Waktu minum obat
Beberapa contoh aturan waktu minum obat misalnya tiga kali sehari, satu kali sehari, dan sebagainya. Tapi terkadang ada pasien yang ketika lupa minum obat, dia meminum obat yang terlupa sekaligus. Contoh seorang pasien seharusnya minum obat tiga kali sehari, tapi saat malam hari dia baru ingat kalau siang tadi lupa minum obat, sehingga malam itu dia langsung meminum dua dosis sekaligus. Padahal seharusnya dia tetap meminum obat malamnya tanpa meminum obat siang yang terlewat.
Frekuensi Minum Obat
Biasanya terjadi akibat penggunaan obat yang seharusnya tidak dikonsumsi dalam jangka panjang. Contohnya penggunaan obat-obat antiinflamasi steroid (misalnya Dexamethason) dalam jangka panjang dapat menyebabkan wajah bengkak (moon face).
Contoh, idealnya suatu obat diabetes memberikan efek penurunan kadar gula darah. Namun pada beberapa pasien obat diabetes tertentu justru membuat kadar gula darah menurun drastis (hipoglikemia). Biasanya hal ini terjadi ketika pasien tersebut mengganti golongan obat yang sudah biasa  dipakai. Oleh sebab itu dokter juga perlu mempertimbangkan riwayat pengobatan pasiennya sebelum meresepkan obat dan pasien juga tidak boleh sembarangan mengganti obatnya.
Contoh lain, seorang pasien ternyata memiliki alergi terhadap suatu antibiotik sehingga pada saat mengkonsumsi antibiotik tertentu, muncul reaksi alergi berlebihan atau yang dikenal juga dengan Stevens Johnson Syndrome. Reaksi alergi yang berlebihan ini, bisa berupa ruam di sekujur tubuh hingga kulit melepuh. Masih ingat dengan kasus Stevens Johnson Syndrome yang menimpa Ananda, seorang balita berusia 3 tahun di Ambarawa tahun 2014 lalu?
Intinya, KTD yang dilaporkan adalah KTD apapun (non-serius dan serius) yang tidak biasa  dan terutama yang tidak tercantum dalam leaflet obat, setelah mengkonsumsi obat (obat bebas atau obat resep), obat tradisional, dan obat biologik (termasuk vaksin).
Dan bagi pasien yang akan menerima pengobatan tertentu, jangan lupa untuk menginformasikan kepada tenaga medis tentang riwayat penyakit, alergi, maupun pengobatan yang sedang dijalani dan sebagainya. Informasi-informasi tersebut sangat berguna bagi dokter untuk memilihkan obat yang tepat bagi pasien.
Dengan melaporkan KTD ini, berarti kita telah berpartisipasi dalam membantu kemajuan perkembangan dunia pengobatan terutama di bidang Farmakovigilans yakni suatu pengetahuan dan kegiatan untuk mendeteksi, menilai, memahami dan mencegah terjadinya ESO atau masalah terkait obat lainnya (WHO).Â
Farmakovigilans juga dapat dikatakan sebagai program monitoring keamanan obat setelah obat dipasarkan (post-market surveillance) untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI