Kalau kita amati kolom Headline Kompasiana belakangan ini, ada beberapa artikel yang mengangkat tema tentang Borobudur. Ya, Candi Buddha terbesar di Indonesia sedang dalam masa penantian memperoleh predikat Memory of World (MoW) dari UNESCO, seperti yang telah diberitakan Kompas.com tanggal 11 Oktober lalu. Dan pengumuman ini diperkirakan akan dirilis sekitar 27 Oktober -- 3 November 2017.
Sebenarnya apa sih Memory of World itu? Dibentuk pada tahun 1992, MoW pada dasarnya adalah suatu bentuk penghargaan / sertifikasi dari organisasi PBB yang bertujuan untuk melestarikan dan membuka akses terhadap dokumentasi warisan dunia. Seiring dengan berjalannya waktu, warisan-warisan penting dunia menghadapi berbagai ancaman seperti perampokan dan perdagangan ilegal untuk koleksi pribadi, pengrusakkan dan kehancuran akibat bencana alam, perang, dan sebagainya. Akibatnya dokumentasi-dokumentasi sejarah penting ini terancam hilang dan tidak bisa disaksikan oleh generasi di masa depan.Â
Dokumentasi akan warisan-warisan dunia perlu dilestarikan sebagai pengingat kita tentang peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di masa lampau hingga dunia menjadi seperti sekarang ini. Bukankah ada pepatah, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya"? Kalau sejarah itu sendiri hilang, bagaimana suatu bangsa bisa mengetahui dan menghargai asal-usulnya?
Siapa yang tidak kenal dengan Candi Borobudur? Candi Buddha yang besar nan cantik yang berlokasi di Kabupaten Magelang ini diperkirakan dibangun pada masa Dinasti Syailendra dan selesai pada masa pemerintahan Raja Samaratungga. Setelah runtuhnya Dinasti Syailendra, Candi Borobudur hilang dari pandangan, kemudian ditemukan kembali oleh Sir Thomas Stanford Raffles setelah mendapat informasi dari warga sekitar bahwa ada candi yang terkubur abu vulkanik dan tertutup pepohonan. Raffles kemudian membabat hutan dan membersihkan sisa-sisa abu vulkanik, hingga akhirnya ditemukan tumpukan bebatuan dengan pahatan-pahatan. Sejak saat itu, Borobudur seakan bangun kembali dari tidur panjangnya.
Perlu dilakukan penelitian mendalam tentang struktur bangunan dan bebatuan (apalagi Borobudur tidak menggunakan semen sebagai perekat seperti zaman sekarang, melainkan hanya terdiri dari bebatuan asimetris yang disusun saling mengunci / interlock), begitu juga dengan relief-relief yang terpahat di dinding batu (karena relief-relief ini merupakan suatu bentuk cerita yang utuh). Struktur candi sendiri terdiri dari 11 lantai, dengan 7 lantai terbawah berbentuk persegi sementara lantai 8 ke atas berbentuk lingkaran. Dan kesebelas lantai ni dibagi menjadi tiga tingkatan, yakni Kamadhatu, Rupadhatu hingga yang paling atas Arupadhatu.
Bahkan, setelah proses pemugaran selesai, Borobudur masih sempat menjadi korban pemboman tahun 1985 sehingga banyak stupa dan arca yang rusak. Â Jadi bisa dibayangkan kan, bagaimana sulitnya mengembalikan dokumentasi sejarah sebesar ini?
Perjalanan Pemugaran Borobudur ini telah diarsipkan sedemikian rupa demi meraih Memory of World. Dan secara garis besar, arsip pemugaran ini telah dipamerkan di Museum Nasional Indonesia pada tanggal 10-15 Oktober lalu. Sungguh menambah pengetahuan saya tentang Borobudur.
Dan berdasarkan hasil riset saya di dunia maya, beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk memperoleh MoW menurut General Guidelines to Safeguard Documentary Heritage antara lain: otentik, unik dan tak tergantikan, dan tingkat kepentingannya terhadap dunia yang harus memenuhi kriteria terhadap waktu, tempat, masyarakat, subjek dan bentuknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H