Mohon tunggu...
Irma Nurhidayah
Irma Nurhidayah Mohon Tunggu... Guru - ASN Guru

Saya adalah seseorang yang senang membaca, suka menulis, kreatif, dan berwawasan luas.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin

11 Agustus 2024   13:00 Diperbarui: 11 Agustus 2024   13:07 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sebagai pemimpin pembelajaran yang senantiasa memberikan keputusan, baik dalam proses pembelajaran pengetahuan, keterampilan, juga berkaitan dengan sikap dan pengelolaan etika peserta didik, guru perlu memahami tentang 4 paradigma dilema etika, 3 prinsip resolusi, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian atas keputusan. 4 paradigma dilema etika adalah paradigma individu lawan masyarakat, paradigma rasa keadilan lawan rasa kasihan, paradigma kebenaran lawan kesetiaan, dan paradigma jangka pendek lawan jangka panjang.

Tiga prinsip resolusi tersebut adalah: Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking); Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking); dan Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking). Dalam mengambil keputusan dan menguji keputusan yang akan diambil dalam situasi dilema etika ataupun bujukan moral yang membingungkan, ada sembilan (9) langkah yang  bisa dilakukan, yaitu 1. mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan; 2. menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini; 3. kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini; 4. pengujian benar atau salah, berupa uji legal, uji regulasi/standar profesional, uji intuisi, uji publikasi, uji panutan/idola; 5. pengujian paradigma salah atau benar; 6. melakukan prinsip resolusi; 7. Investigasi Opsi Trilema; 8. buat keputusan; 9. lihat lagi keputusan dan refleksikan. Ketiga teknik pengambilan keputusan ini, selain dipahami juga sering dilatih oleh guru agar terbiasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada upaya meningkatkan kemampuan guru sebagai pembelajaran, ada yang disebut dengan istilah coaching. Pendekatan coaching adalah sebagai upaya pengembangan diri, guru, dan rekan sejawat untuk membangun komunikasi yang empatik dan memberdayakan sebagai Pemimpin Pembelajaran dalam membuat perubahan strategis yang mampu menggerakkan komunitas sekolah pada ekosistem belajar di satuan pendidikan masing-masing.

Kemampuan coaching sangat penting dimiliki oleh guru. Hal ini dikarenakan paradigma among yang menjadi filosofis Ki Hajar Dewantara, yaitu Pratap Triloka. Melalui coaching, guru dapat menjadi among dengan memberdayakan kekuatan murid. Tiga kompetensi inti coaching diantaranya adalah kehadiran penuh/presence, mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot. Dua hal yang dipelajari dalam pendekatan coaching adalah alur TIRTA, yaitu Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi, dan Tanggung jawab dan teknik RASA yang merupakan bagian dari kompetensi inti coaching, yaitu (Receive/Terima), A (Appreciate/Apresiasi), S (Summarize/Merangkum) dan A (Ask/Tanya), mengajukan pertanyaan berbobot.

Dalam Pendidikan Guru Penggerak, sebagai Calon Guru Penggerak tentunya peserta diberikan pembekalan materi oleh fasilitator. Melalui materi tentang Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin, CGP dilatih untuk menganalisis cara mengambil keputusan berdasarkan 4 paradigma dilema etika, 3 prinsip resolusi, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Maka berdasarkan hal tersebut, CGP semakin tahu bagaimana teknik coaching bisa diterapkan untuk berkomunikasi dan bernegosiasi dengan pihak terkait sebelum akhirnya mengambil sebuah keputusan.  

Hal lain yang menarik dalam menunaikan tugasnya sebagai pemimpin pembelajaran adalah kemampuan guru dalam menguasai lima kompetensi sosial emosional (KSE). Lima kompetensi ini terdiri dari kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, kemampuan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Guru harus mampu mengintegrasikan 5 KSE dalam pembelajaran agar peserta didik bisa menjadi insan yang bahagia lahir, yaitu mampu beraktivitas dan berkreativitas sesuai potensinya dan batinnya/sejahtera psikologisnya dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas menuju profil pelajar Pancasila. 

Maka, dalam melatih mengambil keputusan sebagai upaya pengintegrasian KSE pada Pembelajaran Sosial Emosional, guru akan mengelola aspek sosial emosionalnya untuk senantiasa memiliki kesadaran diri untuk menentukan bagaimana caranya bertanggung jawab atas keberhasilan mengajar di kelas dengan menyiapkan perencanaan pembelajaran, kemudian melakukan manajemen diri agar terus fokus dan konsisten melakukan pengajaran yang menarik dan mampu memotivasi peserta didik, memiliki juga kesadaran sosial dengan cepat tanggap terhadap respon yang diberikan oleh peserta didik kemudian melakukan apresiasi bahkan perbaikan terhadap respon tersebut sebagai bentuk rasa empati dan peduli. Kemudian guru juga memiliki kemampuan berelasi dengan berkomunikasi yang baik dengan peserta didik maupun dengan orang tua siswa dengan memberikan laporan penilaian yang harus diketahui oleh orang tua sebagai bentuk komunikasi upaya peningkatan belajar peserta didik, juga menghubungkan materi guru tersebut dengan guru lain dengan mengadakan pembelajaran berbasis kolaborasi. Setelah itu, guru harus tahu bagaimana mengambil sebuah keputusan yang tepat dalam melakukan tindakan pada murid. Baik di awal pembelajaran, proses pembelajaran dengan melakukan teknik coaching, dan akhir pembelajaran melalui hasil belajarnya. Apalagi dalam penyelesaian masalah tersebut terdapat dilema etika yang harus diputuskan oleh guru. Maka, kompetensi sosial emosional ini akan memberikan jalan keluar pada guru untuk mengambil keputusan yang bertanggung jawab  berdasarkan kepala dingin, penuh perhatian dan empati, dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Guru dalam perannya sebagai pemimpin pembelajaran, harus memiliki nilai-nilai kebajikan universal yang tercermin dalam dirinya. Nilai-nilai universal itu yang akan menjadi landasannya dalam mengambil keputusan terhadap permasalahan/kasus yang terjadi sehingga keputusan yang diambil membawa dampak yang positif bagi orang di sekitarnya. 

Permasalahan/studi kasus yang terjadi pada guru tidak terlepas dari dua masalah, yaitu dilema etika dan bujukan moral. Dilema etika merupakan situasi sulit, yaitu seseorang harus menentukan pilihan yang secara moral keduanya benar tapi bertentangan dalam mengambil keputusan. Sedangkan bujukan moral (benar vs salah) adalah situasi ketika seseorang harus menentukan keputusan antara benar atau salah.

Dalam menghadapi kedua permasalahan tersebut, guru hendaknya mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal yang dianutnya/diyakininya, seperti kebijaksanaan, kasih sayang, empati, kebaikan, kejujuran, komitmen tinggi, dll. Sehingga keputusan yang diambil sudah berdasarkan hasil analisis 4 paradigma dilema etika, 3 prinsip resolusi, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan tersebut.

Dalam hal lain pengambilan keputusan harus dilakukan dengan cara yang tepat pula. Pengambilan keputusan tentunya harus berdampak positif bagi lingkungan sekitar sehingga tercipta situasi yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Maka, lakukanlah analisis 9 langkah pengambilan dan pengujian dengan memperhatikan 5 kompetensi sosial emosional dan memanfaatkan coaching di dalamnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun