"Kerja dimana sekarang?", "Sudah merit belum?", "Berapa anaknya?", "Tinggal dimana sekarang?"
Beberapa pertanyaan di atas pasti pernah kita dengar saat mengikuti sebuah reuni dengan teman-teman sekolah atau kuliah. Baik itu dalam reuni kecil-kecilan maupun reuni akbar. Meskipun mungkin beberapa pertanyaan itu dilontarkan tanpa ada maksud apa-apa, tapi sadarkah kita bahwa terkadang justru pertanyaan semacam itulah yang membuat beberapa orang merasa gerah bahkan sampai minder saat mengikuti sebuah reuni?
Reuni pada dasarnya memang diadakan untuk bersilahturahmi dengan kawan-kawan lama semasa perjuangan (baca: sekolah) dulu. Kalian para pembacaku yang setia (cieileehh!), pastilah pernah satu atau dua kali mengikuti reuni semacam ini. Dan biasanya reuni adalah momen yang ditunggu-tunggu untuk bisa bertemu dan bertukar kabar dengan teman-teman se-genk dulu, karena biasanya ketika sudah sibuk bekerja, kita akan agak sulit memenuhi undangan-undangan untuk sekadar kumpul-kumpul. Banyak yang menyambutnya dengan antusias, tapi tidak sedikit juga yang tidak berminat untuk datang. Alasannya? Ya pertanyaan-pertanyaan itu tadi.
Faktanya, percayalah bahwa setelah sekian lama kita tidak bertemu dengan teman-teman seperjuangan di sekolah atau kampus, tidak semua dari mereka telah mencapai kesuksesan (apapun arti kesuksesan itu bagi mereka).
Sebagai contoh, sebut saja 'Mawar', adalah salah satu siswi yang terkenal pintar dan aktif semasa sekolah, sehingga banyak teman dan gurunya yang yakin bahwa Mawar akan menjadi sukses. Namun karena satu dan lain hal, ternyata Mawar bahkan tidak menyelesaikan kuliahnya. Pekerjaannya pun biasa-biasa saja, menjadi karyawan di sebuah perusahaan kecil. Boro-boro punya rumah dan mobil, gajinya habis dipakai untuk membantu keuangan keluarga. Dan ketika ia bertemu teman-temannya di acara reuni, Mawar menjadi agak minder karena teman-temannya banyak yang sudah mapan. Bekerja di perusahaan besar dengan jabatan dan gaji tinggi, atau mungkin ada yang sudah mengelilingi separuh dunia, atau memiliki usaha yang berkembang pesat, atau baru saja menyelesaikan studi magister atau doktoralnya, hingga memiliki keluarga dan anak-anak yang harmonis. Jadi ketika orang lain menceritakan kehidupan suksesnya, Mawar jadi merasa berkecil hati karena apa yang sudah dicapainya saat itu tidak ada yang bisa membuat orang lain berkesan.
Hal-hal semacam ini bisa saja luput dari kesadaran kita yang semasa kecil sering diajarkan tentang tenggang rasa. Bahwa sebelum berkata-kata atau bertindak, baiknya kita lebih dulu menahan diri dan membaca situasi. Jangan sampai pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan malah menjatuhkan mental orang lain (meski kadang tidak terlihat) alih-alih hanya sekadar ingin mengetahui kabar mereka. Jangan sampai usai reuni, teman-teman malah menganggap kita sombong dan annoying hanya karena sikap dan perilaku kita yang kurang tepat.
Ada beberapa etika yang perlu kita terapkan saat menghadiri sebuah reuni. Yah setidaknya ini berdasarkan yang saya lihat dan alami juga.
Tunjukkan Penampilan Yang Low Profile
Bukan rahasia umum lagi kalau reuni sering kali dijadikan sebagai ajang pamer kekayaan dan prestasi yang telah dicapai. Tapi nyatanya sikap seperti ini akan membuat orang lain men-cap kita sombong dan norak bagaikan OKB (Orang Kaya Baru). Percayalah, sikap low profile bisa diterima oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun.
Ingat ya, low profile/rendah hati dan bukannya rendah diri. Bisa dimulai dari, mengenakan pakaian dan perhiasan yang sopan dan sewajarnya. Jangan pamer perhiasan segambreng dan gadget-gadget yang super mahal. Kalau bawa mobil? Ya boleh saja kalau memang punya, tapi tidak perlu dengan sengaja dipertontonkan. Bagi para wanita, akan lebih manis kalau menggunakan make-up yang natural daripada menor dan eye catching.
Bijak Dalam Bertanya Maupun Memberi Pernyataan.