Para Apoteker yang bekerja di unit pelayanan seperti Apotek, Puskesmas, Klinik dan Rumah Sakit perlu 'tampil' lebih sering. Mengenakan jas dengan nametag Apoteker dan memberikan layanan informasi obat pada pasien sesering mungkin, sudah menjadi satu usaha yang tepat untuk 'memperkenalkan diri' pada masyarakat.
Selain itu, bukankah sekarang Swamedikasi juga sudah mulai dikenal di kalangan masyarakat? Justru tren ini harus dimanfaatkan Apoteker sebaik-baiknya supaya bisa bertemu langsung pasien dan memberikan edukasi tentang obat-obatan (meskipun hanya untuk penyakit-penyakit ringan).
Eksistensi Apoteker tidak bergantung pada regulasi-regulasi Kementerian Kesehatan, BPOM maupun Organisasi Profesi, melainkan bergantung pada diri Apoteker itu sendiri. Apakah ia mau dan mampu meningkatkan kualitas dan kompetensi dirinya, lalu menerapkannya untuk berkontribusi dan melayani masyarakat.
Saya sebagai Apoteker bukannya merasa pesimis. Tapi jika kualitas ini tidak diutamakan, maka perubahan letak gelar tidak akan berpengaruh sama sekali terhadap pengakuan eksistensi Apoteker. Jika tidak ada perubahan pada kualitas dan kompetensi diri, yang ada perubahan penulisan gelar ini hanya memperburuk citra Apoteker dan membuat kita semakin tampak haus akan pengakuan.Â
Mungkin beberapa pembaca ada yang memiliki profesi yang sama dengan saya. Jadi rekan sejawat, marilah kita berkaca masing-masing apakah kita sendiri sebagai apoteker, sungguh-sungguh sudah memberikan kontribusi maksimal sesuai kompetensi kita?
"Every improvement matters, whether it's small or big, slow progress is better than no progress".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H