Pernahkah Anda sedang asyik membaca komik Conan, kemudian seseorang berkomentar;
"Ih udah gede kok masih baca komik!"
Atau:
"Bacanya fiksi terus, baca buku BENERAN nya kapan?"
Entah, mungkin Anda ada di posisi yang sedang membacanya atau justru yang berkomentarnya.
Ketahuilah pemirsa, bahwa yang begitu itu dikenal dengan sebutan "book-shaming." Terdengar familiar kah? Mungkin yang selama ini lebih sering kita dengar adalah "body shaming" yaitu perilaku mencemooh kondisi fisik seseorang.
Dalam "book shaming" yang dicemooh adalah (tentu saja) buku yang dibaca. Seolah ada kategori tertentu, misalnya:
Komik dan cerita fantasi seperti Harry Potter dan kawan-kawan itu adalah buku untuk anak-anak. Titik. Orang dewasa harusnya baca novel orang dewasa (definisi yang ambigu). Titik.
Selain kategori, ada pula leveling pada jenis buku bacaan. Seolah ketika membaca buku tertentu atau penulis tertentu, maka otomatis kita akan (merasa) lebih baik dari orang lain.
Maka, jangan heran jika ada orang-orang yang merasa amat bangga karena sudah membaca buku Pramoedya Ananta Toer dan mencemooh mereka yang membaca Twilight atau Dilan 1990.
Efek dari leveling ini adalah adanya rasa superior pada yang sudah membaca, dan inferioritas pada yang belum.