Apa sih Lektor? Maksudnya semacam dosen begitu? Menurut KBBI sih, memang Lektor berarti pengajar. Tapi Lektor yang saya maksud di sini bukan pengajar, melainkan orang yang bertugas sebagai Pembaca Kitab Suci saat perayaan Misa Ekaristi di Gereja Katolik. Jadi Lektor merupakan salah satu komponen penting dalam setiap perayaan misa. Tapi sekarang saya tidak ingin membahas tentang Lektor dari sisi rohani karena kebetulan saya juga bukan seseorang yang ahli di bidang rohani.
Seperti yang telah saya sebutkan di atas, dalam tugas pelayanannya Lektor bertanggung jawab membacakan ayat-ayat kitab suci kepada seluruh umat yang hadir di gereja pada saat itu. Walaupun intinya sama, tapi 'Membaca' dan 'Membacakan' itu jelas berbeda. Membaca hanya dilakukan untuk diri sendiri dan tidak perlu bersuara, sedangkan 'Membacakan' dilakukan untuk orang lain sehingga jelas harus bersuara. Dan karena ada orang lain yang mendengarkan kita, maka kita jadi memiliki tanggung jawab supaya pendengar kita mampu untuk memusatkan perhatian mereka dan mengerti apa yang kita sampaikan.
Kebetulan sekali salah seorang Kompasianer Irene Cynthia Hadi pernah membahas seluk beluk menjadi Lektor dalam artikelnya.
Pertama kali saya mendapat pelatihan untuk membaca sebagai Lektor adalah ketika saya duduk di kelas XI (2 SMA). Dan kini setelah menjadi Lektor selama lebih dari sepuluh tahun, saya sudah mengalami semua yang telah dipaparkan dalam artikel Mbak Irene Cynthia tadi. Mulai dari salah baca, blank tiba-tiba, salah posisi, suara serak, dikritik mentor dan Koordinator Liturgi hingga mendapat teman-teman baru, dan dipuji oleh pastor dan umat. Semua itu saya dapatkan setelah terus-menerus berlatih dan belajar.
Saat kita membacakan sesuatu untuk orang lain, apakah itu ayat kitab suci maupun bukan, jelas dibutuhkan mental yang kuat dan teknik tertentu supaya apa yang kita bacakan bisa diresapi oleh pendengar. Dan menurut saya, ini jelas suatu hal yang tidak mudah. Berdasarkan pengalaman saya, berikut hal-hal yang harus kita perhatikan sebelum membacakan sesuatu untuk orang lain:
1. Memahami isi bacaan
Ini jelas merupakan hal yang wajib. Bila kita sendiri tidak mengerti isi bacaan, bagaimana bisa kita berharap orang lain mengerti apa yang kita bacakan atau sampaikan. Setiap topik bacaan memiliki level yang berbeda untuk dipahami seseorang. Ada yang mudah, agak sulit hingga sulit untuk dipahami. Dan biasanya hal ini berkaitan erat dengan kosakata yang digunakan. Istilah dalam bacaan politik, sosial, ekonomi, kesehatan, religi tentu memiliki ciri masing-masing.Â
Meski kita belum tentu memiliki pengetahuan khusus tentang topik-topik tersebut, tidak ada salahnya kita mencari tahu arti kata yang terdengar asing bagi kita. Contohnya para pembaca berita di televisi. Meski mereka tidak memiliki pengetahuan atau pendidikan khusus di bidang-bidang tertentu, mereka tetap bisa membacakan naskah berita dengan baik dan dipahami oleh semua penontonnya.
2. Berlatih Intonasi dan Artikulasi
Intonasi (tinggi rendahnya nada dalam suatu kalimat) dan artikulasi (kejelasan bunyi bahasa) merupakan dua hal penting yang harus ada saat kita membacakan sesuatu untuk orang lain. Kalimat dengan nada bertanya, berseru, menjawab, memanggil, tentu berbeda intonasinya. Begitu juga ketika ada tanda koma yang berarti kalimat masuh berlanjut dan tanda titik yang berarti kalimat sudah selesai. Semua harus diucapkan dengan benar. Saat mengucapkan kata-kata pun setiap huruf vokal dan konsonan harus jelas terucap.Â
Oleh sebab itu, membaca tidak perlu terburu-buru. Mempertahankan tempo membaca juga lumayan sulit. Ketika bacaan terasa panjang, kadang secara otomatis tempo membaca kita akan meningkat. Kayak pengen cepet-cepet selesai gitu deh. Dan untuk mempertahankan tempo membaca, kita juga harus tenang. Seperti slogan 'Biar Lambat Asal Selamat', membaca pun demikian, 'Biar Lambat Asal Jelas'.Â
Jadi komentar "Membaca seperti berkumur-kumur" pun tidak akan terucap dari para pendengar. Bila sampai terjadi salah baca, mengulang kata pun tidak masalah. Bagaimanapun, salah baca adalah suatu hal yang lumrah. Tapi jangan sampai terlalu sering juga.
Maksudnya memang bukan membaca dalam hati sih. Tapi membaca dengan sungguh-sungguh. Tidak begitu berbeda dengan poin pertama tadi. Namun ketika kita membacakan suatu dialog, kita perlu memposisikan diri pada karakter-karakter dalam dialog tersebut. Mirip mendongeng gitu deh. Bagi yang orangtuanya sering membacakan cerita sebelum tidur, pasti tahu seperti apa.
4. Kontak Mata
Nah, ini dia yang biasanya paling susah. Kontak mata! Gak mungkin dong saat kita membacakan sesuatu, kepala kita menunduk terus. Berdiri dan berbicara di hadapan umum bukan sesuatu hal yang mudah kita lakukan begitu saja. Rasa gugup bisa menerjang tiba-tiba dan membuat kita tiba-tiba merasa mulas, berkeringat dingin hingga gemetar sampai kita tidak sanggup berkata apa-apa. Serem gak tuh.Â
Sama seperti halnya public speaking, kita membutuhkan mental yang kuat ketika ada puluhan bahkan hingga ratusan pasang mata menatap kita dan menunggu kita berbicara. Dan hal ini bisa kita kuasai bila terus berlatih. Kontak mata dengan audiens perlu kita lakukan untuk menarik fokus mereka kepada kita. Kontak mata juga merupakan suatu cara supaya audiens bisa yakin dengan apa yang akan mereka dengarkan. Mungkin Anda sering mendengar tips ini, bagi para pemula bisa dimulai dengan menatap 5 cm di atas kepala audiens.
Jadilah orang yang berlapang dada dengan setiap kritik dan saran dari orang lain. Dengan begitu, kita tahu kekurangan kita sehingga bisa memperbaiki kesalahan kita. Terbuka terhadap kritik dan saran adalah suatu bentuk belajar. Memang tidak semua kritik bertujuan memotivasi, oleh sebab itu kita berhak untuk hanya mendengarkan kritik yang sifatnya membangun. Dan bila ada yang memuji, tetaplah rendah hati dan jangan lupa ucapkan terima kasih.
Bagaimana dengan kamu, punya pengalaman membaca untuk orang lain? Share di komentar yah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H