Mohon tunggu...
Iim Irmawati
Iim Irmawati Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

Saya adalah mahasiswa aktif universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Analisis ettika pemikiran aristoteles dalam kehidupan modern dan implikasinya

10 Januari 2025   20:42 Diperbarui: 10 Januari 2025   20:42 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1 Iim Irmawati, 2 Angga Rosidin  
 
1,2,3 Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pamulang Serang e-mail: 1Iw2804005@gmail.com,  
 
 
Abstrak
Jurnal ini menganalisis pemikiran etika Aristoteles, dengan fokus pada konsep "golden mean" dan relevansinya dalam konteks kehidupan modern. Melalui pendekatan analitis, penelitian ini mengeksplorasi bagaimana prinsip-prinsip etika Aristoteles dapat diterapkan dalam pengambilan keputusan sehari-hari, serta dampaknya terhadap perilaku sosial dan moral individu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemikiran Aristoteles masih relevan dan dapat membantu membangun masyarakat yang lebih adil dan seimbang, terutama di tengah tantangan etika yang dihadapi dalam era globalisasi dan teknologi.kesimpulan dari penelitian ini deengan demikian, pemikiran aristoteles tetap relevan dan berharga dalam konteks modern  
Kata kunci---Etika Aristoteles,Golden Mean,Kehidupan Modern  
 
Abstract
This journal analyzes Aristotle's ethical thought, focusing on the concept of the "golden mean" and its relevance in the context of modern life. Through an analytical approach, this research explores how Aristotle's ethical principles can be applied in everyday decision making, as well as their impact on individual social and moral behavior. The research results show that Aristotle's thinking is still relevant and can help build a more just and balanced society, especially amidst the ethical challenges faced in the era of globalization and technology. The conclusion of this research is that Aristotle's thinking remains relevant and valuable in the modern context  
Keywords--- Aristoteles Ethics,,Golden Mean,Modern Life
 
A. Pendahuluan
Etika sebagai bidang penelitian yang mandiri digagas pertama kali oleh Aristoteles dalam tiga karya besarnya yaitu: Ethika Eudemia, Ethika Nikomacheia dan Politike.Aristoteles oleh banyak orang dianggap sebagai pemikir pertama yang mengidentifikasi dan menguraikan etika secara kritis, reflektif dan argumentatif. Ia juga mengutarakan status ilmu ini serta membahas metode yang sesuai dengan ciri khasnya sehingga ia dipandang pendiri etika sebagai ilmu atau cabang filsafat tersendiri (Asiva Noor Rachmayani, 2015)    
Pemikiran etika aristoteles yang berakar pada konsep 'Golden Mean' atau 'Tengah Emas' menjadi salah satu landasan penting dalam filsafat moral dikenal dengan teori kebajikan Aristoteles mengajarkan bahwa kebajikan moral terletak pada titik tengah antara dua ekstrem yang berlawanan. Sebagai contoh, keberanian berada di tengah-tengah antara ketakutan dan keberanian berlebihan.(Rosmayati, 2023)    
Dalam konteks kehidupan modern, di mana tantangan etika semakin kompleks dan beragam, pemikiran ini menawarkan perspektif yang relevan untuk menghadapi dilema moral sehari-hari.Di tengah dinamika sosial, politik, dan teknologi yang terus berubah, penerapan prinsip etika Aristoteles dapat membantu individu dan masyarakat dalam membuat keputusan yang lebih baik. Misalnya, dalam isu-isu seperti keadilan sosial, tanggung jawab lingkungan, dan hubungan antar manusia, prinsip moderasi dan keseimbangan dapat menjadi pedoman yang berguna. Dengan demikian, analisis mengenai pemikiran etika Aristoteles tidak hanya bertujuan untuk memahami teorinya, tetapi juga untuk mengeksplorasi implikasi praktisnya dalam konteks kontempore     Penelitian ini bermaksud untuk memberikan pemahaman tentang relevansi etika aristoteles dalam kehidupan modern , dalam era digital saat ini, di mana interaksi sosial sering kali terdistorsi oleh media sosial dan tekanan eksternal, prinsip moderasi yang diajukan oleh Aristoteles dapat membantu individu untuk tetap berpegang pada nilainilai moral yang baik.Dengan demikian, analisis pemikiran etika Aristoteles dalam konteks kehidupan modern di Indonesia tidak hanya memberikan wawasan filosofis, tetapi juga menawarkan solusi praktis untuk membangun masyarakat yang lebih harmonis dan berkeadilan.  
 
B. Metode Penelitian  
Menggunakan studi pustaka, penelitian ini mengumpulkan dan menganalisis literatur yang ada mengenai pemikiran etika Aristoteles. Ini termasuk tulisannya seperti Nicomachean Ethics dan sejumlah artikel ilmiah yang membahas konsep penting seperti kebajikan dan "Golden Mean". cari literatur terbaru yang membahas etika Aristoteles dalam konteks kontemporer, termasuk ulasan kritis dari para ahli dan peneliti.  
C. Hasil dan Pembahasan,  
Menurut Hexis Prohairetike, etika keutamaan Aristoteles merupakan sikap batin yang dimiliki oleh manusia. Setiap keutamaan atau kebajikan akan membuat sesuatu tampak baik pada dirinya sendiri dan membuat fungsinya terlihat.Misalnya, keutamaan mata adalah membuat mata dan fungsinya baik karena penglihatan yang baik terkait dengan mata yang baik. Dengan cara yang sama, keunggulan seekor kuda meningkatkan kemampuannya sebagai kuda karena kemampuannya untuk berlari, membawa penunggangannya, dan berhadapan dengan musuh. Akibatnya, kebajikan atau keutamaan juga merupakan sifat yang akan membuat seseorang menjadi baik dan melakukan fungsinya dengan baik (Yulanda, 2020) Pada dasarnya, penelitian tentang etika selalu dimulai dengan pemahaman tentang sifat baik dan buruk. Nampaknya setiap komunitas manusia di seluruh dunia memiliki pemahaman tentang apa yang dianggap baik dan buruk, sehingga dapat dikatakan bahwa pemahaman ini hanya terbatas pada fakta bahwa setiap orang atau komunitas memiliki pemahaman tentang apa yang dianggap baik dan buruk; tidak ada konvensi universal tentang apa yang dianggap baik dan buruk. Orang, masyarakat, dan komunitas masing-masing memiliki perspektif unik, yang sering berbeda satu sama lain atau bahkan kadang-kadang bertentangan tentang apa yang dianggap baik dan buruk,Untuk berbudi manusia, pertimbangan yang matang diperlukan; ini berarti seseorang harus memiliki pemikiran yang matang, memiliki kontrol diri, dan mampu mengimbangi keinginan dan cita-cita mereka. Individu memerlukan penguasaan diri. Ada pertentangan antara pikiran dan tindakan, dan manusia tidak mampu mengontrol dirinya sendiri (Asiva Noor Rachmayani, 2015) Manusia kadang-kadang melakukan hal-hal yang melanggar akal sehat karena dikuasai oleh naluri kehewanan yang ada dalam tubuh mereka. Dengan menulis "Nikomachean Ethics", Aristoteles membuat kemajuan besar dalam pemikiran etika dan moral. Aristoteles berpendapat bahwa etika atau moralitas terkait erat dengan konsep kebajikan (virtue) dan tujuan hidup yang baik, yang disebut eudaimonia (kebahagiaan sejati). Aristoteles memandang eudaimonia sebagai hasil dari pengembangan potensi manusia dan praktik kebajikan. Dengan kata lain, orang harus secara aktif meningkatkan moralitas dan potensi intelektual mereka untuk mencapai kebahagiaan yang sebenarnya, Orang harus secara aktif mengembangkan moralitas dan potensi intelektual mereka. Di sini, kebajikan merujuk pada sikap dan perilaku yang baik, seperti kejujuran, keberanian, keadilan, dan kasih sayang. Orang yang melakukan kebajikan dapat membangun karakter yang kuat dan baik dengan melakukan kebajikan. Pengembangan potensi manusia melibatkan memperoleh pengetahuan, kebijaksanaan, dan keterampilan yang bermanfaat lainnya. Dalam proses ini, orang tidak hanya mencapai tujuan hidup yang bermakna, tetapi mereka juga mengalami kepuasan yang lebih tinggi karena mereka hidup sesuai dengan nilai-nilai moral dan mencapai potensi terbaik mereka (Rosmayati, 2023) Jadi, menurut Aristoteles, eudaimonia adalah panggilan untuk hidup bermakna melalui praktik kebajikan dan pengembangan diri, bukan sekadar mengejar kesenangan instan atau kepuasan materi. Eudaimonia adalah panggilan untuk mencapai kebahagiaan yang tahan lama dan memuaskan, yang berasal dari pemahaman dan penghormatan terhadap nilai-nilai moral dan pengejaran potensi positif manusia. Aristoteles mencatat dua kategori kebajikan: kebajikan moral dan kebajikan intelektual. Kebajikan intelektual melibatkan pembangunan pikiran dan pengetahuan, sedangkan kebajikan moral melibatkan perilaku yang tepat di antara dua ekstrem. Aristoteles membagi kebajikan menjadi dua kategori utama: kebajikan moral dan kebajikan intelektual. Aristoteles mengatakan bahwa kebajikan moral terletak di "titik tengah" di antara dua ekstrem yang berlawanan, yang berarti bahwa tindakan dan perilaku yang tepat adalah bagian dari kebajikan moral. Misalnya, keberanian dapat didefinisikan sebagai titik tengah antara keberanian berlebihan dan ketakutan (Rosmayati, 2023). Dengan kata lain, Aristoteles menekankan bahwa menemukan keseimbangan adalah penting dalam tindakan moral. tidak hanya menghindari perilaku yang terlalu kurang, seperti ketakutan, tetapi juga perilaku yang terlalu berlebihan, seperti keberanian atau ketidakpedulian terhadap risiko Dianggap sebagai sikap atau tindakan yang benar dan sesuai dengan kebajikan, titik tengah ini. Pengembangan pikiran dan pengetahuan adalah bagian dari kebajikan intelektual. Ini melibatkan belajar tentang dunia, mencari informasi, dan belajar berpikir logis. Aristoteles berpendapat bahwa individu dapat menjalani kehidupan yang baik dan bermakna dengan memadukan kebajikan moral dan kebajikan intelektual, karena pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai dan konsekuensi dapat membantu mereka membuat pilihan yang baik. Secara keseluruhan, ide-ide ini menekankan bahwa keseimbangan, kesederhanaan, dan pengembangan diri sangat penting untuk mencapai kebajikan moral dan intelektual (Rosmayati, 2023) Mendapatkan "kebahagiaan" (eudaimonia), tujuan tertinggi dari kehidupan manusia, adalah tujuan akhir dari penelitian dan perenungan Aristoteles. Karena jika seseorang merasa bahagia, mereka tidak lagi membutuhkan apa-apa. Selain itu, orang yang merasa bahagia tidak masuk akal untuk mencari sesuatu yang lain. Kebahagiaan baik pada dirinya sendiri dan berharga untuk dirinya sendiri, bukan untuk sesuatu yang lebih besar. Mengembangkan dan mempertahankan "kebahagiaan" itu adalah tanggung jawab etika (Asiva Noor Rachmayani, 2015)  
Golden Mean ( Titik Tengah Emas) Aristoteles mengatakan bahwa kebajikan moral terletak di tengah-tengah dua ekstrem yang bertentangan. Sebagai contoh, Aristoteles menganggap kebajikan moral berada di tengah-tengah antara ketakutan dan keberanian berlebihan. Dia melihat kebajikan moral pada "titik tengah", atau titik tengah emas, dan menekankan konsep penting dari apa yang disebut sebagai "titik tengah emas". Aristoteles percaya bahwa kebajikan moral berada di tengah-tengah, seimbang antara dua sifat yang berlawanan (Rosmayati, 2023) Aristoteles memberikan contoh keberanian yang ambisius, mengatakan bahwa keberanian tidak hanya ditemukan dalam keberanian yang berlebihan, yang dapat dianggap sebagai tindakan nekat atau berbahaya, tetapi juga tidak ditemukan dalam ketakutan yang berlebihan atau kekurangan keberanian. Seseorang harus memiliki keberanian yang seimbang, yaitu cukup berani untuk menghadapi tantangan atau risiko yang masuk akal tanpa terjerumus ke dalam tindakan nekat atau ceroboh. Ini adalah titik tengah, Dengan kata lain, Aristoteles mendukung kebijaksanaan dalam tindakan moral, yang mengharuskan orang mencari titik tengah antara ekstrem yang tergoda untuk diambil. Dengan menggunakan pendekatan ini, Aristoteles menekankan pentingnya keseimbangan, moderasi, dan pertimbangan rasional dalam menghadapi berbagai situasi. Dengan menggunakan konsep Golden Mean, dia memberikan pandangan bahwa kebajikan moral bukanlah sesuatu yang absolut atau terikat pada aturan yang kaku; sebaliknya, itu bergantung pada penilaian bijak individu untuk menemukan titik tengah yang seimbang dan sesuai dengan situasi yang dihadapi(Rosmayati, 2023)  
Dari banyaknya pandangan Teori-teori Aristoteles berbeda dengan perspektif modern, terutama mengenai norma kebangsawanan. Dalam masyarakat modern, pandangan etis yang umum adalah penekanan pada hak-hak yang setara dan kesetaraan, dan keadilan tidak terlepas dari kesetaraan ini. Namun, Aristoteles berpendapat bahwa keadilan bukan merupakan kesetaraan, tetapi pembagian hak, yang tidak selalu berarti persamaan, Masalah ini akan menjadi lebih penting ketika dilihat dalam konteks politik dalam struktur sosial masyarakat yang memiliki stratifikasi berdasarkan jabatan politik atau siapa yang berkuasa dalam struktur pergaulan masyarakat. Dengan demikian, etika akan menciptakan jarak yang lebih besar antara kaum elit dan masyarakat umum. Ini karena etika Aristoteles hanya berlaku untuk masyarakat elit (Asiva Noor Rachmayani, 2015) Sebagian besar orang, termasuk budak, memiliki etika yang lebih rendah, seolaholah tidak akan pernah bisa mencapai kesempurnaan sebagai manusia atau setidaknya memiliki kesempatan untuk mencapai kesempurnaan moral. Menurut Aristoteles, keutamaan moral atau keutamaan intelektual hanya dapat dicapai oleh sedikit orang karena sulitnya. Sebenarnya, masalah ini menyebabkan peroblem etis, yaitu perspektif yang menekankan pada perbedaan yang ada antara manusia. Oleh karena itu, di manakah etika universal yang didasarkan pada anggapan yang sama terhadap manusia, terutama tentang hal-hal yang paling mendasar dari sisi kemanusiaan yang sama bagi semua orang? Menurut teori Aristoteles, etika yang benar-benar didasarkan pada persamaan tidak akan pernah terwujud atau dicapai. Meskipun kebanyakan orang di dunia ini berasal dari kalangan masyarakat atau rakyat biasa, etika Aristoteles jauh dari etika populis.(Asiva Noor Rachmayani, 2015) Namun, Aristoteles berpendapat bahwa untuk mencapai kebahagiaan manusia, seseorang harus mengaktualisasikan semua potensi kemanusiaannya, baik teoritis maupun pragmatis. Penulis percaya bahwa perspektif ini sangat relevan dengan dunia saat ini. Ketika masyarakat kita terjebak dalam perspektif materialis dan hedonis, di mana yang diinginkan adalah kepuasan diri melalui pemuasan diri melalui media material, posisi, dan penggunaan teknologi, ini telah terbukti membuat manusia zaman modern menjadi gersang, teralienasi, dan menyimpang dari inti spiritualitas mereka, Aristoteles mengatakan bahwa aktualisasi potensi-potensi kemanusiaan dapat menawarkan solusi alternatif untuk krisis yang melanda masyarakat modern karena tradisi dan kecenderungan skulernya. Sehingga dapat mengembalikan nilai kemanusiaannya yang telah direnggut oleh peradaban modern, potensi intelektual, spiritual, dan lainnya harus diaktualkan secara menyeluruh dan seimbang. Karena fokus sistem etika Aristoteles adalah kebahagiaan (eudemonia), (Asiva Noor Rachmayani, 2015)Frans Magnis mengatakan bahwa etika Aristoteles adalah etika Eudemonisme. Selanjutnya, etika seperti ini bertujuan untuk mewujudkan hidup yang bermakna, positif, bermutu, dan memuaskan.Inilah kebijakan kuno yang sudah tidak ada lagi dalam kehidupan kontemporer. erspektif yang diajukan oleh Aristoteles, yang menyatakan bahwa cara untuk mencapai tujuan hidup seperti itu dengan memaksimalkan potensi manusiawi, baik teoritik maupun praktis, serta potensi material dan spiritual, masih relevan dan bahkan masih dibutuhkan di zaman sekarang(Asiva Noor Rachmayani, 2015)  
 

D. Penutup  

Kesimpulan  

Etika Keutamaan, atau Etika virtue ethics adalah etika yang digagas oleh Aristoteles. Ini membagi keutamaan intelektual dan moral. Akal dan rasio manusia berhubungan dengan nilai intelektual. Orang yang memiliki akal sehat dapat mempertimbangkan setiap tindakan mereka dan membedakan tindakan moral. Studi tentang konsep eudaimonia menurut Aristoteles menghasilkan kesimpulan bahwa eudaimonia tidak hanya merujuk pada kebahagiaan hedonistik atau kesenangan sesaat, tetapi juga mencapai tujuan hidup yang bermakna dan memuaskan. Konsep ini mencakup pengembangan potensi manusia serta praktik kebajikan, Pemikiran Aristoteles tentang etika, terutama ide tentang "Golden Mean", sangat relevan untuk zaman sekarang. Prinsip keseimbangan yang diajukan Aristoteles membantu orang mengatasi dilema moral dengan lebih bijaksana saat kita menghadapi kompleksitas sosial, politik, dan teknologi modern. Etika Aristoteles membantu membangun karakter etis dengan menekankan pentingnya moderasi. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, kita dapat membangun masyarakat yang lebih adil dan harmonis di mana semua orang berinteraksi berdasarkan kebajikan dan integritas.  

Saran  

Menurut etika Aristoteles, kebahagiaan (eudaimonia) berasal dari kehidupan yang bermakna dan seimbang. Konsep "golden mean" mengajarkan keseimbangan antara dua sisi yang berbeda, seperti keberanian untuk memilih antara berani dan tidak berani. Ini dapat digunakan untuk mempertahankan moderasi dalam hubungan sosial, teknologi, dan pekerjaan kita saat ini. Kebiasaan seperti kejujuran, empati, dan kesabaran dapat membantu kita memperbaiki diri sendiri dan orang lain. Sebuah kehidupan yang sehat dan bermakna membutuhkan keseimbangan.  

 
   
 

 

 
 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun