Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Setop Kebiasaan Minta Oleh-oleh Saat Orang Lain Traveling

19 September 2018   09:00 Diperbarui: 19 September 2018   20:29 31966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: videoblocks.com

"Iiihhh.. lo mau ke Korea ya? Bawain oleh-oleh dong.." atau "Eh katanya lo kan mau ke Yogyakarta bulan depan? Jangan lupa oleh-olehnya ya!" atau "Weh, lo ke Hongkong transit di Singapore kan? Jangan lupa bawain gue parfum yah, katanya disana murah-murah. Kalo ada gantungan kunci atau pernak-pernik yang lain juga boleh".

Saat kita mau pergi traveling baik itu ke luar kota maupun ke luar negeri, kalimat mana yang paling sering didengar?

Kalau saya, kebetulan pernah mendengar ketiga jenis kalimat permintaan oleh-oleh ini saat saya akan bepergian. Mengapa saya katakan ada tiga jenis?

Kalimat permintaan pertama, bernada meminta dengan hati-hati. Intinya sih minta tapi kalau tidak dikasih ya tidak apa-apa.

Kalimat kedua, jelas permintaan tapi dengan nada setengah memaksa.

Dan kalimat terakhir adalah permintaan yang ngelunjak! Saya sebagai orang yang tidak hobi belanja saat bepergian, suka kesal sendiri kalau mendengar kalimat-kalimat ini.

Entah memang semua orang di dunia ini memang punya kebiasaan minta oleh-oleh setiap kali ada keluarga atau teman yang akan bepergian, atau cuma orang Indonesia saja. Karena menurut sepengamatan saya pada beberapa kenalan saya dari luar negeri, mereka jarang membeli oleh-oleh saat berkunjung ke Indonesia.

Maksud saya benar-benar jarang membeli oleh-oleh terutama 'pesanan' dari orang lain. Kalaupun mereka membeli oleh-oleh, biasanya atas kemauan mereka sendiri dan biasanya juga terjadi dengan spontan.

Jadi, memang dari awal saat berangkat ke Indonesia, mereka tidak berencana membeli oleh-oleh, tapi setibanya di Indonesia mereka bisa berubah pikiran dan kemudian membeli beberapa suvenir.

Ya, "beberapa". Itu pun hanya untuk orang-orang tertentu katanya.

Ilustrasi: news.detik.com
Ilustrasi: news.detik.com
Pastinya tidak seperti orang Indonesia yang oleh-olehnya bisa satu koper sendiri! Saya jadi ingat ketika tahun 2015 lalu saya traveling ke Bangkok dan mengunjungi Chatuchak Weekend Market, seorang penjual dengan bahasa Inggris yang pas-pasan mengatakan bahwa dia sangat senang bila ada turis Indonesia.

Alasannya, turis Indonesia selalu membeli barang dalam jumlah banyak untuk dijadikan oleh-oleh. Untuk orang tua, adik, kakak, keponakan, sepupu, kakek-nenek, teman, om-tante, tetangga, rekan kantor dan sebagainya!

Jadi, biasanya, kalau turis Indonesia berangkat ke suatu tempat dengan membawa satu koper, saat pulang kopernya pasti beranak-cucu.

Tapi apakah semua orang punya kebiasaan membawa oleh-oleh sebanyak itu? TIDAK! Termasuk saya.

Bahkan di antara rekan-rekan saya di kantor, setiap kali ada dinas ke luar kota maupun ke luar negeri, saya adalah salah satu orang yang kopernya tidak pernah bertambah ketika kembali ke Jakarta.

Ya, karena saya memang tidak terlalu suka membeli banyak barang untuk dijadikan oleh-oleh.

Dan karena itu pula, saya kurang suka kalau ada orang yang seenaknya meminta saya membawakan oleh-oleh.

Jadi untuk Kompasianer yang kebetulan hobi minta oleh-oleh dari orang yang akan traveling, coba mulai dikurangi kebiasaan itu. Mengapa?

Dana terbatas

Coba perhatikan orang yang kamu targetkan untuk dimintai oleh-oleh. Apakah dia orang yang memiliki keuangan yang terbatas atau tidak?

Perhatikan juga kira-kira gaya bepergiannya seperti apa? Kalau dia termasuk orang yang memiliki keuangan yang lumayan dan bepergian dengan maskapai level atas serta menginap di hotel berbintang, boleh-boleh sajalah dimintai oleh-oleh.

Tapi kalau dia traveling-nya saja ala backpacker, menginap di losmen bahkan penginapan kapsul dan menggunakan maskapai budget, kayaknya perlu dipikir-pikir deh kalau mau dimintai oleh-oleh. Mungkin saja dananya terbatas. Belum lagi ada biaya makan dan transportasi di sana yang harus mereka perhitungkan.

Ilustrasi: proteksikita.com
Ilustrasi: proteksikita.com
Zaman sekarang ketika rasa-rasanya semua orang sudah 'melek traveling', banyak yang bepergian dengan dana terbatas demi memperoleh pengalaman.

Jadi kalau kita minta oleh-oleh juga apalagi 'nitip' tanpa memberikan modal, tentu malah akan memberatkan mereka bukan?

Mungkin juga, mereka sudah punya rencana untuk membelikan oleh-oleh (meskipun sedikit) untuk anggota keluarga atau teman terdekat mereka.

Dan kalau kita merasa tidak termasuk dalam daftar orang-orang terdekat itu, mungkin saja permintaan oleh-oleh dari kita akan ditolak karena dana yang terbatas.

Selain itu, perlu diingat bahwa kurs Rupiah hanya 'menang' di beberapa negara.

Jadi artinya, ketika mereka membeli sesuatu di luar negeri, mungkin saja harganya akan lebih mahal jika dirupiahkan.

Waktu terbatas

Coba pikirkan hal ini. Umumnya setiap kali seseorang akan bepergian, mereka sudah memiliki jadwal (itinerary) tertentu. Kalau kita minta oleh-oleh (apalagi oleh-olehnya susah dicari), tentu akan sedikit atau malah sangat menyusahkan mereka.

Mungkin saja mereka terpaksa harus mengorbankan salah satu destinasi yang akan dikunjungi demi mencari oleh-oleh yang dipesan. Kasihan dong?

Jatah bagasi terbatas

Kalau penerbangan dalam negeri sih tidak masalah karena biasanya memang jatah berat bagasi tidak dibatasi. Tapi kalau ke luar negeri, setiap maskapai memiliki ketentuan jatah berat bagasi maksimal yang berbeda-beda bagi setiap penumpang.

Bila berlebih, maka ada biaya yang harus dibayarkan per kilogram kelebihan. Apalagi kalau maskapai budget yang mengenakan tarif tambahan jika ada bagasi.

Ilustrasi: worldbaggagenetwork.com
Ilustrasi: worldbaggagenetwork.com
Jadi kalau kita minta oleh-oleh atau 'nitip' dengan jumlah yang banyak, pertimbangkan juga jatah bagasinya.

Mungkin saja mereka sudah punya rencana untuk membawa oleh-oleh tertentu untuk anggota keluarga atau teman terdekat mereka.

Kalau sampai over baggage, apakah kita bersedia membayar biaya over baggage tersebut?

Saya jadi ingat ketika salah seorang rekan kerja saya ketika pergi ke Seoul Juni lalu, karena saking banyaknya titipan, dia harus membayar kelebihan bagasi (ternyata perhitungan berat bagasinya meleset dari perkiraan).

Bahkan berat barang-barang titipan jauh lebih menyita jatah bagasi daripada oleh-oleh yang dibawa untuk keluarga dan teman-temannya.

Tujuan utama traveling

Ini dia yang tak kalah penting. Ketika seseorang bepergian dengan tujuan perjalanan bisnis atau ziarah, tentunya agak susah kalau kita mintai oleh-oleh karena tentunya kunjungan mereka ke pusat perbelanjaan pasti sangat terbatas.

Pun jika mereka memang bertujuan untuk wisata, coba tanya kira-kira lebih banyak ke tempat-tempat wisata budaya/alam atau pusat perbelanjaan yang memang tujuannya untuk shopping.

Ilustrasi: 123rf.com
Ilustrasi: 123rf.com
Kalau tujuan utama mereka bukan berbelanja, pasti agak menyusahkan kalau kita nitip banyak barang. Beda halnya dengan 'jastip' (jasa titip) loh ya, karena mereka yang menerima jastip biasanya memang memiliki tujuan untuk berbelanja banyak barang.

Lalu bagaimana tips menghadapi mereka yang hobi minta oleh-oleh ketika kita akan bepergian?

Tentunya ada yang memang berani untuk bersikap cuek dengan menolak secara langsung, tapi ada juga yang lebih memilih cara halus (seperti saya):

- Katakan bahwa kita bepergian tanpa bagasi. Kalau perlu tekankan bahwa kita memang tidak ada rencana membeli suvenir karena keterbatasan berat tas kabin.
- Katakan bahwa kita hanya mengunjungi satu atau dua pusat perbelanjaan, jadi kita hanya bisa membawakan apa yang ada di sana saja.
- Katakan bahwa barang titipan keluarga sudah sangat banyak dan makan tempat, jadi kalau mau minta oleh-oleh, yang kecil-kecil saja.
- Katakan bahwa tujuan kita bepergian adalah perjalanan bisnis atau memang mengikuti program tur yang jadwalnya sudah diatur bersama rombongan, jadi waktu jalan-jalan apalagi shopping, sangat terbatas.
- Bila perlu jangan umbar rencana traveling kalian. Hanya beritahu pada keluarga inti dan sahabat tertentu saja.

Saya bukannya melarang Anda untuk meminta oleh-oleh pada seseorang. Tapi janganlah menjadikan perilaku ini sebagai kebiasaan yang kemungkinan besar malah akan menyusahkan.

Terlebih kalau kita tidak terlalu akrab dengan mereka yang akan traveling. Demi memperoleh barang dari tempat yang sangat jauh, tanpa malu dan segan minta dibawakan oleh-oleh.

Lagi pula kalau kita sudah memiliki suvenir khas dari setiap daerah, bukankah motivasi kita untuk berkunjung ke tempat tersebut malah akan semakin berkurang?

Tentunya suvenir bukanlah hal utama yang harus diperoleh saat bepergian, melainkan pengalaman untuk melihat serta mengenal lingkungan dan budaya yang baru.

Suvenir hanyalah sekadar kenangan bahwa kita pernah berkunjung ke tempat tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun