Mohon tunggu...
Irma Susanti Irsyadi
Irma Susanti Irsyadi Mohon Tunggu... -

hanya seorang pecinta kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Matikan Saja Televisinya...

19 Mei 2014   21:16 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:21 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ceileeee ... sombongnyaaa ... " (-dengan nada humor)

Begitulah kira-kira tanggapan yang sering saya dapatkan ketika saya bilang saya tidak menonton acara di televisi lokal. Padahal itu serius. Ada sih, beberapa acara yang 'sempat' ditonton dengan porsi agak banyak ataupun yang cuma 'diintip' aja. Saya menonton acara X Factor dan Indonesian Idol, Master Chef Indonesia dan Stand-up komedian di Kompas tv maupun Metro. Oh ya, di bulan Ramadhan saya menonton sinetron Para Pencari Tuhan. Di luar itu, tivi lokal mati.

Sudah sekitar enam tahunan ini, kami berlangganan tivi berbayar. Ambil paket murah meriah, tersedialah beberapa saluran film, anak-anak, olahraga dan lain sebagainya. Bukan karena kebanyakan duit, tapi memang dari dulu saya dan suami selalu malas melihat tayangan televisi yang entah-kenapa-kok-masih-banyak-aja-yang-nonton. Untuk berhenti menonton, belum bisa, karena kami termasuk hobi nonton. Maka, kalau tidak nonton dvd, pasti saluran anak di siang hari (kami punya empat anak usia 1-13 tahun), dan saluran film di malam hari.

Beberapa hari yang lalu, beberapa teman heboh membagi tautan soal 10 sinetron yang disinyalir berbahaya dan tidak layak tonton. Saya tidak ikutan nge-share, buat apa juga ; satupun judul sinetron yang tercantum di situ tak ada yang saya tahu. Jangankan sinetron, berita saja seringnya kami baca di internet. Soalnya kalo di televisi itu, sering didramatisir, males.

Salah seorang teman saya, Mark,  berkebangsaan Belanda pun sempat mengatakan begini ketika kami membahas tentang acara televisi di Indonesia:

"Most Indonesian spend too much times in front of  TV, they really like to watch these silly programs, comedies which are not funny, and stuffs; they even turn on the TV all day long without really watching it."

Betul sekali Mark, itulah yang terjadi pada sebagian besar orang Indonesia. Termasuk, ehem, orangtua kami sendiri. Yaaah, kalo orangtua memang susah ya dijelaskan mengenai bahayanya televisi. Mereka itu ... ah sudahlah, ga usah dibahas :)

Rata-rata orang Indonesia, kalau saya perhatikan, menghabiskan sekitar 6-8 jam sehari di depan televisi (pengamatan di dapat dari kebiasaan orang-orang terdekat, teman dan wawancara dengan para murid). Itu sehari. Sebulan, berarti mereka menonton televisi sebanyak (jika diambil yang paling kecil, 6 jam) 180 jam. Setahun berarti 2160 jam (kalau hitungan saya betul).

Jika sehari 6 jam dihabiskan untuk nonton TV dan 8 jam untuk tidur, sudah 14 jam. 10 jam lagi mungkin digunakan untuk keperluan pribadi, bekerja/belajar dan bercengkerama dengan keluarga. Habislah sudah. Masihkah ada waktu untuk berkreasi, membaca/menulis, berolahraga dan lainnya? Ga tau tah, belom disurvey lagi.

Anyway, maksud saya menulis seperti ini bukan karena saya sungguhan melakukan jajak pendapat mengenai hal ini, namun lebih kepada ... miris sekali. Sekian jam dihabiskan hanya untuk memelototi sekian banyak acara yang entah dari bagian mana dianggap bermutu; ya sinetronnya, ya infotainmentnya, ya acara komedinya, ya semuanya.

Kalau sudah begini, kangen jaman kecil dulu. Di tahun 80-an, stasiun tellevisi cuma satu, TVRI. Itupun mulainya jam empat sore, dan menjelang Maghrib tak ada acara 'menarik' untuk ditonton. Hasilnya, semua anak betah ngendon di Masjid untuk belajar mengaji sampai Isya. Sekarang mah, boro-boro. Sehabis acara religi di subuh hari, terkadang ada stasiun TV yang langsung lanjut ke infotainment. Sehingga, pembicaraan yang ada hanyalah selebriti anu menggugat cerai suaminya, si anu digosipkan dekat dengan si anu, dan anu-anu lainnya.

Menurut analisis saya (yang belum tentu benar), inilah sebabnya mengapa orang Indonesia senang sekali menyumbang komentar, dan kepo terhadap urusan orang lain. Makanya, suka senyum-senyum gimana gitu, ketika Daniel, Host Indonesian Idol berkali-kali menyebutkan lagu ini atau lagu itu yang barusan dinyanyikan finalis, menjadi trending topic worldwide. Bukan karena sangat penting. Lebih karena orang Indonesia memang cenderung sangat suka berkicau dan menganut budaya kolektivisme, serba senang ikut mengikut (termasuk saya, kadang-kadang, hehe).

Kembali ke soal menonton televisi itu, jadi apa ya yang sebaiknya kita lakukan? Yah kembali ke masing-masing aja deh. Toh kebiasaan ga segampang itu diubah. Hanya memang sedih saja kalau itu terjadi pada generasi muda. Banyak murid-murid saya, usia 20-an mengaku kecanduan nonton tivi. Ya Salaaaam ... udah kayak ibu-ibu ajeh ngikutin serial si anu naik haji dari jam 7-an sampe jam 11 malam.

Sudah sekitar sebulan ini televisi di rumah kami mati. Karena rumah (lagi-lagi) sedang direnovasi (tiada henti), posisi antena TV plus parabola si TV berbayar jadi mencong sana mencong sini. Kami malas membetulkan, ntar aja kalau sudah beres. Resmilah, tak ada suara TV di rumah kami. Jadi kami nya ngapain? Wooo banyaaak. Bisa nonton DVD, bisa maen game di komputer, bisa browsing ... dan baca buku.

Percayalah, selembar atau dua lembar yang kau baca, lebih bermakna ketimbang 2-3 jam tayangan TV yang kau tonton.

* meskipun yang kau baca komik Detektif Conan*

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun