Siapa yang tidak kenal seri Harry Potter yang ditulis pengarang berdarah Inggris ini? Setelah banyak penerbit yang menolak untuk mempublikasikan buku ini, Bloomsbury akhirnya membuat ketujuh seri Harry Potter meledak di puluhan negara. Saya ingat betul ketika boleh dibilang hampir semua anak di dunia begitu terpesona dengan kisah kehidupan tiga penyihir anak (Harry Potter, Ron Weasley dan Hermione Granger) selama bersekolah di sekolah sihir Hogwarts.Â
Setiap seri yang akan terbit, selalu menimbulkan antrian tunggu yang mengular di luar toko Bloomsbury. Imajinasi Rowling begitu luar biasa terutama dalam menciptakan istilah-istilah sihir yang apik dan berima berupa mantera, buku, tanaman, minuman, ramuan dan sebagainya. Dan karenanya, saya sanggup membaca buku setebal kamus kedokteran Dorland hanya dalam waktu beberapa hari. Wew!
Dari ketujuh serinya, Harry Potter and the Goblet of Fire adalah favorit saya. Buku ini menceritakan kisah ketiga penyihir yang bersahabat itu semasa turnamen Triwizard. Informasi bahwa ada sekolah sihir lain dari berbagai belahan dunia selain Hogwarts di Inggris, seperti Beauxbatons dari Prancis dan Durmstrang dari Hungaria, membuat imajinasi saya semakin berkelana.
Ketujuh seri Harry Potter ini pun telah diangkat ke layar lebar. Dan lagi-lagi, baca dulu bukunya sebelum nonton, karena durasi dua jam tidak pernah cukup merangkum semua pesona dunia sihir Hogwarts!
Buku yang satu ini, boleh dibilang 'berat'. Bukan berarti berat dalam arti sebenarnya, melainkan isinya. Bagaimana tidak, faktanya buku ini adalah buku filsafat, namun ditulis dengan gaya seperti novel. Mengkisahkan tentang seorang anak perempuan bernama Sophie yang kemudian selalu mempertanyakan segala hal tentang kehidupan akibat surat-surat misterius yang diterimanya.Â
Apa yang bisa saya simpulkan disini adalah bahwa Dunia Sophie menjadikan filsafat bukanlah sesuatu yang hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang selalu berpikir filosofis saja. Selain itu Dunia Sophie juga banyak memberikan ilmu tentang teori dasar filsafat seperti Socrates, Plato dan Aristoteles. Kita tidak diharuskan menjadi seseorang yang filosofis setelah membaca buku ini. Tapi paling tidak, kita diajar untuk sedikit lebih kritis dalam berpikir serta menjalani hidup dan bukannya menjadi orang 'nerimo' saja.
Hingga tulisan ini saya publikasikan, sejujurnya saya baru membaca setengah buku saking 'berat'nya. Tapi saya yakin, saya pasti bisa menyelesaikannya. Semangat!
Bloodline (Sidney Sheldon)
Bagi yang suka membaca novel bergenre misteri dan spionase, pastilah tidak asing dengan novel-novel karya John Grisham, Agatha Christie, Sir Arthur Conan Doyle (Sherlock Holmes) dan Sidney Sheldon.
Sebenarnya ada banyak seri Sidney Sheldon. Namun yang paling saya suka adalah Bloodline (Garis Darah). Kenapa saya suka buku ini? Karena buku ini mengisahkan tentang seorang putri pewaris tunggal perusahaan farmasi besar, bernama Elizabeth. Jadi karena saya juga seorang Apoteker, saya betul-betul nyambung dengan segala istilah dan alur cerita novel ini. Hahaha..