Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Musim Hujan, Flu, dan Selesma

1 Februari 2019   11:00 Diperbarui: 22 November 2022   13:42 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: ajp.com.au

"Cuy, gue gak masuk ya hari ini. Flu berat nih gara-gara nerobos hujan semalam Paling gue bedrest seharian dulu hari ini, besok juga udah bisa masuk", saya membaca pesan whatsapp dari salah satu rekan kantor.

Biasanya sekitar 2 sampai 3 bulan sebelum dan sesudah tahun baru, cuaca akan sering berubah-ubah. Kadang panas kadang dingin. Kadang terik, kadang hujan badai. 

Tak jarang bagi orang-orang yang kurang persiapan dengan perlengkapan hujan (payung, jas hujan, jaket dan lainnya), suka kehujanan saat di perjalanan. 

Jika kebetulan kondisi badan sedang tidak fit, banyak penyakit yang mengancam mulai dari pilek, batuk, hingga DBD. Termasuk rekan kerja saya di atas. 

Sepintas tidak ada yang salah dengan kalimat di atas. Tapi sebenarnya yang dimaksud rekan saya itu bukan flu melainkan selesma. 

Mungkin kita jarang mendengar istilah selesma. Tapi sebenarnya flu dan selesma adalah dua penyakit yang berbeda, meskipun mayoritas gejalanya mirip-mirip.

Membedakan Flu dan Selesma

Baik flu (influenza) dan selesma (common cold), keduanya adalah penyakit yang menyerang saluran pernafasan akibat virus yang berbeda. Influenza disebabkan oleh virus Influenza, sementara selesma biasanya disebabkan infeksi virus jenis Rhinovirus.

Penyakit ini menular dengan mudah melalui udara atau percikan ludah saat penderita berbicara secara langsung dengan orang sehat. Gejala keduanya mirip-mirip seperti, demam, sakit kepala, nyeri otot, kelelahan, bersin-bersin, batuk dan pilek. 

Meski begitu, perbedaannya terletak pada lama gejala yang dialami oleh penderita. Pasien influenza bisa terbaring hingga sepuluh hari dan merasa lemah hingga satu bulanan. 

Sementara pasien selesma, mungkin akan merasa lemah sekitar satu atau dua hari, tapi begitu minum obat, istirahat total seharian, makan dan minum yang cukup, pasien akan merasa segar kembali. Bahkan beberapa orang masih bisa beraktivitas seperti biasa meskipun sedang sakit.

Sumber: cdc.gov
Sumber: cdc.gov
Pada dasarnya ada dua tipe virus influenza yakni Tipe A dan B. Virus A (H1N1) yang dikenal sebagai flu musiman (seasonal flu), dan Virus A (H3N2) yang dikenal sebagai Flu Australia. Sementara tipe B dibagi menjadi B Yamagata dan B Victoria.

Hingga saat ini sudah banyak jenis virus flu yang dianggap berbahaya karena mengakibatkan kematian. 

Contoh kasus flu dan infeksi pernafasan yang pernah heboh karena menimbulkan tingkat kematian yang tinggi misalnya Flu Burung (H5N1) dan MERS-CoV (Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus). 

Pada September 2018 lalu, seluruh penumpang pesawat yang terbang dari Dubai ke New York dikarantina setelah 100 penumpangnya menderita sakit pernafasan dan dikhawatirkan mereka membawa virus MERS yang bisa menularkan ke banyak orang dalam hitungan jam.

Penyakit influenza jika diabaikan, tidak menutup kemungkinan akan berkembang menjadi komplikasi seperti sinusitis, infeksi telinga, hingga pneumonia (radang paru-paru). Maka ada banyak kasus kematian yang muncul akibat influenza.

Kasus kematian terbesar akibat influenza yang pernah dicatat adalah pandemi flu tahun 1918 atau dikenal juga dengan 'Spanish Flu', yang mana sekitar 500 juta manusia terinfeksi dan diperkirakan sekitar 50 juta meninggal dunia (WHO). Tahun 2018 lalu menandai peringatan 100 tahun pandemi Spanish Flu. 

Oleh sebab itu penyakit flu tidak boleh dipandang remeh. Apalagi didukung fakta bahwa virus flu adalah virus yang terkenal 'paling pintar bermutasi'.

Pengobatan

Karena penyebabnya adalah virus, maka jangan sekali-sekali minum antibiotik untuk mengobati flu dan selesma. Faktanya masih banyak yang menganggap 'tidak afdol' kalau belum minum antibiotik. 

Ingat, tidak semua penyakit memerlukan antibiotik. Penggunaan antibiotik yang salah dapat menyebabkan resistensi antibiotik seperti yang sudah pernah saya bahas dalam artikel saya sebelumnya.

Umumnya dokter akan meresepkan dekongestan, analgesik (penghilang rasa sakit), anti radang non-steroid (Anti-Inflamasi Non-Steroid/AINS), obat batuk dan vitamin (antioksidan atau immunomodulator) untuk mengobati selesma. Dan tentunya harus disertai istirahat dan minum air putih yang cukup oleh pasien.

Namun kini sudah banyak juga pasien yang memilih tidak minum obat saat terkena selesma dan hanya beristirahat total di rumah disertai makan dan minum yang cukup dan baik (termasuk saya). 

Sementara untuk influenza, biasanya pasien akan diberikan resep antivirus dan obat lainnya sesuai diagnosa. 

Pencegahan

Untuk pencegahan, secara garis besar dibagi menjadi dua yakni Pencegahan Primer dan Sekunder. Pencegah Primer bisa dilakukan dengan vaksinasi, misal setahun sekali atau sesuai dengan tipe virus yang beredar (rekomendasi WHO). 

Namun sayangnya sepengetahuan saya vaksin ini belum ditanggung pemerintah dan umumnya tersedia di rumah sakit besar sehingga harganya lumayan mahal (mohon koreksinya dari rekan sejawat bila informasi ini keliru).

Pada beberapa kasus, ada juga pasien yang sudah divaksin tapi masih terserang flu. Perlu dicatat bahwa seperti yang sudah saya singgung tadi bahwa virus influenza adalah virus yang mampu bermutasi dengan cepat, ada kemungkinan pasien tetap menderita flu karena strain virus yang menjangkit berbeda dengan vaksin yang diperoleh.

Sedangkan Pencegahan Sekunder dapat dilakukan dengan memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, mengkonsumsi vitamin (immunomodulator/peningkat daya tahan tubuh), minum banyak air putih dan cukup istirahat, mengusahakan menjaga jarak dengan orang sakit dan bersihkan/pisahkan peralatan makan yang dipakai bersama oleh keluarga yang sakit di rumah.

Seperti yang ditulis oleh WHO dalam artikelnya, pandemi influenza dalah isu kesehatan publik yang sangat signifikan. 

Kemampuan virus yang luar biasa dalam bermutasi, menjadi tantangan khusus bagi para dokter, apoteker, ilmuwan, pemerintah dan industri terkait untuk terus secara bersama-sama memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka miliki dalam melakukan riset / penelitian yang berkelanjutan, untuk menghasilkan vaksin, antivirus dan sistem diagnosa yang lebih baik. 

Bagaimanapun kita tidak akan tahun virus ini kelak akan berkembang menjadi strain apa dan mungkin saja akan menyebabkan pandemi berikutnya, sehingga diharapkan saat itu kita sudah lebih siap untuk mencegah dan mengurangi berbagai kemungkinan resiko.

Referensi:

WHO | CDC

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun