Mohon tunggu...
Irma Khurniawati
Irma Khurniawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya melukis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Mydral, Model Myrdal dan Hirschman, Migrasi dan Ketimpangan Wilayah, Interaksi Interdependensi, Interaksi Antar Wilayah dan Jejaring Wilayah

17 Desember 2022   10:32 Diperbarui: 17 Desember 2022   10:39 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TEORI MYRDAL

Dalam teorinya, Myrdal menjelaskan bahwa satu wilayah yang mulai tumbuh akan menyebabkan stakeholder dari wilayah lain tertarik ke dalam wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan, sehingga wilayah pinggiran akan semakin tertinggal (Soetrisno,1992).

Menurut Gunnar Myrdal dalam teorinya, jika dilakukan pembangunan ekonomi dalam suatu negara, akan muncul 2 faktor, yaitu pertama : memperburuk keadaan ekonomi bagi daerah miskin yang disebut dengan backwash effects dan kedua : mendorong daerah miskin menjadi lebih maju disebut dengan spread effects/trickle-down effects. Pembangunan ekonomi menghasilkan suatu proses sebab-menyebab sirkuler yang membuat si kaya mendapat keuntungan semakin banyak, dan mereka yang tertinggal di belakang menjadi semakin terhambat. Dampak balik (backwash effects) cenderung membesar dan dampak sebar (spread effects) cenderung mengecil. Secara kumulatif kecenderungan ini semakin memperburuk ketimpangan internasional dan menyebabkan ketimpangan regional diantara negara-negara terbelakang.

MODEL MYRDAL DAN HIRSCHMAN

Hirschman tentang trickling down dan polarization effects suatu pertumbuhan ekonomi.


Trickle down effects adalah perkembangan meluasnya pembagian pendapatan. Teori "trickle down effects" dari pola pembangunan yang diterapkan di wilayah miskin di negara berkembang dirasa tidak berhasil memecahkan masalah pengangguran, kemiskinan dan pembagian pendapatan yang tidak merata, baik di dalam negara berkembang masing maupun antara negara maju dengan negara berkembang.
f. Hagerstestrand dan Pottier tentang difusi inovasi dalam tata ruang dan sumbu-sumbu pertumbuhan.
g. Galpindan Kolb tentang anatomi sosial dari masyarakat pertanian (Roi dan Patil, 1976 dalam Budiharsono, 2001).

Hirscman adalah seorang penganjur teori pertumbuhan tidak seimbang. Secara geografis, pertumbuhan ekonomi pasti tidak seimbang. Dalam proses pertumbuhan tidak seimbang selalu dapat dilihat bahwa kemajuan disuatu tempat dapat menimbulkan tekanan-tekanan, ketegangan-ketegangan, dan dorongandorongan kearah perkembangan pada tempat-tempat berikutnya. (Hirscman (1958) di dalam Arsyad, Lincoln (1999)), menyadari bahwa fungsi-fungsi ekonomi berbeda tingkat intensitasnya pada tempat yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi diutamakan pada titik originalnya sebelum disebarkan ke berbagai tempat lainnya. Ia menggunakan istilah Titik Pertumbuhan (Growing Point) atau Pusat Pertumbuhan (Growing Centre). Di suatu negara terdapat beberapa titik pertumbuhan, dimana industri berkelompok ditempat itu, karena diperoleh beberapa manfaat dalam bentuk penghematan-penghematan dan kemudahan-kemudahan. 

Kesempatan investasi, lapangan kerja dan upah buruh relatif tinggi lebih banyak terdapat di pusat- pusat pertumbuhan dari pada daerah belakang. Antara pusat dan daerah belakang terdapat ketergantungan dalam suplai barang dan tenaga kerja. Pengaruh yang paling hebat adalah migrasi penduduk ke kota-kota besar (urbanisasi) akan dapat mengabsorsikan tenaga kerja yang trampil dan pihak lain akan mengurangi pengangguran tidak kentara di daerah belakang. Hal ini tergantung pada tingkat koplementaritas antara dua tempat tersebut. Jika komplementaritas kuat akan terjadi proses penyebaran pembangunan kedaerah-daerah belakang dan sebaliknya jika komplementaritas lemah akan terjadi pengaruh polarisasi (Keban (1995)). Jika pengeruh polarisasi lebih kuat dari pengeruh penyebaran pembangunan maka akan timbul masyarakat dualistik, yaitu selain memiliki ciri-ciri daerah perkotaan modern juga memiliki daerah perdesaan terbelakang (Hammand (1985) dan Indra Catri (1993)). Walaupun terlihat suatu kecenderungan yang suram namun Hirschman optimis dan percaya bahwa pengaruh trikling-down akan mengatasi pengaruh polarisasi. Misalnya bila daerah perkotaan berspesialisasi pada industri dan daerah perdesaan berspesialisasi pada produksi primer, maka meluasnya permintaan daerah perkotaan harus mendorong perkembangan daerah perdesaan, tetapi apa yang terjadi tidak seperti yang diharapkan. Pada khususnya ada kemungkinan besar bahwa elastisitas penawaran jangka pendek di daerah perdesaan adalah sedimikian rendah sehingga dasar pertukaran akan berubah merugikan daerah perkotaan. Dalam jangka panjang penghematan-penghematan ekstrnal dan tersedianya komplementaritas di pusatpusat akan menjamin penyebaran pembangunan ke daerah-daerah disekitarnya

Gunnar Myrdal (1957) dan Hischman (1958) di dalam Arsyad, Lincolin (1988). menolak pengertian equilibrium dalam teori ekonomi dan mengemukakan ide-ide dasar tentang polarisasi pembangunan. Menurut pandangan Myrdal, daerahdaerah inti dari perekonomian adalah magnit penguat dari kemajuan. Myrdal mengemukakan bahwa setelah pertumbuhan dimulai pada lokasi yang dipilih pada perekonomian bebas, arus masuk tenaga kerja, ketrampilan, modal dan komoditi berkembang secara spontan untuk mendukungnya. Tetapi arus ini meliputi efek backwash, ketidak samaan antara daerah-daerah yang berkembang dengan daerahdaerah lain. Daerah-daerah yang sedang tumbuh mempengruhi daerah-daerah lain melalui dua kekuatan yang berlawanan, menurut model Myrdal disebut Effect backwash dan efek penyebaran (Spread effect dan backwash effect). Efek penyebaran menunjukkan dampak yang menguntungkan dari daerah-daerah yang makmur terhadap daerahdaerah yang kurang makmur, hal ini meliputi: meningkatnya permintaan komoditi primer, investasi dan difusi ide serta tehnologi. Dalam banyak negara-negara terbelakang, efek penyebaran terbatas pada daerah-daerah disekitar pusat-pusat herarkhi perkotaan (Murtomo (1988) dan Keban (1995)). Hirschman membantah bahwa memilih dan memusatkan aktivitasnya pada titik-titik pertumbuhan adalah alami bagi para pengusaha. Pembangunan lama kelamaan tidak berimbang, pertumbuhan daerah yang sedang berkembang 21 membatasi kapasitas pertumbuhan dimana-mana. Utara (North) menarik tenaga trampil dan tabungan dari selatan (south). Elastisitas permintaan income lebih besar untuk barang-barang buatan north, dan oleh karena itu syarat-syarat perdagangn melawan produsen south akan komoditi primernya (Jhingan, M.L (1993) dan Arsyad (1988)). Ide pokok dari model Hirschman adalah bahwa efek polaritas disebabkan oleh "effect trickling down", ekuivalen dengan efek penyebaran dari Myrdal. Effect trickling down meliputi tujuan komoditi North yang diproduksi di South dan gerakan modal keselatan, disamping North dapat menarik tenaga selatan yang cukup untuk menjamin meningkatnya produktivitas tenaga kerja marjinal dan tingkat konsomsi perkapirta South. Hischman bersikeras bahwa effect trickling down hanya bisa terjadi bila di North membutuhkan South untuk ekspansinya sendiri. 

 MIGRASI DAN KETIMPANGAN WILAYAH

Migrasi adalah peristiwa berpindahnya suatu organisme dari suatu bioma ke bioma lainnya. Secara sederhana migrasi didefinisikan sebagai aktivitas perpindahan. Sedangkan dalam istilah lain, migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain yang melampaui batas politik/negara ataupun batas administrasi/batas bagian suatu negara. Bila melewati batas suatu negara maka disebut dengan migrasi internasional. Sedangkan migrasi dalam negeri merupakan perpindahan penduduk yang terjadi dalam batas wilayah suatu negara, baik antar daerah ataupun antar provinsi, seperti urbanisasi dan transmigrasi. Didalam formulasi mengukur migrasi penduduk, dapat diukur atas beberapa ukuran diantaranya angka mobilitas, angka migrasi masuk, angka migrasi keluar, dan migrasi netto. Dalam banyak kasus, organisme bermigrasi untuk mencari sumber cadangan makanan yang baru untuk menghindari kelangkaan makanan yang mungkin terjadi karena datangnya musim dingin atau karena overpopulasi. Salah satu dampak positif dari migrasi yaitu menambah sumber daya manusia di wilayah tujuan, namun salah satu dampak negatifnya yaitu menumpuknya jumlah penduduk dan memadati hunian. 

Ketimpangan wilayah menurut ILO adalah perbedaan performa ekonomi dan kesejahteraan antar wilayah. Pendapat lain dikemukakan oleh Karin Vorauer (2007), ketimpangan wilayah adalah ketidakseimbangan struktur spasial didalam wilayah atau antar wilayah. Ketimpangan antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini terjadi disebabkan adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah.

Faktor utama penyebabkan terjadinya ketimpangan antar wilayah yaitu, perbedaan sumberdaya alam, perbedaan kondisi demografis, kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa, konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, dan alokasi dana pembangunan antar wilayah yang berbeda-beda. Ketimpangan antara wilayah perkotaan dengan wilayah perdesaan terjadi karena pembangunan yang lebih terfokus pada wilayah perkotaan dibandingkan dengan perdesaan. Ketimpangan pembangunan berakibat pada terhambatnya perkembangan perdesaan.

INTERAKSI INTERDEPENDENSI

Konsep interaksi-interdependensi membahas tentang hubungan timbal balik antara penduduk di suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Contoh dari konsep ini adalah hubungan pada wilayah Mebidangro (Medan-Binjai-Deli Serdang-Karo). 

Konsep ini berkaitan dengan hubungan timbal balik atau saling ketergantungan antar wilayah. Contohnya hubungan antara desa dan kota. Warga kota membutuhkan makanan dari desa, sedangkan warga desa membutuhkan teknologi dari kota. 

1. Interaksi adalah suatu jenis tindakan atau coli yang terjadi sewaktu dua atau lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. 2. Interdependensi ialah hubungan ketergantungan antara dua pihak atau lebih yang saling mempengaruhi.

Konsep interaksi adalah bentuk hubungan timbal balik antara dua daerah atau lebih yang dapat menghasilkan kenyataan baru, penampilan, dan masalah. Dalam konsep interaksi satu fenomena tergantung pada yang lain. Contoh: interaksi kota dan desa terjadi karena adanya perbedaan potensi alam.  

INTERAKSI ANTAR WILAYAH DAN JEJARING WILAYAH

Interaksi wilayah adalah hubungan timbal balik antara dua wilayah yang menimbulkan aktivitas baru. Wilayah-wilayah yang saling berinteraksi akan membentuk lingkaran-lingkaran konsentris yang disebut dengan zona interaksi. 

Bagaimana proses terjadinya interaksi antar wilayah?

Interaksi antarwilayah dapat terjadi apabila: Adanya hubungan timbal balik antara dua wilayah atau lebih Adanya proses pergerakan atau perpindahan baik pergerakan manusoa, barang ataupun jasa Adanya hubungan timbal balik yang dapat menimbulkan gejala, kenampakan, dan permaslahan yag bersifat negatif ataupun positif.

Beberapa dampak interaksi antarruang terhadap wilayah adalah terjadinya perubahan penggunaan lahan, munculnya pusat pertumbuhan dan berkembangnya sarana prasarana. Akibat interaksi antarruang yang terjadi di perkotaan, sudah jarang sekali ditemukan lahan pertanian atau lahan kosong. 

Setiap ruang di permukaan bumi memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga terjadilah interaksi antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Setiap ruang memiliki karakteristik berbeda, hal tersebut mengakibatkan perbedaan sumber daya dan potensi yang dihasilkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun