Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Salah Jurusan Bukan Berarti Masa Depanmu Ikut Salah

13 Februari 2019   08:00 Diperbarui: 13 Februari 2019   14:08 2771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: academicindonesia.com

Suatu sore saat saya sedang beberes tas untuk pulang, salah satu rekan kerja saya bilang begini, "Enaknya kalau pulang on time bisa langsung ke rumah. Gue masih harus berjuang di kampus nih. Kayaknya salah jurusan deh gue". 

Kebetulan rekan saya ini memang agak telat lanjut kuliah. Begitu lulus SMA, dia memilih bekerja selama beberapa waktu. Tapi kemudian dia memutuskan lanjut kuliah sambil bekerja.

Jadi karena penasaran saya tanya lagi, "Kenapa memangnya?"

"Iya, soalnya tuh gue ngerasa materinya susah banget. Gue susah banget ngerti. Mana tugas sama ujiannya suka barengan. Semesteran akhir belum selesai aja, udah disuruh bikin proposal skripsi. Pokoknya jurusan kuliah gue beda banget deh sama kerjaan sekarang. Gue pikir dulu mirip-mirip".

Sekadar flashback, dulu waktu saya pertama kali masuk kuliah jurusan farmasi, jumlah mahasiswa baru ada sekitar 50 sekian. Semakin berjalan semester, semakin berkurang totalnya. Memasuki semester empat, akhirnya jumlah total mahasiswa angkatan saya tinggal 40an orang. Kemana sisanya? Yap, mundur teratur.

Mereka kebanyakan merasa "salah jurusan". Sebegitu susahnya ilmu farmasi menurut mereka sehingga mereka memilih walk out dan pindah ke jurusan lain atau kampus lain.

Bukan hal yang aneh memang. Ketika kita merasa tidak berada di jalur (jurusan kuliah) yang benar, kita merasa ingin pindah ke jurusan lain yang menurut kita lebih sesuai dan lebih mengakomodasi passion kita. Daripada jadi mahasiswa abadi?

Memang masa-masa kuliah saya sudah lewat sejak bertahun-tahun yang lalu, tapi untungnya selama kuliah saya tidak pernah merasa salah jurusan. Justru saya merasa dituntun ke jurusan yang tepat setelah menemui banyak kegagalan sebelumnya, mulai dari gagal memperoleh nilai tinggi di UN SMA hingga berkali-kali gagal tes masuk kuliah di jurusan yang saya minati.

Jadi karena perkataan rekan saya tadi membuat saya teringat masa lalu, saya ingin berbagi sedikit pandangan dan motivasi untuk Kompasianer yang saat ini masih duduk di bangku sekolah atau universitas.

Belajar Itu Bukan Suatu "Kesalahan"
Terdengar idealis memang. Jujur saja, saya termasuk orang yang memiliki pandangan bahwa yang namanya belajar, tidak pernah menjadi sebuah kesalahan. Maka yang namanya belajar bagi saya bukanlah sesuatu yang sia-sia.

Paling tidak ada tiga definisi 'belajar' menurut KBBI online yakni berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; berlatih; dan berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.

Jadi yang namanya belajar tujuannya tak lain adalah mendapatkan ilmu yang bisa kita peroleh melalui teori (membaca-menulis) maupun praktik (berlatih) supaya bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dan hendaknya ilmu yang kita peroleh itu bisa kita manfaatkan untuk meningkatkan kualitas hidup diri sendiri dan orang lain.

Dalam proses belajar mungkin kita akan menemui kegagalan dan menjadi tahu mana yang benar mana yang salah, supaya kegagalan yang sama tidak terulang di masa depan.

Saya sering mendengar orang berkata seperti ini, 'Jurusan kuliah yang gue ambil beda jauh dengan bidang kerja gue yang sekarang. Sia-sia rasanya belajar segitu lama. Buang-buang duit'.

Meskipun pada saat-saat tertentu kita merasa salah mengambil jurusan, percayalah apa yang sudah dijalani bukanlah suatu kesia-siaan. Akan ada waktunya, apa yang sedang kita pelajari atau tekuni akan bermanfaat bagi kita dan orang lain di masa depan.

Salah Jurusan Bukan Berarti Salah Masa Depan
Ini penting untuk diingat. Ketika kita merasa salah jurusan, bukan berarti masa depan kita akan ikut salah. Banyak orang yang beralasan begini, 'Jurusan yang gue ambil ternyata beda jauh dari ekspektasi gue. Apa gue pindah jurusan aja ya?'.

Saya pernah berpikir seperti itu juga ketika di bangku SMA. Saat penjurusan, kebetulan saya lolos di kelas IPA dan bangganya bukan main karena kelas IPA tergolong kelas ekslusif. Tapi nyatanya, saya sulit sekali menyesuaikan diri dengan ritme belajar dan beberapa guru.

Jadi balik lagi, okelah kalau pemikiran semacam itu muncul pas di saat kita baru saja memulai perkuliahan. Tapi kalau sudah sempat menjalani beberapa semester? Terbayang waktu dan uang yang sudah dikeluarkan?

Masalahnya, banyak mahasiswa yang merasa salah jurusan ketika sudah menjalani perkuliahan paling tidak 2-3 semester, karena biasanya pada tingkat tersebut subjek perkuliahan hanya sebatas mengulang pelajaran SMA, plus beberapa mata kuliah dasar. 'Wajah asli' mata kuliah sesungguhnya akan muncul mulai semester tiga ke atas.

Saat itu kita akan mulai menemui mata kuliah dengan level kesulitan lebih tinggi, variasi karakter dosen yang lebih banyak, hingga berbagai macam tugas dan ujian dengan berbagai tipe. Pokoknya rasanya kayak dikejar-kejar setan.

Pada suatu titik, kita akan mencapai level stres dan lelah tingkat tinggi. Apalagi kalau kebetulan kuliah sambil bekerja. Sudah lelah seharian kerja, malamnya harus konsentrasi belajar, pulang larut tapi harus mengerjakan tugas segambreng, plus belajar materi untuk ujian yang herannya susah banget untuk dipahami.

Pada saat itu bisa jadi ide 'Oke, gue salah jurusan. Masa depan gue bakal suram', muncul di kepala kita sehingga kita jadi merasa tidak bersemangat dan menjalani perkuliahan dengan setengah hati. Inilah yang menyebabkan munculnya predikat Immortal Student alias Mahasiswa Abadi.

Mulai sekarang stop mindset seperti itu. Percayalah semua butuh waktu dan proses, oleh sebab itu hal yang terbaik bisa kita lakukan adalah menghargai proses tersebut.

How to Survive?
Lalu bagaimana supaya kita bisa tetap termotivasi untuk maju terus meski kita merasa salah jurusan? Beberapa poin di bawah selalu saya terapkan ketika pikiran 'salah jurusan' hinggap saat saya SMA dan kelak selalu saya share dengan teman-teman saya:

- Jalani Pilihan yang Kita Ambil Sampai Tuntas
Saat saya merasa hampir hopeless karena menjalani kelas IPA tidak secemerlang yang saya bayangkan, yang saya ingat adalah bahwa jurusan IPA adalah jurusan yang sudah saya pilih dalam keadaan sadar penuh. Jadi bagaimanapun, saya harus berusaha bertahan hingga akhir.

Saya bahkan ikut kelas pelajaran tambahan, belajar kelompok hingga les privat bersama teman. Saya tidak ingin ambil resiko tidak lulus yang bisa menyebabkan saya gagal untuk kuliah tepat waktu.

Ingat bahwa kitalah yang sudah memutuskan dalam memilih jurusan kuliah. Bertanggungjawablah dengan pilihan yang kita ambil, sebagai bagian dari proses pendewasaan kita. Lumayan berat memang.

Tapi kalau kita tidak bisa memotivasi diri sendiri, mau nonton acara motivator sampai mata berair pun, paling hanya terasa menggebu-gebu sementara. Setelah menonton balik lagi merasa stuck. Jangan menjadi orang yang mudah menyerah!

Bagaimana dengan kuliah yang jurusannya dipilihkan oleh orangtua? Ya tetap saja itu pilihan yang kita ambil kan? Memilih setuju dengan pilihan orangtua.

Oleh sebab itu saat kita sedang dihadapkan pada suatu pilihan (perkuliahan), pikirkan sebaik-baiknya. Bagaimana potensi karirnya di masa depan dan apakah kira-kira kita mampu mengikuti.

Jika keinginan kita tidak sesuai dengan orangtua, tetap berikan pengertian bahwa kita sudah memiliki pandangan tentang pekerjaan yang kita minati dan bekal studi apa yang harus kita dapatkan.

- Jangan Sia-siakan Waktu dan Uangmu
Merasa waktu dan uang terbuang sia-sia ketika pekerjaan yang dijalani ternyata tidak sesuai dengan background studi/kuliah? Kalau menurut saya kebalikannya. Pindah jurusan di tengah-tengah lah yang membuat kita membuang waktu dan uang.

Memang bukan masalah jika kondisi finansial kita memadai dan memang tidak ada kata terlambat untuk mempelajari hal baru. Tapi berapa persen sih orang yang memiliki keberuntungan seperti itu?

Pindah jurusan di pertengah kuliah berarti memundurkan waktu kelulusan. Itu berarti target memasuki dunia kerja (atau mungkin juga menikah) juga mundur. Jadi coba pikirkan lagi, mana sebetulnya yang bakal terbuang sia-sia.

- Kembangkan Potensimu yang Lain
Daripada pindah jurusan di pertengahan kuliah, lebih baik berusaha sebisa dan sekeras mungkin untuk menyelesaikannya tepat waktu. Gunakan waktu luang untuk mengasah dan mengembangkan potensi, hobi atau passion kita yang lain secara mandiri/otodidak. Jadi begitu perkuliahan selesai, kita bisa memilih untuk terjun ke dunia kerja sesuai background studi atau melanjutkan passion dengan serius.

Sekali lagi, tidak masalah dan sah-sah saja jika kamu bergelar Sarjana Sains, tapi bekerja di dunia pariwisata. Anggap saja kita sudah memiliki nilai plus untuk ilmu yang kita peroleh. Keren kan?

- Berdamai dengan Diri Sendiri dan Semua Akan Indah pada Waktunya
Ini juga penting. Suatu hal yang manusiawi jika kita berbuat salah. Jadi jangan terlalu lama menyesal dan meratapi kesalahan yang sudah kita pilih sendiri. No matter what happen, life must go on.

Berdoa dan berserah pada yang punya semesta juga membantu kita untuk lebih tenang. Kalau kata Pak Ridwan Kamil bilang, 'Jangan minta diringankan bebanmu, mintalah dikuatkan punggungmu. Karena hidup tidak seindah drama-drama Korea'. Penggemar drakor jangan senyum-senyum aja!

Tanpa bermaksud menceramahi, percayalah kalau kita berusaha dengan niat baik disertai iman yang kuat, maka semua akan indah pada waktunya.

Sebagai penutup, untuk Kompasianer yang sedang merasa galau karena salah jurusan, sekali lagi keputusan bertahan atau tidak tergantung masing-masing. Apa yang saya bagikan disini hanyalah sekadar sharing motivasi dan pengalaman yang sudah saya lalui.

Terima kasih sudah bertahan membaca tulisan saya hingga habis dan semoga bermanfaat. Cherio!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun