Buat saya, ini hanya beda bungkus.
Dulu, banyak orangtua khawatir dengan begitu masifnya penetrasi budaya barat lewat tayangan sitkom dan film (dengan budaya kumpul kebo, LGBT, kehidupan bebas) serta lagu (lirik cabul, kehidupan bebas, video klip seronok). Sekarang penetrasi tersebut masih ada, hanya berganti judul: Korea.
Apa yang orangtua dulu lakukan untuk menangkal budaya barat?
Beda-beda pastinya. Ada yang mengomel seharian ketika melihat anaknya nonton MTV setiap saat. Ada yang semakin panjang durasi omelannya, ketika tahu rapor anaknya jelek, karena terlalu sering nonton Sara Sechan dan Jamie Aditya.
Ada yang membiarkan, dengan pembatasan. Ada yang cuek, sebab orangtua tak paham. Ada yang woles saja, sebab anaknya lebih suka dengerin Darso, ketimbang Backstreet Boys.
Persis seperti sekarang.
Bedanya, sekarang dengan adanya medsos, orangtua bisa lebih meluaskan jangkauannya terhadap anak. Sebab selalu ada brodkes berbau kepanikan dari orangtua lainnya, untuk kemudian dibagikan beramai-ramai oleh semua orang.
Bapak, Ibu, yang diberikan keistimewaan menjadi orangtua:
Akan selalu ada gempuran budaya dari pelbagai sisi kiri dan kanan, atas dan bawah. Dulu, ia bernama budaya barat, hari ini kita menyebutnya K-Pop. Esok, entah apa lagi. Mungkin budaya suku Eskimo atau Amazon.
Masalahnya adalah, apapun budaya yang masuk, sekuat apapun gempuran yang masuk, pihak mana yang seharusnya lebih kuat?
Anda, sebagai orangtuanya.