3. Pengobatan Terputus (pasien yang terputus obat selama 2 bulan atau lebih dan kembali dengan BTA positif, atau terkadang hasil tes BTA negatif tapi pemeriksaan radiologi memberikan kesan TB aktif). Kondisi inilah yang sangat berpotensi timbulnya resistensi antibiotik / MDR-TB (Multiple Drug Resistant-TB) dan berujung pada TB Kronik. Itulah mengapa, pasien yang menjalani pengobatan Anti-TB tidak boleh satu haripun terlewat/terputus.
4. Kasus Kronik (pasien dengan BTA tetap positif atau menjadi positif lagi setelah menjalani pengobatan di bawah pengawasan).
Prinsip pengobatan TB pada dasarnya adalah regimen pengobatan yang terdiri dari dua fase yakni:
1. Fase Awal/Intensif, biasanya dengan kombinasi 4 obat Anti-TB selama kurang lebih 2 bulan. Tujuannya utamanya adalah untuk mengurangi jumlah kuman dan mengubah pasien yang berpotensi menularkan infeksi menjadi noninfeksi.
2. Fase Lanjutan, biasanya dengan jumlah kombinasi obat Anti-TB lebih sedikit selama kurang lebih 4-6 bulan. Tujuan utamanya adalah untuk membersihkan sisa-sisa kuman dan mencegah kekambuhan.
Beberapa obat Anti-TB yang umum digunakan adalah Rifampisin, Isoniazide (INH), Pirazinamid, Etambutol, Streptomycin dan lainnya dengan kombinasi dan regimen tertentu sesuai petunjuk tenaga kesehatan.
Efek samping pengobatan TB juga dibagi menjadi dua, yakni minor dan major. Jika efek samping minor muncul, seperti anoreksia, mual, sakit perut, nyeri sendi, rasa panas di kaki, maka pengobatan tetap dapat diteruskan dengan tambahan obat lain yang sesuai untuk mengurangi efek samping tersebut.Â
Perlu diketahui juga bahwa efek samping Rifampisin adalah sekresi (urin dan keringat) yang berwarna kemerahan. Efek ini terkadang sering menimbulkan ketakutan bagi pasien karena mengira ada darah yang yang keluar.
Sementara itu jika efek samping major yang muncul seperti, gatal dan kulit kemerahan, ketulian, pusing, vertigo, muntah, kebingungan (dicurigai gagal hati), gangguan penglihatan, syok, gagal ginjal akut, maka pengobatan TB yang dicurigai harus dihentikan.
Pencegahan TBC
TB Paru dapat menular melalui udara dan kontak saliva/air liur (misal penggunaan bersama alat makan), terutama jika daya tahan tubuh seseorang sedang menurun. Dengan demikian, pasien HIV atau orang dengan status gizi buruk semakin berisiko untuk terinfeksi TBC.