Mohon tunggu...
Irma Wandari
Irma Wandari Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menilik Kembali Perpres No. 3 Tahun 2016

24 Februari 2016   06:11 Diperbarui: 15 April 2016   09:17 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali lagi pada Rubik kali ini, Rubik (Ruang Diskusi Publik) di PWK. Kemarin saya mendapatkan bahan obrolan yang sedang hangat diperbincangkan dikalangan birokrat dan mungkin masyarakat yang mengikuti perkembangan berita ini. Topik pembicaraan kali ini adalah RTRW VS Perpres no.3 tahun 2016 tentang proyek percepatan stategis nasional untuk mendukung 225 proyek stategis nasional Jokowi . Presiden Jokowi mengeluarkan perpres tgl 8 januari 2016, banyak pihak yang berkomentar pro dan kontra tentang kebijakan beliau yg mengeluarkan perpres, tertuang di pasal 1 bahwa proyek stategis nasional memang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat. Tapi di beberapa pihak menilai perpres yang dikeluarkan presiden rawan dijadikan “bancakan” kelompok tertentu krn memang tidak adanya metode pengawasan dan akuntabilitas yang jelas . Tapi yang saya agak bingungkan, dipasal 19 ayat (2) "Dalam hal lokasi Proyek Strategis Nasional tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang Daerah, atau Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan secara teknis tidak dimungkinkan untuk dipindahkan dari lokasi yang direncanakan, dapat dilakukan penyesuaian tata ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang," selain itu beliau juga menginstruksikan kepada pemerintah daerah untuk bertanggung jawab dalam penetapan rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota serta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, perizinan tentang kawasan hutan juga di atur dalam perpres ini.

Kata “Penyesuaian tata ruang” seolah-olah hal ini bersfat memaksa dimana pemda mau tak mau harus ikut mempermudah terlaksananya proyek tersebut, padahal jika kita meninjau kembali rencana tata ruang yang berlaku saat ini sudah di atur dalam UU no.26 tahun 2007 terkait penyusunan rencana jangka menengah,dan panjang dan sebagainya. Bayangkan saja, jika suatu RTRW yang disusun untuk 20 tahun kedepan yang ditinjau setiap 5 thn sekali, mengalami perombakan rencana, sehingga perencanaan spasial yg direncanakan utk 20 thn kedpn harus direvisi, perlu biaya berlipat untuk menggantinya, kan sayang juga uang sekitar 250 jt tersebut. Sebenarnya perpres ini menimbulkan bebrapa pertanyaan di benak saya sbg mahasiswa PWK. Perpres ini seolah-olah mencerminkan bahwa pemerintah belum sepenuh hati dalam mendayagunakan produk rencana tata sebagai acuan pokok dalam perencanaan pembangunan. Secara tidak langsung rencana tata ruang ini di nomer dua kan, krn jika ditinjau kembali rencana tata ruang adalah sumber dari segala persoalan pembangunan. sehingga berpotensi memunculkan stigma di masyarakat bahwa rencana tata ruang adalah penghambat investasi dan pembangunan. Padahal produk rencana tata ruang adalah acuan pokok pembangunan dari perspektif spasial.

 

-3615100002-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun