Dari kasus Albothyl ini, kita tentunya sangat prihatin atas banyaknya pasien yang telah dirugikan. Tapi kita tidak perlu juga saling menyalahkan dan mempertanyakan kompetensi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Berkaca dari kasus Thalidomide, penarikan produk obat karena efek samping yang muncul meskipun produk tersebut sudah lama beredar di pasaran sangat mungkin terjadi.Â
Hal ini tentunya dipengaruhi faktor sensitivitas dan reaksi setiap orang yang berbeda terhadap suatu obat. Farmakovigilans boleh dibilang tidak hanya dilakukan selama beberapa tahun terhadap suatu obat setelah disetujui izin edarnya, melainkan selama produk tersebut beredar di pasaran. Oleh sebab itu, saya berharap setelah membaca artikel saya ini, masyarakat menjadi aware dengan Farmakovigilans. Jangan cuek apalagi antipati.
Seperti yang telah saya paparkan sebelumnya, Farmakovigilans tidak hanya dilaksanakan oleh industri farmasi tetapi juga didukung oleh masyarakat awam dan profesional kesehatan di lapangan. Bagi masyarakat awam, jika menemukan atau mengalami kejadian yang tidak diinginkan setelah mengkonsumsi suatu obat, bisa menghubungi produsen dan melaporkan kejadian yang dialami (kecuali kejadian serius yang memerlukan penanganan segera ke klinik atau rumah sakit). Biasanya produsen memiliki nomor kontak layanan keluhan konsumen. Keluhan-keluhan ini akan ditindaklanjuti oleh bagian Farmakovigilans di setiap perusahaan atau produsen.
Bagi profesional kesehatan lain, pelaporan ini bisa dilakukan dengan mengisi Form Kuning (Formulir Pelaporan Efek Samping Obat) pada website e-meso.pom.go.id. Untuk kemudian dikirimkan ke Pusat Farmakovigilans / MESO (Monitoring Efek Samping Obat) Nasional, Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT Badan POM RI.Â
MESO yang dilakukan di Indonesia, bekerja sama dengan WHO-Uppsala Monitoring Center (Collaborating Center for International Drug Monitoring) yang bertujuan untuk memantau semua efek samping obat yang dijumpai pada penggunaan obat. Hasil semua evaluasi yang terkumpul akan digunakan sebagai materi untuk melakukan re-evaluasi atau penilaian kembali pada obat yang telah beredar untuk selanjutnya menerapkan tindakan pengamanan yang diperlukan.
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H