Pagi ini, saya kembali membuka account salah satu media sosial saya setelah sekian lama absen. Dan entah kenapa, semua isi wall saya berisikan foto salah satu teman saya. Bukan hanya satu atau dua, tapi puluhan, terlepas itu foto selfie maupun foto makanan atau aktivitas yang sedang ia lakukan. Bahkan tidak jarang juga disertai status berupa kronologis kejadian mirip reka ulang di TKP, sehingga hampir membentuk sebuah cerita pendek.
Sejak menjamurnya berbagai tipe media sosial seperti sekarang ini, entah kenapa semakin hari semakin banyak orang yang membutuhkan "pengakuan" akan keeksisan mereka. Selalu menginformasikan setiap detail tentang apa yang mereka alami. Sedang apa, dimana, dengan siapa, kapan, bagaimana, kemana, kenapa dan seterusnya. Bahkan ada yang berkali-kali mem-posting sekian banyak foto selfie (dengan pose yang mirip-mirip) dengan keterangan "Maaf, numpang nyampah". Kalau sudah tahu nyampah, kenapa tidak dibuang ke tempat sampah? Apakah mereka sebegitu "rendah hati" nya sampai rela mengatakan fotonya sendiri adalah sampah?
Mereka yang terlalu menonjolkan keeksisannya, bisa jadi tanpa disadari menderita Narcissistic Personality Disorder. Pernah dengar istilah ini? Mungkin pembaca ada yang baru tahu, bahwa narsis itu sebenarnya adalah gangguan. Berikut beberapa ciri atau gejala NPD:
1. Mereka memiliki perilaku arogan / sombong (bahkan yang mereka yang sengaja menunjukkan dirinya rendah hati pun, sebenarnya bisa termasuk arogan),
2. Selalu ingin dianggap superior dan percaya bahwa dirinya sangat unik dan spesial (beda dengan percaya diri loh ya..)
3. Kurang berempati. Sikap selalu pamer di sosial media tentang tempat yang dikunjungi, apa yang dimakan/diminum, apa yang dilakukan, apa yang dipakai, apa yang dibeli, bisa dibilang sebagai bentuk dari perilaku yang tidak berempati pada orang lain. Mereka tidak sadar ada orang di luar sana yang lebih membutuhkan, sehingga tak jarang membuat yang melihatnya merasa iri dan kemudian berkembang menjadi benci.
4. Percaya bahwa orang lain merasa iri atas pencapaiannya.
5. Dan yang lebih parah, mereka tak ragu mengeksploitasi / memanfaatkan orang lain untuk mencapai tujuannya.
Sebelum ada media sosial seperti sekarang ini, agaknya orang dengan gangguan NPD ini jarang ditemukan, karena pada dasarnya sarana yang mereka butuhkan untuk pamer, kurang memadai. Dan mereka jarang memperlihatkannya secara langsung karena mereka tahu orang-orang yang mereka kenal akan berpikiran buruk. Namun setelah menjamurnya berbagai jenis media sosial, perilaku ini muncul bagai banjir yang tidak dapat dibendung. Karena sarana-nya media sosial, mereka tidak peduli tanggapan orang lain karena efeknya tidak langsung. Jika ada yang keberatan dengan postingan-postingan mereka, tinggal di-delete. Seakan-akan mereka tidak peduli lagi dengan anggapan orang lain, yang penting dirinya menjadi pusat perhatian.
Entah mereka sadar atau tidak, postingan-postingan semacam itu sebenarnya sangat mengganggu bagi mereka yang melihat. Dan tak jarang pula akhirnya si Eksis ini akhirnya di-unfriend/unfollow oleh temannya. Jadi, kira-kira pernyataan "eksis berlebihan dan narsis beda tipis", ada benarnya?
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H