Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mamakku Galak, Mamakku Sayang

2 Januari 2018   15:37 Diperbarui: 22 Desember 2021   08:42 1787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: geregetan.com

Hampir setiap orang yang saya temui, kalau lagi ngomongin soal Ibunya, pasti deh kesannya baik-baik semua. Sosok Ibu yang baik, lembut, mengayomi, bisa segala hal, pokoknya so sweet lah.

Saya bukan termasuk orang yang melankolis kalau membicarakan soal Ibu saya (yang biasanya saya panggil Mamak karena biasanya orang Batak memanggil ibunya dengan panggilan Maakk! Maakk!) sehingga apa yang ingin saya ceritakan disini tentang Mamak, mungkin sedikit berbeda dari kebanyakan orang. Paling tidak dari semua cerita tentang Ibu dari orang-orang yang pernah saya temui.

Hal yang paling berkesan tentang Mamak adalah. GALAK. Oh ya! Kalau biasanya anak-anak banyak yang bilang bapaknya lebih galak daripada ibunya, bagi saya Mamak-lah lebih galak.

Entah karena memang berdarah Batak murni (orang bilang biasanya suku Batak itu galak-galak karena suaranya lantang) atau memang karena didikan keras ala zaman kolonial, Mamak-ku ini kalau sudah marah rasanya dunia mau runtuh. SUPER HOROR! Suaranya lantang menggelegar sampai ke ujung kompleks rumah sehingga kalau saya sedang dimarahi, rasanya dobel-dobel. Takut sekaligus malu setengah mati kalau sampai didengar tetangga! Dan kalau saya menangis, makin jadilah marahnya si Mamak itu. Duh, ngerilah pokoknya.

Dulu saking sedihnya kalau sedang dimarahi, pikiran saya suka random, "Sebenarnya saya ini anak angkat atau bagaimana. Kok Mamak ini sukak kali marah-marah". Kalau sudah begitu, akhirnya saya cuma bisa diam. Tak lama kemudian, biasanya Bapak sayalah yang 'maju' untuk memberikan sedikit pembelaan. Beliau memang punya pembawaan yang lebih tenang dan frekuensi marah-marahnya tidak sebanyak Mamak, meski kalau sudah marah sama horornya. Hahaha!

Lalu apakah saya marah dan dendam kepada Mamak? Kalau anak zaman now mungkin bisa saja, lalu mereka mulai memberontak, menjadi anak yang membangkang dan sulit diatur. Tapi untungnya saya tidak. Semakin dewasa saya malah bersyukur dengan kegalakkan Mamak itu. Teriakkannya yang menggelegar, bahkan diikuti cubitan di paha kalau saking gemasnya sama anak-anaknya, membuat saya dan adik saya boleh dikatakan jadi kuat mental.

Percaya tidak percaya, boleh dibilang meski galak setengah mati, justru inilah pemberian yang paling berkesan sekaligus penting dari Mamak untuk saya.

1. Tough

Manfaat itu mulai saya sadari ketika menginjak bangku SMA. Zaman saya SMA, tradisi senioritas dalam per-ploncoan masih ada meski tidak separah diberitakan di televisi itu. 

Kerasnya didikan Mamak membuat saya merasa lebih tough. Galaknya teriakan kakak-kakak senior selama masa orientasi SMA dan kuliah, tidak membuat saya takut dan ciut apalagi menangis seperti yang saya lihat pada teman-teman saya yang lain. Bagaimana tidak? Semuanya itu tidak ada apa-apanya dibandingkan yang sudah pernah saya alami dari Mamak. Pokoknya lewat! Kelak, di kehidupan nyatapun saya tidak gampang jatuh mental ketika ada situasi yang 'menekan' saya. Kalau diingat-ingat jadi lucu juga sih.

Ilustrasi: tediprawoto.blogspot.com
Ilustrasi: tediprawoto.blogspot.com
2. Tidak mudah sakit hati karena omongan orang lain

Ketika Mamak merepet, boleh dibilang hanya dia dan Tuhan yang tahu kata-kata apa yang akan keluar dari mulut Mamak saat sedang emosi. Saat itu terjadi, saya mungkin saja kesal. Tapi lagi-lagi saya belajar untuk menyeleksi perkataan mana yang perlu saya ingat-ingat dan mana yang tidak, alias masuk kuping kiri keluar kuping kanan. Dengan begitu saya jadi tidak gampang baper, tersinggung, apalagi sampai sakit hati ketika mendengar omongan yang kurang sedap dari orang lain. Saya belajar untuk bersabar dan berintrospeksi diri.

3. Tidak mudah gugup ketika bekerja di bawah tekanan

Pernah merasa kalau sedang dimarahi tiba-tiba pikiran jadi blank hingga kita bingung harus melakukan apa?

Itu yang saya rasakan ketika Mamak marah-marah sambil menyuruh saya mengerjakan sesuatu. Semakin lambat gerakan saya, semakin marahlah dia.

Namun kemudian ini membuat saya belajar bagaimana cara saya supaya tetap tenang sehingga saya bisa tetap berkonsentrasi dan fokus pada apa yang harus saya lakukan dengan benar.

Hal ini sangat bermanfaat dalam situasi tertekan saat di luar rumah. Misalnya saat sedang dihukum guru di sekolah, atau ketika sedang diburu waktu saat ujian, atau saat atasan di kantor marah-marah.

Ilustrasi: playbuzz.com
Ilustrasi: playbuzz.com
Saya percaya dibalik galaknya Mamak, dia ingin anaknya menjadi orang yang sukses karena bagi setiap orang Batak, prinsip "Anakkonhido hamoraon di au" (anakku adalah kekayaanku) sangat dijunjung tinggi. Dan untuk menjadi sukses, seseorang perlu sifat tough. Memang ada banyak cara untuk memperoleh sikap mental yang kuat. Tapi semuanya itu tetap tergantung pada cara pandang seseorang dalam menghadapi situasi yang dialami.

Meski galaknya minta ampun, saya sangat bersyukur punya Ibu seperti Mamak. Saya tidak akan bisa jadi seperti sekarang kalau tidak ada Mamak. Jadi bagi teman-teman yang ibunya juga galak, jangan berkecil hati apalagi marah. Percayalah mereka juga punya hati yang mellow. Galaknya Ibu tetap saja memberi manfaat untuk kita. Kalau tidak sekarang, ya nanti.

Meski Hari Ibu sudah lama lewat, saya tetap ingin membagi kisah ini pada orang lain sebagai bentuk penghargaan saya untuk Mamak. Yah, meskipun belum tentu dibaca Mamak juga sih, karena kebetulan di keluarga kami peringatan Hari Ibu tidak terlalu krusial untuk dirayakan.

Saya yakin kalau saya tiba-tiba muncul sambil bawa bunga dan berkata "Selamat Hari Ibu Mak", Mamak akan berkata dengan cueknya, "Tak usah kau kasih Mamak bunga segala. Jadi anak yang benar saja sudah cukup". Kalau jadi anak yang benar saja sudah cukup, apalagi plus ngasih bunga bank yah. Uhuyy!

Ada benarnya juga sih, Hari Ibu ditujukan sebagai bentuk penghargaan atas kebaikan-kebaikan Ibu. Tapi bagi saya Hari Ibu tidak hanya satu hari, melainkan setiap hari. Berusaha membuat orangtua senang sebaik dan semampu kita sebagai rasa terima kasih, pastilah lebih berarti.

Biar galak, yang penting sayang!

- Artikel ini diperbaharui tanggal 22 Desember 2021 -

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun