Diplomasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa diplomasi adalah sebagai urusan penyelenggaraan perhubungan resmi antara satu negara dengan negara lain. Bisa juga diartikan sebagai urusan kepentingan sebuah negara dengan perantaraan wakil-wakilnya di negara lain.namun disini, Diplomasi juga dapat diartikan sebagai sebuah seni berfikir dan praktik dalam melakukan negosiasi antar negara dengan memiliki keterampilan dalam menangani urusan tanpa menimbulkan permusuhan. Lalu diplomasi juga berguna untuk menjaga hubungan baik antara pemerintah negara sebagai bentuk wujud hubungan internasional.
Perlu diketahui bahwa ada lima fungsi utama dalam praktik diplomasi ini. Yaitu,
- Untuk memfasilitasi komunikasi dalam politik dunia,
- Untuk menegosiasikan kesepakatan,
- Untuk mengumpulkan intelijen dan informasi dari negara lain,
- Untuk menghindari atau meminimalkan perselisihan dalam hubungan internasional dan,
- Untuk melambangkan keberadaan masyarakat negara-negara.
Diplomasi sendiri memiliki beragam jenis, seperti misalnya yaitu Diplomasi kuliner, Diplomasi keamanan, Diplomasi siber, dll. Namun, dalam kesempatan kali ini kita akan membahas terkait Cyber diplomacy atau diplomasi siber, yang mana dalam hal ini dapat didefinisikan sebagai salah satu bentuk penggunaan sumber daya diplomatik dengan melihat suatu kinerja dari diplomat dan fungsinya untuk melindungi berbagai kepentingan nasional lainnya terkait dengan dunia digital.
Munculnya cyber diplomacy diawali dengan pemahaman bahwa dunia maya seperti udara, air, dan darat bagi negara. Disini negara-negara tersebut tentu memiliki yurisdiksi atas ruang yang disebutkan. Namun, dalam konteks ini dunia digita sedikit berbeda dimana saat ini diplomasi dalam dunia digital telah dilakukan oleh sebagian para diplomat dari perwakilan tiap negara. Perlu diketahui bahwa diplomat juga dapat melakukan interaksi dengan berbagai aktor non-negara, seperti pemimpin perusahaan internet yaitu Facebook atau bahkan Google, lalu dengan pengusaha teknologi hingga organisasi masyarakat sipil lainnya.
Munculnya diplomasi dunia digital ini telah mempertimbangkan dengan kehadirannya diplomasi cyber melalui domain global yang dapat menghubungkan negara dan seluruh masyarakat di seluruh belahan dunia sehingga dapat menghasilkan berbagai interaksi di antara mereka. Hal ini seringkali dikenal dengan sebutan "global common", yaitu sebuah domain sumber daya di mana semua negara memiliki akses hukum (Buck, 1998, hlm. 6). Era digital saat ini sudah mulai terfokus akan hubungan internasional. Hampir seluruh masyarakat dunia telah mengenal teknologi digital termasuk Indonesia. Bahkan hingga saat ini Indonesia telah menunjukkan bahwa diplomasi digital telah menjadi tantangan serius bagi praktik diplomasinya belakangan ini pada era Presiden Joko Widodo. Walaupun Ide menggunakan media sosial untuk diplomasi dapat ditelusuri kembali di awal 2000-an sejak penggunaan pertama situs web, the Pemerintahan Jokowi adalah yang pertama secara resmi mendeklarasikan penting melalui Kementerian Luar Negeri (MOFA) pada tahun 2016.
Nah, perlu diketahui bahwa MOFA ini telah menyambut dengan antusias perkembangan terakhir diplomasi digital dengan menegaskan pentingnya internet untuk membantu pekerjaan diplomat tanpa penundaan. Lalu, Kemenlu RI mendorong para diplomatnya untuk mengikuti perkembangan pesat alat komunikasi dan teknologi informasi (TIK) dengan penggunaan media baru dalam berbagai program pelatihan, baik di tingkat domestik maupun internasional. Di era digital saat ini, negara mengartikulasikan identitas mereka dan kepentingan politik luar negeri perebutan kekuasaan online. Saat ini sudah banyak negara yang menggunakan internet untuk mencari pengaruh atas persepsi dan menciptakan arsitektur yang tentu saja akan menguntungkan untuk mempromosikan kepentingan nasional mereka. Dalam hal ini konsep nya yaitu peran utama diplomasi adalah sebagai bentuk yang menghasilkan keuntungan bersama melalui sebuah dialog, sehingga peran utama diplomasi siber adalah untuk menghasilkan keuntungan melalui dialog tentang masalah keamanan siber. Jika lebih desederhanakan lagi terkait diplomasi ini yaitu bahwa diplomasi siber menggunakan alat diplomasi untuk menyelesaikan masalah yang muncul di dunia digital atau social media internet.
Kegiatan dunia digital saat ini sebagian besar telah dilakukan untuk mengikuti alasan masyarakat dunia yang disebut model multi-stakeholder yang mengatur internet, meskipun negara-negara sekarang mencoba untuk menerima pentingnya bidang tersebut dengan memasukkannya ke dalam ranah masyarakat internasional. Diskusi dan negosiasi diplomasi siber dilakukan melalui forum bilateral dan multilateral. Pada tahun 2013, Kepala koordinasi siber eksternal Uni Eropa mengamati bahwa “Sangat sedikit negara di mana koordinasi siber nasional efisien dan negara mampu berbicara dengan satu suara di semua forum internasional”. Dan beberapa tahun kemudian, banyak hal telah berkembang dengan semakin banyak diplomat dunia maya – yang dengan bangga diidentifikasi seperti itu di kartu nama mereka – terlibat secara bilateral dan multilateral di seluruh dunia. Perlu dipahami sebelumnya sejak berdirinya BSSN, keamanan siber ini telah diangkat dan menjadi perhatian prioritas utama bagi Indonesia dan bagian dari infrastruktur kritisnya. Investasi di berbagai bidang, termasuk regulasi, kebijakan, serta kemampuan perusahaan dan tenaga kerja, sangat penting untuk meningkatkan ketahanan dunia maya.
Diplomasi siber ini juga mencakupi dari beberapa hal-hal berikut:
• Perilaku negara yang bertanggung jawab di dunia maya dan langkah-langkah membangun kepercayaan (CBM).
• Perlindungan inti publik internet, dan infrastruktur penting suatu negara.
• Konflik dan peperangan dunia maya.
• Kebijakan dan tindakan yang terkait dengan keamanan jaringan dan informasi.
• Kejahatan dunia maya dan bantuan hukum timbal balik.
Transformasi digital di Indonesia akan menghasilkan lebih banyak pendapatan, efisiensi dan produktivitas yang lebih tinggi, dan tentunya pengalaman pelanggan yang lebih memuaskan. Alhasil, transformasi digital kini menjadi hal biasa yang baru. Hal ini diperlukan untuk tetap kompetitif di pasar dengan meningkatnya permintaan pelanggan.
Dengan adanya Program Teknologi Strategis CSIS telah Menyusun beberapa indeks strategi dan undang-undang dunia internet/ digital saat ini yang ada menurut negara dan wilayah. Indeks tersebut mencakup strategi nasional yang menangani pertahanan siber nasional sipil dan militer, konten digital, privasi data, perlindungan infrastruktur penting, e-commerce, dan kejahatan dunia maya. Ini memberikan pembuat kebijakan dan pejabat diplomatik basis data terpadu dan sekilas tentang kerangka hukum dan kebijakan global untuk membantu komunitas global memahami, melacak, dan menyelaraskan peraturan secara internasional. Indeks ini didasarkan pada sumber yang tersedia untuk umum, dan akan diperbarui jika diperlukan. Dalam strateginya yaitu melalui topik - topik seperti tata kelola internet, penegakan hukum terhadap kejahatan dunia maya, lalu tanggapan terhadap serangan jahat yang muncul di dunia maya, perlindungan infrastruktur kritis, dan lain-lain, adalah yang paling penting dan memerlukan agenda khusus dan tindakan nyata.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi di setiap negara telah mendorong munculnya ancaman baru di dunia maya. Indonesia sebagai salah satu negara pengguna internet tertinggi di dunia tidak terlepas dari ancaman serangan di dunia maya. Lalu, beberapa langkah lainnya juga telah mencari sumber daya manusia yang berkaitan dengan diplomasi ekonomi dan menjadi prioritas bagi negara Indonesia, yaitu:
Pertama dan terpenting, Indonesia perlu mengkalibrasi ulang konsepsi diplomasi ekonominya. Saat ini memahami konsep sebagai menggunakan alat kebijakan luar negeri untuk mencapai keuntungan ekonomi. Hal ini terlihat dari adanya empat kebijakan yang akan ditempuh dalam diplomasi ekonomi sebagai prioritas kebijakan luar negeri. Upaya pemerintahan Indonesia telah mengambil kebijakan dengan bekerja sama dan diberlakukan baik oleh AS dan Uni Eropa menuju yang umum dan komprehensif pendekatan diplomasi siber untuk berkontribusi untuk pencegahan konflik, mitigasi ancaman keamanan siber dan stabilitas yang lebih besar dalam hubungan internasional. Diharapkan bahwa keamanan siber akan mengurangi ancaman, mempromosikan negosiasi diplomatik, dan membatasi potensi perilaku agresif. Namun demikian, sampai cyber diplomasi adalah tindakan yang dilaksanakan secara aktif, hasil dari pendekatan ini dan tujuannya tidak dapat dinilai dengan benar. Edisi Musim Semi diplomasi siber, tidak hanya melalui terpusat inisiatif atau melalui format bilateral, tetapi juga melalui jaringan institusi yang berkembang meningkatkan kontak dan ikatan berbasis organik. Akhirnya, kita tidak boleh mengabaikan aspek lain dari paradigma diplomasi siber yang muncul itu merupakan sebuah kemampuan untuk mendukung strategi pengaruh baru sebagai varian dari "diplomasi massa".
Diplomasi siber ini tentu bermanfaat salah satu nya yaitu dapat menjadi sebuah alternatif untuk menciptakan kerjasama dalam memerangi dan mencegah ancaman siber yang ada. Diplomasi siber ini dikenal dengan menggunakan sumber daya diplomatik untuk menjaga kepentingan nasional terkait dengan dunia siber. Meskipun demikian, ada kesalahpahaman tentang diplomasi siber ketika berhadapan dengan e-diplomasi atau diplomasi digital. Sampai saat ini, diplomasi digital/e-diplomasi berbeda dengan diplomasi siber karena diplomasi digital ini merupakan penggunaan perangkat teknologi untuk melakukan kegiatan diplomasi tradisional. Dan dalam hal ini peran diplomat diperlukan untuk terlibat dalam masalah ini karena pertama, hal itu membutuhkan komunikasi transnasional karena ancaman cyber mungkin memiliki efek limpahan ke negara lain sehingga kerja sama internasional harus didorong. Kedua, diplomat akan sangat membantu dalam mengarusutamakan gagasan keamanan siber dan ancaman siber ke agenda internasional yang ada seperti melalui aspek hak asasi manusia, kebijakan pembangunan, perdagangan, hak kekayaan intelektual. Ketiga, seorang diplomat yang mengetahui bagaimana teknologi baru bekerja akan sangat membantu dalam mensosialisasikan isu-isu keamanan siber dan ancaman siber di pemerintahan nasional, serta masyarakat negaranya. Hal yang sama hal nya seperti ini maka harus berlaku dalam situasi saat ini dengan ancaman dunia maya/ digital ( internet ) yang terjadi. CBM ( Confidence- Building Measure on cyber security) adalah alat bagi para pihak untuk membangun kepercayaan satu sama lain untuk mencapai kemauan untuk bertukar informasi dengan musuh—itu adalah bagian dari diplomasi preventif (Harman, 2016). Bersamaan dengan perkembangan OSCE, diskusi tentang keamanan siber telah dimulai di PBB. Pada tahun 2009, resolusi PBB tentang TIK dalam konteks keamanan internasional dirilis. Resolusi tersebut menekankan pentingnya bagi negara-negara untuk meningkatkan pembicaraan dan dialog dunia maya, serta membentuk Kelompok Ahli Pemerintah PBB (GGE) yang tugas utamanya adalah meningkatkan kesadaran negara-negara tentang keamanan dunia maya. Satu tahun setelah itu, GGE tersebut didirikan. Mereka menerbitkan laporan yang menyatakan bahwa Hukum Humaniter Internasional berlaku di dunia maya dalam hal serangan dan peperangan. Pada Konferensi Seoul tahun 2012, peningkatan kapasitas siber menjadi agenda negara-negara dalam upaya mitigasi ancaman siber. Peningkatan kapasitas siber dalam konteks ini dibatasi untuk menyamakan kapasitas semua negara untuk keamanan siber mereka. Yang sering diketahui adalah negara berkembang cenderung kurang siap dibandingkan negara maju. Oleh karena itu, salah satu strategi untuk mengurangi ketimpangan tersebut adalah dengan membentuk Computer Emergency Response Team (CERT) nasional yang memungkinkan negara-negara berkembang untuk meningkatkan kapasitas siber mereka yang terdiri dari pelatihan, transfer teknologi, dan berbagi praktik terbaik dengan jaringan. Data tersebut menyiratkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki ketergantungan yang dalam dengan internet, sehingga masalah terkait internet dan dunia maya kemungkinan besar akan muncul. Oleh karena itu, keamanan siber menjadi agenda baru yang harus diprioritaskan dalam merespon perkembangan tersebut.
References
CÎRNU, C. E. (n.d.). Cyber Diplomacy – Addressing the Gap in Strategic Cyber Policy. Retrieved from Cyber Diplomacy – Addressing the Gap in Strategic Cyber Policy: http://www.themarketforideas.com/cyber-diplomacy-addressing-the-gap-in-strategic-cyber-policy-a388/
Gatra.com. (2020, April 16). Ancaman Siber, Terorisme Digital & Diplomasi Konflik. Retrieved from Ancaman Siber, Terorisme Digital & Diplomasi Konflik: https://news.gatra.com/detail/news/475744/politik/ancaman-siber-terorisme-digital--diplomasi-konflik-
Hazmi, A. (2019, April 27). Memahami Digital Diplomacy yang sedang Digaungkan Indonesia. Retrieved from Memahami Digital Diplomacy yang sedang Digaungkan Indonesia: https://www.goodnewsfromindonesia.id/2019/04/27/memahami-digital-diplomacy-yang-sedang-digaungkan-indonesia
Iskandar Hamonangan, Z. A. (2020). CYBER DIPLOMACY : MENUJU MASYARAKAT INTERNASIONAL YANG DAMAI DI ERA DIGITAL. CYBER DIPLOMACY : MENUJU MASYARAKAT INTERNASIONAL YANG DAMAI DI ERA DIGITAL, 315-330.
Psaila, S. B. (2021). Improving the practice of cyber diplomacy. In I. t. diplomacy, Improving the practice of cyber diplomacy (pp. 7-8). DiploFoundation (2021).
The Conversation. (2018, Januari 16). Era baru diplomasi digital dan mengapa Indonesia harus menyambutnya? Retrieved from Era baru diplomasi digital dan mengapa Indonesia harus menyambutnya?: https://theconversation.com/era-baru-diplomasi-digital-dan-mengapa-indonesia-harus-menyambutnya-90128
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H