Penyelewengan pupuk bersubsidi seolah menjadi masalah laten yang tak teratasi. Baru-baru ini, Polisi mengungkap adanya praktik penyelewengan pupuk bersubsidi yang terjadi di Kudus, Jawa Tengah. Karena ditengarai ada beberapa oknum penyalur pupuk bersubsidi yang memainkan rantai distribusi dan menaikkan harga jual di atas standar.
Bukan tidak mungkin, ada lebih banyak lagi penyelewengan pupuk bersubsidi, namun mungkin tidak terungkap keberadaannya. Kondisi ini pun diakui oleh Kementerian Pertanian (Kementan). Beberapa hari lalu, Kementan menyatakan bahwa masih terjadi penyelewengan pupuk bersubsidi di berbagai daerah. Meski jumlahnya, menurut mereka, menurun pada 2018 lalu.
Melihat dari berbagai modus penyelewengan yang sudah terungkap, maka sepertinya pihak yang paling perlu penanganan khusus untuk menekan penyelewengan pupuk ini adalah para toko dan distributor. Karena mereka adalah mata rantai sekaligus ujung tombak. Oleh karena itu, mereka lah yang harus dijaga.
Atas nama penyelamatan uang negara, sudah seharusnya penyelewengan pupuk bersubsidi ditekan. Bahkan sampai nol. Apalagi tahun ini pemerintah berencana meningkatkan alokasi anggaran subsidi pupuk hingga Rp 29 trilyun.
Ada beragam cara yang bisa dilakukan untuk menekan penyelewengan. Dari mulai yang paling halus, yakni memberi penghargaan pada penyalur teladan. Sampai cara paling kasar, memberi hukuman pidana pada penyalur dan pelaku penyelewengan. Ancam para pelaku bahwa mereka akan langsung berhadapan dengan aparat hukum atau kepolisian akibat tindakannya.
Bagaimanapun juga pupuk bersubsidi ini harus tepat sasaran, petani menjadi target pemerintah. Dan petani juga harus paham pupuk bersubsidi itu. Supaya, pupuk itu bisa digunakan tepat sasaran, manfaat, dan takarannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H