banyak daerah-daerah terpencil yang belum tersentuh teknologi apalagi internet. Promosi wisata melalui teknologi digital tentunya akan lebih cepat dibandingkan secara manual seperti brosur dan lainnya.

Oleh sebab itu salah satu solusinya tak lain tak bukan adalah dengan investasi SDM yang terdiri kaum milenial itu sendiri. Memberikan pendidikan dan pelatihan bagi SDM di bidang-bidang teknologi dan komputerisasi yang mendukung Tourism 4.0, misalnya mobile application & technology, Desain Komunikasi Visual, Manajemen Pariwisata, bioinformatika dan lain sebagainya.

Untuk kamu-kamu para genk milenial yang sekarang nambah cuti untuk menikmati libur panjang lebaran di luar kota, punya cerita tentang Tourism 4.0 di tempat wisata yang kamu kunjungi? Share di kolom komentar ya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun