Siang itu dalam sebuah meeting, saya sedang menjelaskan sesuatu. Saya tahu, topik yang sedang saya jelaskan itu memang tidak mudah untuk dimengerti oleh orang lain yang tidak memiliki latar pendidikan yang sama dengan saya. Oleh sebab itu, saya berusaha untuk menjelaskan dengan bahasa yang semudah mungkin untuk dimengerti dan sesingkat mungkin. Namun apa daya, orang yang menjadi sasaran penjelasan saya malah sibuk membuka gadget dan laptopnya (padahal sebelumnya dia sendiri yang minta dijelaskan). Dan begitu saya menyelesaikan penjelasan saya dan berganti topik, ia kembali bertanya dan meminta saya mengulang apa yang sudah saya bicarakan tadi. Seketika itu juga saya ingin sekali keluar dari ruangan meeting.
Dalam hal komunikasi dua arah, aktivitas dasar yang terjadi adalah berbicara dan mendengarkan. Dan tidak bisa dipungkiri, mendengarkan menjadi sesuatu yang lebih sulit untuk dilakukan dibandingkan berbicara. Dan yang saya maksud di sini adalah "mendengarkan", bukan "mendengar", karena jelas artinya berbeda. Saat berkomunikasi, semua orang bisa saja mendengar, tetapi belum tentu mendengarkan.
"Mendengarkan" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki padanan kata dengan "menyimak" yang berarti memperhatikan / mempelajari dengan baik-baik / teliti apa yang dikatakan / dibaca oleh seseorang. Mendengarkan juga memiliki arti yang "lebih tinggi" dibandingkan mendengar. Mendengarkan berarti menghargai orang yang sedang berbicara dengan kita. Itulah mengapa terkadang, saat seseorang berbicara, ia akan tetap merasa dihargai meski si pendengar tidak membalas perkataannya.
Ketika Anda sedang berbicara atau menjelaskan sesuatu, terutama hal yang sangat penting, tentunya Anda akan merasa sangat kesal ketika lawan bicara Anda malah sibuk dengan gadget-nya sendiri atau tertidur atau yang lebih parah, malah sibuk berbicara dengan orang lain didekatnya. Dan tentunya akan menambah tingkat kekesalan Anda ketika tak lama kemudian, lawan bicara Anda meminta Anda mengulang apa yang Anda bicarakan.
Saya sangat menyadari kemampuan pemahaman setiap orang berbeda-beda. Ada yang mudah mendengarkan pembicaraan yang cepat, ada pula yang baru mengerti ketika mendengar orang yang berbicara lambat-lambat. Dan di luar pebedaan kemampuan pemahaman itu, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan seseorang susah menjadi pendengar yang baik. Misalnya:
1. Yang dia dengar bukanlah sesuatu yang mau dia dengar alias tidak mempunyai minat. Atau bahkan yang dia dengar, bukanlah dari orang yang ingin dia dengarkan (ini lebih parah lagi).
2. Tidak sabaran dan terlalu cepat menilai. Hal ini berakibat, si pendengar selalu memotong pembicaraan padahal ia belum mendengarkan penjelasan hingga selesai. Dan biasanya, orang-orang seperti ini sibuk dengan pemikirannya sendiri dan selalu memaksakan orang lain berpikir sama seperti dirinya.
3. Perhatiannya mudah terbagi / tidak fokus. Misalnya karena ada bunyi-bunyian lain di sekitarnya atau kejadian lain yang lebih menarik perhatian.
4. Berada di tempat, waktu dan situasi yang salah. Misalnya berada di tempat yang bising, sedang mengantuk atau letih, sedang sedih atau baru saja bertengkar.
Namun, meskipun kita mengalami atau bersifat seperti keempat hal di atas, penting sekali bagi kita untuk berusaha memberikan perhatian kepada lawan bicara. Paham atau tidaknya kita pada suatu topik yang dibicarakan, itu urusan belakangan. Kontak mata dalam berkomunikasi sangatlah penting. Dengan kontak mata, tandanya kita memberikan waktu dan perhatian kepada lawan bicara. Dan seperti yang sudah saya katakan di atas, hal itu sudah merupakan bentuk menghargai orang lain. Meskipun kita bisa menyimak dan memahami perkataan orang lain tanpa kontak mata, singkirkanlah sejenak kebiasaan itu. Karena belum tentu semua orang bisa menerima sikap kita.
Menjadi pendengar yang baik akan menciptakan suasana yang kondusif. Dengan mendengarkan, hal-hal seperti kericuhan dan kesalahpahaman akan mudah untuk dihindari. Berbeda dengan berbicara, ketika mendengarkan dibutuhkan sikap kerendahan hati. Dan sangat manusiawi ketika rendah hati itu sulit untuk diterapkan pada diri sendiri. Tapi jika kita mau berusaha, tentu tidak ada ruginya juga.
Itulah mengapa Tuhan memberikan dua telinga dan satu mulut, supaya kita lebih banyak mendengar daripada berbicara. Supaya sebelum kita berbicara, kita berpikir lebih dulu. Sehingga apa yang terucap dari mulut kita, bisa dipertanggungjawabkan. Jadi, sudahkah Anda menjadi pendengar yang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H