Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Berkontribusi Kurangi Macet Jakarta dengan "UBER Ride-Share"

5 November 2017   02:39 Diperbarui: 5 November 2017   04:07 1436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: heraldsun.com.au

Apa yang pertama kali terlintas di pikiran Anda kalau mendengar kata "Lalu Lintas Jakarta"? Kalau saya sih jelas, MACET! Dan justru banyak orang bilang, "Kalau macet bukan Jakarta namanya". Miris kan?

Biasanya, macet akan mulai terlihat pada saat-saat tertentu, misal saat rush hour pagi dan sore, saat long weekend, atau saat seusai hujan, atau saat hari-hari menjelang hari raya agama. Namun akhir-akhir ini, kemacetan Jakarta semakin sulit untuk diprediksi. Misalkan dulu macet hanya terjadi di hari kerja pada rush hour, kini justru saat rush hour bisa saja jalanan tampak lancar sementara di hari Sabtu malah macet total. Belum lagi kalau sedang ada proyek PU (Pekerjaan Umum) yang akan menutup sebagian jalan dan mengurangi luas jalan. Dan tidak tanggung-tanggung macet yang terjadi belakangan ini, bisa belangsung berjam-jam!

Sekitar satu tahun yang lalu, saya pernah terjebak di jalanan selama 12 jam saat saya mau berangkat ke kantor, dan itu pun belum sempat sampai ke kantor. Singkat cerita, setelah hampir semalaman hujan, paginya saya berangkat ke kantor dalam keadaan masih hujan. Namun belum sampai ke kantor, saya dapat info bahwa daerah sekitar kantor banjir sehingga saya putar balik untuk pulang. Namun apa daya, genangan air mulai muncul di beberapa titik dan menimbulkan macet luar biasa dimana-mana. Ibarat kata, maju kena mundur kena. Mau lewat manapun semuanya macet. Transjakarta pun sempat berhenti beroperasi. Jadilah saya mutar-mutar mencari jalan menuju rumah. Setelah naik-turun angkutan umum plus jalan kaki, saya baru sampai di rumah pukul sepuluh malam. Luar biasa sekali waktu itu. Saya sampai stres dan kepingin marahin orang-orang!

Menurut harian Kompas pada artikel ini, Jakarta mendapat predikat dari INRIX -- sebuah lembaga penganalisis lalu lintas yang berbasis di Washington D.C. -- sebagai kota termacet di peringkat ke-22, setelah Bangkok. Hasil analisis tersebut menunjukkan pengendara di Jakarta terjebak dalam kemacetan selama 55 jam setahun. Memang meski masih banyak kota-kota lain yang memiliki level kemacetan melebihi Jakarta, namun banyak yang memperkirakan bahwa di tahun 2020, Jakarta akan macet total. Bahkan dimulai ketika mobil keluar dari garasi. Serem banget gak tuh!

Sumber: metro.tempo.co
Sumber: metro.tempo.co
Penyebab utama kemacetan Jakarta adalah pertambahan volume kendaraan yang tidak sebanding dengan pertambahan ruas atau panjang jalan. Permintaan konsumen terhadap ketersediaan kendaraan pribadi semakin besar, sementara jumlah jalan ya segitu-segitu saja.

Kemudahan mendapatkan kredit kepemilikkan kendaraan, pajak yang masih cukup terjangkau dan gaya hidup, juga membuat masyarakat Jakarta semakin tergiur untuk memiliki kendaraan pribadi. Bahkan lebih dari satu, sehingga kadang jika dalam satu keluarga terdiri dari empat orang, mobilnya pun ada empat.

Selain itu faktor kenyamanan dan keamanan transportasi umum yang belum sepenuhnya memadai dan terintegrasi, juga menjadi faktor utama dilema masyarakat Jakarta, sehingga akhirnya lebih memilih untuk memiliki dan menggunakan kendaraan pribadi daripada transportasi umum dalam kehidupan sehari-hari.

Disamping itu, Indonesia khususnya Jakarta juga belum menerapkan pembatasan tahun pembuatan kendaraan yang diperbolehkan untuk dipakai di jalan umum. Sehingga alih-alih terjadi regenerasi, jumlah kendaraan malah terus bertambah setiap tahun.

Lalu bagaimana dengan efek yang ditimbulkan dari kemacetan lalu lintas ini? Mungkin jika hanya terjadi sesekali, dampaknya masih boleh dibilang wajar. Namun ketika kemacetan menjadi suatu peristiwa yang biasa terjadi setiap hari, maka disitulah banyak masalah dan kerugian yang muncul. Kemacetan berjam-jam di Jakarta jelas berdampak pada beberapa aspek antara lain:

Ekonomi

Ketika macet terus-menerus terjadi, laju bisnis akan terhambat. Contoh pendistribusian barang hingga pariwisata. Akan ada banyak dana yang hilang karena distribusi barang/jasa yang tidak tepat waktu, hingga berkurangnya turis asing maupun lokal karena mereka tidak ingin terjebak macet saat berwisata di Jakarta.

Kesehatan Psikologis & Jasmani

Terjebak dalam kemacetan selama berjam-jam di jalan tentunya akan membuat badan pegal dan mengakibatkan level stres seseorang meningkat.

Ilustrasi: heraldsun.com.au
Ilustrasi: heraldsun.com.au
Lingkungan

Polusi yang ditimbulkan akibat kemacetan ada dua. Pertama, polusi udara akibat emisi gas Karbon Monoksida (CO) yang pada akhirnya akan menyumbang perang pada kebocoran lapisan Ozon di atmosfer bumi. Kedua, polusi suara yang disebabkan bunyi mesin kendaraan dan suara klakson yang bersahut-sahutan. 

Tidak dapat dipungkiri bahwa tingkat kesabaran masyarakat Jakarta masih jauh dari masyarakat Jepang. Kebetulan saya sering kali menemui artikel yang membahas tentang kebiasaan orang Jepang yang sangat tertib berlalu lintas sehingga bahkan suara klakson jarang terdengar di jalan! Dan yang paling utama adalah, pemborosan BBM. Pemakaian kendaraan yang berlebihan dan kemacetan jelas akan membuat minyak dan gas bumi akan semakin langka, sedangkan pembentukkannya sendiri membutuhkan waktu ratusan tahun.

Ilustrasi: holyrood.com
Ilustrasi: holyrood.com
Kualitas Hidup Masyarakat

Akibat sering terjebak di kemacetan, sering kali kita melewatkan peristiwa-peristiwa penting dalam keluarga dan persahabatan. Misal melewatkan momen ulang tahun seseorang, reuni dengan teman hingga berkurangnya kualitas istirahat.

Menghambat Penanganan Keadaan Darurat

Pernah lihat dong, ketika mobil damkar dan ambulans dengan sirine meraung-raung terjebak dalam kemacetan, berusaha menembus macet tapi tak ada seorangpun yang memberi jalan? Akibatnya penanganan kebakaran dan pasien emergency menjadi terhambat. Dan sayangnya tingkat kesadaran masyarakat kita untuk mengutamakan kendaraan darurat lewat dalam kasus emergency, masih belum bisa diacungi jempol. Kalau sudah begini, yang rugi kita-kita juga kan. Coba bayangkan jika kita yang mengalami kejadian itu?

Lalu cara apa saja yang perlu ditempuh untuk mengurangi kemacetan Jakarta? Beberapa usaha yang sudah dilakukan pemerintah antara lain, menaikkan tarif tol, parkir dan pajak kendaraan hingga membatasi kendaraan untuk melewati jalan-jalan tertentu pada rush hour. Kalau dulu konsep yang diterapkan adalah Three In One, sekarang adalah pembatasan kendaraan berplat ganjil dan genap.

So, bagaimana dengan kontribusi kita sebagai masyarakat? Sudah jelas sebenarnya. Kurangi pemakaian kendaraan pribadi dan mulai menggunakan transportasi umum. Kita akui sistem transportasi umum kita belum semaju Bangkok dan Singapura, namun perlu diakui juga bahwa transportasi umum Jakarta kini sudah mulai ada kemajuan. Contoh armada bus Transjakarta yang semakin banyak, serta perbanyakkan rute Transjakarta. Fasilitas Commuter Line juga sudah berbeda dengan dulu, dimana kereta yang digunakan semakin nyaman dan bebas macet. Dan semoga beberapa tahun lagi kita sudah bisa menikmati LRT & MRT.

Beberapa waktu yang lalu saya sempat melihat iklan UBER Boxes Sunrise  di Youtube. Konsepnya yang menggunakan kotak kardus besar sebagai kendaraan setiap orang, benar-benar mengingatkan saya dengan kemacetan Jakarta plus efek-efek yang ditimbulkan. Iklan ini menyiratkan kita untuk mulai menyadari bahwa menggunakan transportasi umum adalah bagian dari gaya hidup yang baik dalam rangka mengurangi kemacetan Jakarta.

Selain menggunakan transportasi umum, kita juga bisa menerapkan cara mudah lainnya yaitu konsep Ride Sharing (berkendara bersama) atau istilah gaulnya, nebeng! Pergi ke kantor atau pulang dari kantor bersama rekan atau teman atau tetangga yang searah dengan kita, bisa menjadi cara yang cukup efektif untuk mengurangi kemacetan. Selain itu kita juga bisa menghemat waktu, BBM, biaya parkir, serta mengurangi tingkat stres dan kelelahan. Apalagi saat ini transportasi umum berbasis online, juga sudah mulai menerapkan konsep Ride Sharing. Contohnya UBER.

Layanan UBER ini bernama Uber Ride-Share, dimana kita bisa memesan kendaraan sambil berbagi dengan orang lain yang memiliki tujuan yang searah dengan kita. Dengan demikian selain ongkos yang kita bayarkan jadi lebih murah, nyaman dan tidak capek, dapat kenalan baru pula. Jadi perjalanan juga tidak membosankan. Seru kan?

Udah jangan kelamaan mikir besok Senin mau naik apa ke kantor. Naik UBER aja. Eh, tapi kamu udah download aplikasinya belum?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun