The Hammer Girl punya kakak, yaitu The Baseball Bat Man. Ia bersenjatakan tongkat baseball (dan bolanya). Wajahnya innocent, tinggi tubuhnya biasa saja, tapi kalau dia sudah menghantamkan tongkat baseballnya ke Anda, waah tamat deh. Dari dua karakter ini, nampaknya Gareth Evans mengikuti formula komik, memberi nama dan menciptakan karakter villain, lengkap dengan senjata andalannya masing-masing. The Baseball Bat Man ini, selain lincah, juga sukses menampilkan ekspresi pembunuh yang acuh tak acuh. Dibandingkan dengan Agung Hercules aja, masih lebih serem Agung Hercules. Tapi tunggu sampai dia memukul bolanya, pasti dia akan menatap Anda sambil mengatakan,
"Siniin bolanya ..." *
*quote-favorit-saya :)
Tokoh ketiga, adalah The Assassin yang tak  pernah ngomong sama sekali tapi cool abis. Ada adegan pertarungan Iko dan The Assassin di dapur yang kabarnya sudah ada di benak Gareth Evans jauh sebelum The Raid 1 dibuat. Ini adegan yang amat sangat langka. Kita bisa menyaksikan pertarungan silat jarak dekat yang memukau. The Assassin menggunakan sepasang senjata bernama Karimbit (saya diberi tahu seorang teman, itulah namanya), berbentuk sabit kecil di kedua tangannya.
Siapakah The Assassin yang keren bin jagoan itu? Namanya Cecep Arif Rahman, seorang pendekar silat asal Garut yang sehari-hari berprofesi sebagai Guru SD. Bersama Iko Uwais, Yayan Ruhian, dan Very Tri Yulisman (The Baseball Bat Man), Cecep sudah sering melanglang buana memperkenalkan silat kepada dunia.
Ada beberapa gimmick yang cukup berhasil membuat penonton tertawa, atau minimal tersenyum setelah sebelumnya dibuat tegang dengan bak-bik-buk sana sini. Epy Kusnandar, yang meski tampil sebentar, cukup mengesankan, sebagai bos film porno yang wajib menyerahkan upeti pada Uco. Bayangkan saja, Epi yang bertubuh ceking mesti rela dikejar, digebuki Iko sampai mesti menghantamkan tubuhnya ke kaca hingga pecah berkeping-keping (kacanya, maksudnya, bukan Epy). Selain terkesan dengan Epy yang mau beradegan action, ada satu hal lagi yang nampaknya akan selalu melekat pada sosok Epy di mata saya; dia cocok jadi pervert :D
Selain mereka di atas, film ini juga diperkuat oleh beberapa aktor senior yang tidak diragukan lagi kualitas aktingnya. Sebut saja Tio Pakusadewo, Roy Martin, Cok Simbara hingga Pong Hardjatmo. Meski diantara semuanya, saya tetep ngefans sama Tio Pakusadewo, yang berperan sebagai ayah Uco (Arifin Putra), sebagai Ketua Mafia, yang penuh perhitungan.
Terlepas dari berbagai tanggapan masyarakat mengenai film ini, saya secara pribadi menilai film ini keren. Jarang sekali saya melihat pertarungan yang ditata secara apik (koreografi pertarungan semuanya dikerjakan oleh Iko Uwais dan Yayan Ruhian) dan indah. Dari film ini, masyarakat dunia bisa mengenal Silat sebagai salah satu (dari sekian banyak) seni bela diri yang dimiliki Indonesia.
Yah, mungkin ada yang berpendapat ini film terlalu sadis, dan dikhawatirkan akan membuat citra Indonesia menjadi jelek di mata masyarakat Indonesia. Saya pikir, ini pendapat yang terlalu dini. Rasanya para penyuka film rata-rata sudah mafhum bahwa film sejatinya adalah dramatisasi dari kondisi riil. Tidak usah takut para bule di luar sana akan mencap penduduk Indonesia sebagai bangsa yang brutal dan senang kekerasan hanya gara-gara film ini. Tenang saja, di sini banyak kok para ekspatriat yang bekerja di berbagai sektor di negara kita, dan mereka oke-oke saja dengan kita di sini.
Menurut saya, yang lebih bahaya justru film macam Pocong yang berjilid-jilid itu, segala film horor semi porno tidak jelas yang (anehnya) tidak pernah dikhawatirkan akan merusak citra kita di mata orang asing. Padahal, jangankan orang asing, masyarakat kita sendiri saja sudah sangat "teracuni" dengan film-film model begitu.
Saya tidak bilang kalau The Raid 2 film sempurna. Saya sudah sajikan beberapa plothole yang mengganggu di atas. Hal lainnya yang perlu diwaspadai mengenai film ini adalah tingkat kesadisan yang tinggi. Maka, saya menyambut positif jika pihak bioskop memberlakukan KTP sebagai syarat untuk menontonnya. Sangat TIDAK DIREKOMENDASIKAN untuk anak di bawah umur, apapun alasannya. Juga untuk orang-orang yang tidak kuat atau tidak biasa menonton film-film gore. Kalau Anda termasuk yang suka dengan karya-karya Quentin Tarantino yang biasanya berlumuran darah sana-sini, maka saya rasa Anda aman.