Ah, permainan tirani  yang tak berkesudahan
Rakyat bak penonton sinema romantika pengkhianatan
Tiada jelas siapa pengkhianat siapa pula yang dikhiananti
Pengkhianatan karena kepentingan pribadi yang sesaat
Hai kau para politisi
sadarkah kau?
Kau telah bertindak lancung, maka selamanya tak kan dipercaya
Murah di mulut mahal di timbangan
Mengobral janji tapi tak pernah menepati
Ngakunya orang pintar, namun tak ubahnya seperti kerbau dicocok hidung
Hilang arah karena kecintaan fatamorgana
Membela sedemikan membabi buta
Tak tahu mana salah mana benar
Yang penting di garda depan
Umara pun terjebak, hanyut arus
Tiada umpat yang dapat membunuhmu
Tiada pula puji yang mengenyangkan
Kenapa pula kau bela sang pesakitan sampai lupa daratan
Sumpahpun kau lacurkan, bahwa pesakitan karena skenario politik
Kau pintal dosa politik demi kekuasaan
Menulikan fakta bicara
Kau tak kan lapuk karena hujan
Tak akan pula lekang oleh panas
Tetapi mengapa harus kuat pada pendirian buta
Apa kau masih akan membelanya?
Mau bukti apa lagi, dua alat bukti cukup sudah
Usahlah kau mencoreng arang di muka
Demi kesetiaan yang tak terkontrol
Aku tahu, kau loyalis sejati
Tapi jangan lebay begitu, picisan
Tarung di medan yuda tanpa senjata, itu bunuh diri
Tikamlah egomu, biar tabir keadilan nyata nampak
Apa kau lupa?
Terpijak di tanah kapur putih atau tanah arang hitam tetaplah akan nampak
Dimana kau berpijak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H