Mohon tunggu...
Irma Inong
Irma Inong Mohon Tunggu... lainnya -

aku, ada

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Sampah, Habis Manis Sembarang Buang

14 Maret 2014   16:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:57 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam hal membuang sampah pada tempatnya nampaknya sudah menjadi masalah besar di tengah masyarakat kita. Seringkali kita melihat orang membuang sampah seenaknya sendiri. Sampah dengan mudah kita jumpai di pinggir jalan, bahkan ditengah jalan juga ada, di selokan dan tentunya di tempat sampah!.

Kalau sampah kita jumpai ada di tempat sampah memang itu tempatnya, tapi yang jadi soal sampah kita jumpai di sembarang tempat akhirnya membuat kesan kotor, jijik dan kumuh. Lebih bermasalah lagi kalau sampah atau limbah dari hasil proses produksi sebuah perusahaan/pabrik dibuang di sembarang tempat. Limbah pabrik dapat berupa limbah cair, padat, dan juga gas.

Meskipun limbah dari internit (bukan internet) ini mungkin tak masuk kategori berbahaya untuk kesehatan manusia tetapi ini sangat mengganggu pemandangan dan lingkungan. Belum lagi limbah internit ini dicampur dengan limbah rumah tangga. Baunya sudah bisa ditebak.

Saat pertama kali saya melihat tempat pembuangan limbah internit yang sangat berdekatan dengan lahan kapur bekas galian pabrik semen ini tidak saya jumpai ada sampah rumah tangga. Nah, beberapa waktu lalu saat saya lewat kembali jalan itu, bau tak sedap langsung menyeruak karena masyarakat sekitar ikut-ikutan membuang sampah rumah tangganya di tempat yang sama dengan tempat pembuangan limbah internit tersebut.

[caption id="attachment_326386" align="aligncenter" width="300" caption="limbah internit"][/caption]

Letaknya bertepatan di sebelah jalan jadi sangat terlihat begitu melewati jalan ini. Belum jelas apakah memang lahan itu milik pabrik internit itu atau hanya dompleng pabrik yang punya hak mengambil kapur yang sebagai bahan pembuat semen atau juga sewa dari masyarakat setempat. Seharusnya dari pihak pabrikpun tahu kalau pembuangan limbahnya sangat tak sedap dipandang. Dan seolah memberi contoh pada masyarakat sekitar untuk membuang sampah di tempat suka-suka.

Saat pengambilan gambar sebenarnya ada bapak-bapak yang melempar sampah dalam tas plastik tapi belum sempat terjepret bapak itu keburu ngacir dengan motornya. Sementara di bawah sudah ada (maaf) pemulung yang siap mengorek rezeki dari tempat sampah yang berukuran jumbo itu.

Kalaupun misal limbah itu tidak dapat di daur ulang sebaiknya pabrik yang bersangkutan mencari lahan yang jauh dari perkampungan dan bukan di pinggir jalan. Bukankah setiap pabrik harus melakukan sebuah studi tentang dampak suatu kegiatan yang sedang direncanakan terhadap lingkungan hidup sebagai tindakan preventif terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin akan timbul oleh aktivitas yang direncanakan.

[caption id="attachment_326387" align="aligncenter" width="300" caption="bercampur sampah rumah tangga"]

1394761370321868979
1394761370321868979
[/caption]

Untuk mendapatkan izin melakukan usaha (pabrik) salah satunya syarat yang harus dipenuhi adalah wajib memilki analisa mengenai dampak lingkungan hidup. Baik saat proses produksinya maupun hasil dari aktivitas (limbah) harus terencana dengan baik penanganannya. Semisal pabrik sawit, limbah yang dihasilkan salah satunya adalah limbah cair maka pabrik itu harus mempunyai dam atau semacam bendungan kecil penampungan limbah yang harus jauh dari pemukiman dan biasanya bertempat juga satu komplek di perkebunan.



Adalah kewajiban kita semua untuk selalu menjaga kelestarian lingkungan hidup, mencegah dan menanggulangi pencemaran serta perusakan lingkungan hidup. Semoga pabrik internit dan pemerintah setempat tanggap dengan persoalan ini.

------------------------------------------------------------------

---gambar milik Inong

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun