Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Jangan Minder jika Tidak Bisa Sering Traveling

10 Maret 2019   11:00 Diperbarui: 12 Maret 2019   17:20 1009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Scroling Instagram untuk melihat destinasi liburan (Ilustrasi: travel.tribunnews.com)

Siapa yang tidak suka jalan-jalan? Saya sendiri juga suka jalan-jalan, apalagi kalau jalan-jalannya sampai ke luar negeri yang jauh dari Indonesia. Melihat dan mengalami hal-hal yang baru, tempat, budaya, karakter orang yang baru, siapa yang gak mau?

Zaman Instagram gini, jalan-jalan alias traveling sepertinya sudah menjadi salah satu kebutuhan sekunder. Stres sedikit pasti "kurang piknik" jadi alasannya. Dan bisa saja stres makin menjadi ketika melihat feed Instagram orang lain yang isinya foto-foto pelesiran ke berbagai kota/negara.

Apalagi sekarang ini jalan-jalan terasa lebih mudah dengan berbagai fasilitas yang bisa kita peroleh hanya melalui genggaman tangan alias smartphone. Mulai dari pesan tiket transportasi, hotel, tiket atraksi wisata hingga membuat itinerary (jadwal) sendiri. Tenang, ini bukan tulisan untuk mengiklankan produk atau aplikasi tertentu. Jadi baca sampai habis ya!

Tulisan saya kali ini berangkat dari sebuah celetukan (yang ke sekian kalinya) yang terucap oleh salah seorang teman saya pada suatu hari. "Enak banget ya bisa sering jalan-jalan kayak gitu. Kapaaannnn gue bisa pergi kemana-mana kayak gitu ya?"

Ketika itu ia sedang scrolling Instagram dan berakhir dengan melihat feed (foto-foto) di profil akun Instagram salah seorang teman kami, sebut saja Dilan. Jadi, si Dilan ini ngakunya seorang traveler. 

Tapi bagi saya sendiri bukan traveler sejati seperti Mbak Trinity, Claudia Kaunang atau Brenna Holeman, karena sebenarnya dia lebih banyak traveling yang merupakan bagian dari pekerjaannya sebagai pegawai kantoran, dan kebetulan memang banyak bertugas ke luar negeri.

Travel with stayle (Ilustrasi: galmeetsglam.com)
Travel with stayle (Ilustrasi: galmeetsglam.com)
Gaya traveling-nya juga bukan backpacker melainkan lebih ke tingkat menengah alias "travel with style". Alhasil semua foto instagramnya memiliki tema yang sama yaitu, selfie candid ala-ala (difoto oleh orang lain dengan pose candid) dengan latar landmark kota yang dikunjungi, plus branded things seperti koper, outfit of the day (OOTD), lengkap dengan cup kopi kekinian di tangan.

Tak dapat dipungkiri, foto-foto bernuansa pamer semacam inilah yang sering kali menimbulkan perasaan iri pada orang lain, termasuk teman saya tadi.

Saya sebagai orang yang juga senang jalan-jalan, saya akui kadang juga pernah merasa iri pada mereka-mereka yang bisa sering jalan-jalan. Kok kayaknya hidup mereka enak banget. Hepi-hepi terus tanpa ada beban (kelihatannya), sementara saya kerja melulu tapi uangnya tidak pernah bisa cukup terkumpul untuk menginjak Benua Biru sana. Tapi kalau iri terus menerus? Tandanya ada yang salah dengan pemahaman kita.

Lalu bagaimana supaya kita bisa membuang rasa iri dari hati dan otak kita karena tidak bisa traveling sesering yang orang lain lakukan? Berikut sedikit motivasi yang selalu saya usahakan untuk diterapkan pada diri sendiri:

Kenali sumber kesenanganmu, meski kecil
Percayalah di luar sana masih banyak orang yang bisa berbahagia tanpa harus sering-sering traveling, menginap di hotel mewah, makan di restoran mewah, beli barang-barang branded dan lainnya. Konsep "Bahagia Itu Sederhana" sangat luas dan tergantung bagaimana setiap orang memaknai arti dari kata "sederhana" itu sendiri.

Ada yang bahagia dengan traveling ke luar negeri sekali setahun, ada juga yang happy hanya dengan sekadar piknik di Kebun Raya Bogor. Ada yang level bahagia-nya diukur dengan bisa sering makan di restoran fine dining di hotel-hotel bintang lima, ada juga yang sudah senang dengan kulineran di kaki lima dengan teman-teman. 

Ada yang baru bisa senang kalau membeli barang-barang mewah tapi ada juga yang sudah happy dengan membeli buku incaran kemudian tenggelam dalam dunia imajinasi kata-kata di dalam kamar.

Intinya karena jalan kehidupan setiap orang berbeda-beda, oleh sebab itu setiap orang memiliki sumber kesenangan yang berbeda pula. Sebaiknya kenali hal-hal kecil apa yang bisa membuat kita senang namun tetap jangan lupa sesuaikan dengan kemampuan kita.

Mereka sama seperti manusia lainnya, punya masalah sendiri-sendiri
Mungkin kalau melihat foto-foto traveling orang lain yang sering dipamerkan di Instagram, mungkin tak jarang kita berpikir "Ini orang kerjanya apa ya? Kayaknya happy terus bisa pergi kesana-kemari. Minggu lalu foto lagi nunggu pesawat mau ke London. Sekarang fotonya lagi berjemur di pantai Maldives."

Percayalah, di balik foto-foto mereka yang kelihatannya senang-senang terus, mereka tetap mempunyai masalah dan kesulitan masing-masing. Belum tentu masalah yang kamu atau saya alami bisa ditanggung oleh mereka yang terlihat happy terus di difoto. Belum tentu juga masalah yang mereka alami bisa kamu atau saya tanggung meski di selingi dengan sering-sering traveling.

Siapa tahu, meski mereka sering traveling ternyata tagihan kartu kreditnya bengkak dan overlimit. Siapa tahu, meski mereka sering traveling ternyata harus mengorbankan hubungannya dengan pasangan demi memenuhi ambisinya dalam bepergian. Siapa tahu, pada saat mereka traveling justru mereka ditinggalkan oleh orang terdekat. Dan "siapa tahu" lainnya yang tidak kita ketahui karena tidak terlihat di foto tersebut.

Makna sejati traveling
Bagi saya, makna sejati traveling bukan hanya soal sekeren apa tempat yang dituju, secantik apa pemandangan yang kita foto dan bagikan di media sosial atau sebanyak apa belanjaan kita di sana, melainkan lebih pengalaman apa yang bisa kita peroleh dari perjalanan tersebut.

Bisa saja seseorang merasa terlalu excited hingga tidak memperhatikan hal-hal kecil lainnya. Terlalu fokus pada diri sendiri dan tidak mampu menangkap pengalaman atau makna dari perjalanan itu sendiri.

Ketika traveling sebagai jalan untuk memaknai hidup (Ilustrasi: intrepidtravel.com)
Ketika traveling sebagai jalan untuk memaknai hidup (Ilustrasi: intrepidtravel.com)
Saat kita pergi ke suatu tempat yang sangat baru bagi kita atau belum pernah dikunjungi, coba pahami mulai dari bagaimana kita melakukan persiapan (terutama jika kita tidak menggunakan jasa travel agent), bagaimana kita mengelola waktu dan uang selama di sana, bagaimana kebiasaan dan budaya masyarakat setempat, pengalaman apa yang bisa kita ambil dan sesuai untuk kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari ketika kembali ke rumah, bagaimana kita menghadapi orang-orang baru dengan berbagai macam karakter, bagaimana menghormati budaya lokal, dan sebagainya.

Dengan mengamati itu semua, sedikit banyak akan mempengaruhi bagaimana cara kita memandang dan menjalani hidup.

Tiga hal penting supaya bisa traveling

Ada yang mengatakan supaya jangan diam di satu tempat yang itu-itu saja. Keluar dan bepergianlah melihat dunia luar supaya ilmu dan pengalaman kita bertambah. Ya maunya sih begitu, tapi lagi-lagi kendala waktu dan materi menjadi alasan utama seseorang sulit untuk traveling. 

Mengutip salah satu quote dari Mbak Claudia Kaunang yang cukup terkenal tentang traveling. 

"Bukan gaji besar yang menentukan kita bisa traveling atau tidak, tapi gaya hidup, prioritas dan cara menabung" -- Claudia Kaunang.

Kecuali kita memiliki kekayaan finansial tanpa batas, jika kita ingin bisa traveling (kemanapun itu), ada 3 hal yang harus kita perhatikan yakni prioritas, gaya hidup dan cara menabung.

Prioritas
Dengan memahami segala keterbatasan yang kita miliki, coba mulai tentukan prioritas kita. Apakah itu membeli properti, melanjutkan studi, atau traveling. Kalau bukan traveling, berarti dengan berbesar hati jangan memaksakan kehendak untuk jalan-jalan.

Kalau kebetulan ada kesempatan untuk traveling, tentukan prioritas destinasi. Jika dirasa tidak memungkinkan dalam hal waktu dan materi, tidak perlu memaksakan kehendak (misal tur Eropa). Sesuaikan dengan waktu dan budget yang kita punya.

Tentukan prioritas sebelum memutuskan traveling (Ilustrasi: fellowshipok.org)
Tentukan prioritas sebelum memutuskan traveling (Ilustrasi: fellowshipok.org)
Gaya Hidup
Meski tidak memiliki penghasilan yang berlebihan, siapapun tetap memiliki kesempatan traveling. Kalau tidak bisa jauh-jauh, yang dekat pun tidak masalah. Kalau tidak bisa pergi dengan gaya yang fancy, backpacker pun tak jadi masalah. Dan untuk dapat mewujudkannya, coba dengan berbesar hati untuk mengubah gaya hidup sehari-hari kita.

Dari yang suka nongkrong di mall tiap bulan coba kurangi jadi tiga bulan sekali. Dari yang delapan kali sebulan beli kopi kekinian, coba kurangi jadi sekali atau dua kali sebulan. Dari yang suka makan di restoran, coba kurangi dengan membawa bekal ke tempat kerja dan kurangi jajan. Pokoknya kita harus mampu melihat mana yang perlu dikurangi sehingga uangnya bisa ditabung.

Cara Menabung
Usahakan untuk tidak berhutang untuk traveling. Lah, apa gunanya kartu kredit? Saya akui dalam memesan tiket transportasi dan akomodasi bahkan tiket atraksi wisata, akan lebih mudah dengan menggunakan kartu kredit. Apalagi jika ada banyak promo yang ditawarkan. 

Ya sah-sah saja menggunakan kartu kredit, tapi usahakan supaya bisa melunasinya sebelum kita berangkat. Jadi setelah pulang nanti, tidak ada lagi kewajiban atau hutang yang tertunda. Karena siapa yang tahu setelah pulang nanti, justru ada kebutuhan-kebutuhan lainnya yang lebih penting.

Menggunakan kartu kredit untuk berlibur bukan masalah, tapi bijkalah untuk melunasinya sebelum berangkat berlibur (Ilustrasi: cheapair.com)
Menggunakan kartu kredit untuk berlibur bukan masalah, tapi bijkalah untuk melunasinya sebelum berangkat berlibur (Ilustrasi: cheapair.com)
Oleh sebab itu ada baiknya jika akan merencanakan perjalanan, dilakukan jauh-jauh hari, sehingga kita bisa memperkirakan berapa biaya yang dibutuhkan (transport, akomodasi, wisata, makan dan lainnya) serta berapa lama waktu yang dibutuhkan atau jumlah yang harus ditabung tiap bulannya.

Dan di antara ketiga hal penting tersebut, satu hal yang paling penting adalah KOMITMEN. Kita harus memiliki keteguhan hati dan konsisten dalam menentukan prioritas, menjalani gaya hidup dan menabung sesuai dengan yang sudah direncanakan, supaya target kita tercapai.

So Kompasianer, mari buang jauh-jauh rasa iri kita pada gaya hidup orang lain dan lebih fokus bagaimana kita bisa lebih peka pada hal-hal kecil yang bisa membuat kita lebih bahagia tanpa harus meniru gaya hidup orang lain yang belum tentu sesuai dengan kemampuan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun