Irma Suryani, Muhammad Nofan Zulfahmi
Pendidikan masa kini menekankan pentingnya strategi pembelajaran yang beragam, salah satunya melalui model pembelajaran multisensori. Model ini melibatkan berbagai indera, seperti penglihatan, pendengaran, dan gerakan, sehingga siswa lebih mudah memahami dan mengingat informasi. Konteks pembelajaran pantun di sekolah dasar menunjukkan bahwa pendekatan multisensori berperan penting memperkuat daya ingat siswa terhadap pola, irama, dan rima pantun.
Penerapan model pembelajaran multisensori dapat dihubungkan dengan teori humanisme, yang berfokus pada pentingnya pengembangan potensi individu secara menyeluruh, termasuk aspek emosional, kreativitas, dan kemandirian (Sani, 2022: 24). Pendekatan humanisme pada pembelajaran pantun memberikan peluang bagi siswa untuk aktif dan kreatif dalam membuat serta menyampaikan pantun. Â Hal ini tidak hanya meningkatkan pemahaman mereka terhadap pola dan struktur pantun, tetapi juga berperan dalam pembentukan karakter dan keterampilan sosial. Partisipasi aktif dalam proses belajar memberikan kesempatan bagi siswa untuk membangun rasa percaya diri dan keterampilan komunikasi, yang menjadi inti dari pendekatan humanisme (Ruwaida et al., 2021).
Penerapan model pembelajaran multisensori sejalan dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 3 menekankan bahwa pendidikan bertujuan mengembangkan potensi peserta didik untuk menjadi individu yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, serta memiliki ilmu, keterampilan, kreativitas, kemandirian, dan tanggung jawab sebagai warga negara. Pendekatan multisensori memberikan siswa kesempatan untuk terlibat aktif, kreatif, dan mandiri dalam proses belajar, terutama dalam meningkatkan keterampilan berbahasa melalui kegiatan berpantun.
Materi pantun merupakan bagian penting dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah dasar, yang tidak hanya mengenalkan siswa pada kekayaan budaya tetapi juga melatih kemampuan berbahasa secara kreatif. Pembelajaran ini mencakup pengenalan struktur, pola rima, dan makna pantun, agar siswa dapat menyusun pantun secara teknis serta memahami nilai moral yang terkandung (Larosa & Iskandar, 2021). Melalui penerapan pembelajaran multisensori, siswa terlibat dalam berbagai aktivitas yang melibatkan indera auditori, visual, dan kinestetik, seperti mendengarkan dan menyampaikan pantun. Pendekatan ini memperkuat daya ingat siswa terhadap pola dan makna pantun serta mendorong kreativitas dan kemandirian mereka dalam berpantun.
Pembelajaran pantun di sekolah dasar melibatkan siswa untuk lebih peka terhadap bunyi, ritme, dan rima dengan menggabungkan indera pendengaran (auditori) dan penglihatan (visual). Siswa mendengarkan pantun untuk memahami pola rima dan intonasi, serta membaca dan menulis pantun untuk mengenali susunan kata dan makna. Melalui cara ini, siswa dapat memahami struktur pantun yang terdiri dari empat baris dengan rima a-b-a-b serta mengembangkan kepekaan terhadap ritme khas pantun. Penerapan model pembelajaran multisensori tidak hanya meningkatkan pemahaman teknis siswa tetapi juga memperkuat daya ingat mereka. Aktivitas yang melibatkan berbagai indera, seperti mendengarkan, menulis dengan panduan visual, dan menyamspaikan pantun melalui gerakan, meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses belajar (kinestetik) (Santoso et al., 2020).
Pembelajaran multisensori mendorong partisipasi aktif siswa, menjadikan siswa tidak hanya penerima informasi secara pasif, melainkan juga berperan aktif dalam membuat dan menyampaikan pantun di depan kelas. Proses ini melatih kemampuan berbahasa, kepercayaan diri, serta keterampilan berbicara di depan umum. Ditingkat sekolah dasar, penerapan model ini memungkinkan siswa untuk belajar dengan cara yang lebih menyenangkan dan bervariasi, tidak terbatas pada metode ceramah atau tulisan, tetapi juga melalui berbagai bentuk interaksi fisik dan verbal yang mendalam (Jatiyasa et al., 2024: 37).
Kesimpulannya, penerapan model pembelajaran multisensori dalam materi pantun di sekolah dasar efektif meningkatkan pemahaman siswa terhadap pola dan struktur pantun, serta memperkaya pengalaman belajar mereka melalui aktivitas yang melibatkan berbagai indera auditori, visual, dan kinestetik. Pendekatan ini tidak hanya membantu siswa lebih mudah mengingat dan memahami pantun, tetapi juga mendorong kreativitas, kemandirian, serta keterampilan berbahasa dan sosial. Melalui metode interaktif dan menyenangkan, model multisensori berfungsi sebagai media yang memperkuat daya ingat siswa, selaras dengan tujuan pendidikan nasional dalam mengembangkan potensi siswa menjadi individu yang kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
Jatiyasa, I. W., Dahlan, T., Iskandar, A., Mertayasa, I. K., Kurdi, M. S., & Kurdi, M. S. (2024). Guru Membangun Kelas Aktif dan Inspiratif. Yayasan Cendekiawan Inovasi Digital Indonesia.
Larosa, A. S., & Iskandar, R. (2021). Analisis Keterampilan Berbicara Siswa Melalui Pantun di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 5(5), 3723--3737.