Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Waspadai (Lagi) Penipuan Kartu Kredit Berkedok Kartu Diskon

3 Januari 2017   15:17 Diperbarui: 3 Januari 2017   19:13 22129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu, saya mendapat nomor telepon dari seorang wanita bernama Putri yang mengatasnamakan dirinya dari pihak kartu VISA/MASTERCARD. Kebetulan, belum lama juga saya baru saja mengaktifkan kartu kredit dari salah satu bank ternama.

Awalnya dia menanyakan apakah saya sudah mendapatkan fasilitas kartu diskon yang sudah dikirimkan kepada saya, namun saya jawab belum. Dan berdasarkan informasi si mbak ini, karena saya sudah mengaktifkan kartu kredit tersebut, saya mendapatkan benefit berupa Kartu Diskon (yang bisa digunakan di merchant manapun dan mendapatkan diskon 30 - 50% ketika bertransaksi dengan kartu kredit tersebut), voucher menginap di hotel selama 4 hari 3 malam di suatu hotel yang berlaku selama 1 tahun, dan kacamata gratis. Dan semua benefit ini akan diantarkan langsung oleh kurir ke rumah.

Jujur saja, bagi saya hal ini terlalu too good to be true dan agak terkesan berlebihan. Zaman sekarang ini tentunya tidak semudah itu kita mendapatkan keuntungan semacam itu. Saya tanya apakah benefit ini memang diberikan oleh pihak bank, dan si mbak itu menjawab bahwa benefit ini diberikan bukan dari pihak bank melainkan dari VISA/MASTERCARD.

Akhirnya saya bilang, bahwa hari itu saya tidak ada di rumah sampai tahun baru lewat, tapi dia tetap ngotot untuk menemui saya karena benefit ini hanya bisa diterima jika bertemu langsung dengan yang bersangkutan. Saya semakin merasa aneh namun pikiran saya masih positif. Jadilah saya minta di re-schedule saja dan si mbak itu pun setuju untuk menghubungi saya kembali beberapa hari ke depan, lalu telepon berakhir.

Setelah pembicaraan itu saya langsung browsing internet dan rupanya banyak sekali cerita yang sama persis, yang ternyata merupakan bentuk modus penipuan dan sudah berlangsung sejak tahun 2008! (setidaknya ini tahun terlama yang saya lihat di web). Topik ini pun pernah dibahas di Kompasiana di tahun 2011 & 2013. Dari cerita para korban, mereka tertipu ketika bertemu si kurir yang sudah membawa langsung mesin EDC (Electronic Data Capture). Mereka diminta membayar iuran administrasi per bulan (jumlahnya berbeda-beda), dengan menggunakan kartu kredit.

Namun, jumlah yang dibayarkan ternyata langsung setara untuk satu tahun. Dan ketika Kartu Diskon, voucher hotel, voucher pesawat dan lainnya digunakan, ada beragam alasan yang dibuat-buat sehingga pada akhirnya tidak bisa digunakan. Dari hasil riset saya ini, saya semakin yakin bahwa saya hampir saja kena tipu. Jujur saya merasa amaze karena nyatanya modus semacam ini sudah berlangsung cukup lama dan masih ada hingga sekarang. Kebetulan sekali saya belum pernah mendengar modus seperti ini.

Dua hari kemudian, saya menelepon pihak bank dan menanyakan perihal penawaran ini. Seperti yang sudah saya duga, pihak bank mengonfirmasi bahwa bentuk-bentuk penawaran benefit semacam itu tidak ada dan saya diminta untuk tidak memberikan informasi apa pun terkait kartu kredit saya. Untunglah saya tidak sempat memberikan informasi apa pun yang krusial.

Lalu apa yang membuat saya hampir percaya, setidaknya percaya terhadap pengakuan si mbak yang berasal dari pihak penerbit kartu kredit? Ya, apalagi kalau bukan informasi dasar seperti nomor telepon, nama lengkap saya dan jenis kartu tertentu dari bank yang baru saya aktifkan. Ini berarti bahwa data nasabah kartu kredit yang bocor atau bisa diakses pihak ketiga. Dan saya memaklumi hal ini sering terjadi. 

Saya yakin pihak bank sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyimpan data pribadi nasabah dan bahkan selalu memberikan peringatan untuk tidak memberikan informasi pribadi apapun terutama password / PIN kepada pihak lain (bahkan kepada pihak bank itu sendiri). Namun, oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab tetap saja sulit diberantas. Oleh sebab itu, pencegahan perlu dilakukan dari kita sendiri juga, misalnya:

1. Selalu waspada, jeli, dan tidak boleh mudah termakan bujuk rayu dengan iming-iming hadiah, voucher diskon/hotel/pesawat dan sejenisnya. Segala sesuatu yang too good to be true ada patutnya untuk dicurigai. Penawaran-penawaran semacam ini biasanya dilakukan melalui via telepon (telemarketing) dengan tujuan membatasi waktu berpikir calon korban sehingga calon korban memberikan keputusan yang cepat.

2. Jangan memberikan informasi pribadi apapun sebelum kita benar-benar yakin bahwa yang meminta adalah pihak yang berwenang dan bisa dipertanggungjawabkan. Pihak bank tidak pernah meminta password/PIN, apalagi pihak lain.

3. Setiap kali mendapatkan penawaran benefit tertentu, jangan langsung disetujui. Ada baiknya kita memastikan kebenarannya dengan menghubungi pihak-pihat terkait.

If it's too good to be true, something's wrong - John Allison.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun