Selama ini Indonesia memiliki terlalu banyak nomor identitas. Pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan menyederhanakan administrasi.
Integrasi NIK dan NPWP
Ketentuan ini akan berlaku mulai berlaku penuh mulai 1 Januari 2024. Setidaknya ada 42 juta NIK yang akan menjadi NPWP hingga 2024 mendatang.
Integrasi NIK sebagai NPWP akan berjalan secara otomatis, baik bagi wajib pajak yang sudah memiliki NPWP maupun yang belum. Jadi, masyarakat tidak perlu melakukan apa-apa. Proses ini akan berjalan secara otomatis dan bertahap.
Namun, selama masa transisi yakni sejak 14 Juli 2022 hingga Desember 2023 setiap individu masih bisa melakukan validasi data jika ada perubahan. Misalnya penyesuaian profil, alamat, atau status.
Tidak Semua Wajib Bayar Pajak
Masyarakat tidak perlu panik. Sebab, tidak setiap orang yang memiliki NIK lantas otomatis harus membayar pajak. Kewajiban tersebut hanya berlaku untuk para wajib pajak dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Pungutan pajak hanya dilakukan ketika Ditjen Pajak telah mengaktivasi NIK seseorang sesuai syarat, yakni sudah berusia 18 tahun dan memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Artinya ada batas minimal penghasilan yang dikenakan pajak.
Saat ini batas minimal PTKP sendiri adalah Rp54 juta dalam satu tahun untuk wajib pajak orang pribadi atau omzet di atas Rp500 juta setahun untuk wajib pajak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Nasib Wajib Pajak Non Efektif
Pelaporan pajak memang bersifat memaksa. Namun di sisi lain, kewajiban tersebut juga menyesuaikan dengan kemampuan dan keadaan wajib pajak. Misalnya, saat seseorang sedang kehilangan sumber penghasilannya, maka kewajiban untuk membayar dan melaporkan pajak menjadi gugur.
Contoh lainnya, seorang istri menggabungkan NPWP miliknya dengan NPWP suami. Secara otomatis status NPWP milik istri tersebut berubah menjadi non efektif.
Namun jika diperlukan, sang istri masih bisa menggunakan kembali nomor NIK-nya sebagai NPWP. Caranya mudah. Status NPWP tersebut hanya perlu diaktivasi kembali di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat.
Data Dijamin Aman
Data wajib pajak bersifat rahasia. Hal ini sudah diatur di dalam Pasal 34 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP).
Setiap petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan, dilarang mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak seperti Surat Pemberitahuan Pajak (SPT), laporan keuangan dan lain-lain.
Artinya, meski ada perpaduan sistem, baik Disdukcapil maupun tenaga ahli yang membantu dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan tidak akan mengetahui informasi harta masing-masing wajib pajak.
Pada akhirnya, pengitegrasian administrasi perpajakan dengan basis data kependudukan ini akan memperkuat reformasi pajak, sekaligus memudahkan masyarakat. Jadi, wajib pajak cukup mengingat satu nomor dan tidak perlu lagi menggunakan dua kartu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H